Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Tia Monica Manis Sekali
0
Suka
15
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Bagi seorang lelaki muda sepertiku, memiliki pasangan yang cantik dan seksi adalah pencapaian paling membanggakan. Seolah, jika aku berhasil merebut hati wanita idaman para pria, aku bisa memamerkan wajahnya di semua sosial media yang ku punya. Seolah berkata, "cewe gue cakep bangettt coyyyyy."

Ya. Siapa juga lelaki yang menginginkan wanita yang wajahnya tidak cantik dan bodynya tidak bagus. Meskipun terdengar sangat naif, tapi begitulah faktanya. Seakan wanita hanya bisa dimiliki jika warna kulitnya putih, hidungnya mancung, rambutnya lurus dan bodynya tidak gendut.

Pun sebaliknya bagi para lelaki. Perempuan muda nan cantik juga akan sangat selektif memilih lelaki yang akan menjadi pasangannya. Kebanyakan, mereka akan lebih memilih isi rekening atau tebalnya dompet yang dimiliki oleh para pria. Sehingga, bagi lelaki yang kalau nongkrong harus patungan, tidak biasa makan di resto mewah, rambutnya tidak klimis, badannya tidak kurus atau berotot dan motornya bukan vespa matic, siap-siap saja akan ditendang.

Pada akhirnya, entah mulainya dari mana, seakan mencintai dan dicintai memiliki standar yang sudah di resmikan oleh khalayak.

Disisi lain, aku masih mempertanyakan bagaimana nasib wanita atau pria yang tidak memenuhi standar tersebut? apakah nasib percintaan mereka tidak akan pernah tercapai, atau mungkin memang mereka tidak akan pernah mendapatkan nasib keberuntungan?

Akhirnya, aku mencoba menanyakan ke beberapa temanku terkait keresahanku terhadap cinta dan mencintai. Reo bilang, wajar kalo itu terjadi. Soalnya, wanita mana yang akan menjalin hubungan dengan pria yang tidak memiliki uang banyak dan wajah yang ganteng. Bagaimana letak harga diri wanita jika teman-temannya bisa memamerkan hadiah mewah pemberian pacarnya, memosting mobil modif milik cowonya, menunjukan wajah glowingnya setelah perawatan dan barang-barang mewah lainnya jika bersama laki-laki yang kendaraannya saja hanya motor tua dan jika di ajak ngedate hanya membeli jajanan pinggir jalan. "Emang ada wanita yang mau sama modelan laki-laki gitu?," ujarnya.

Disisi lain, Syahnaz juga menjawab hal yang serupa dengan Reo. Bedanya, ia mengatakan bahwa dalam hal mencintai, kodratnya memang wanita lah yang harus di kejar. Alhasil, memang tugas lelaki lah yang diharuskan untuk memenuhi semua kebutuhan dan keinginan wanita yang ia cintai.

"Lah, dimana mana ya, cowo itu ya ngejar lah. Usaha. Masa mau dapet cewe cakep seksi kaga ada modal. Najis lah mokondo banget," cetusnya.

Beda halnya dengan Putra. Sebagai mantan lelaki fakboy yang telah mencoba menjalin asmara dengan perempuan, ia mengemukakan rasa sakitnya.

"Nih ye, cewe sekarang itu ngomong doang realistis realistis. Kalo matre ya matre gitu," celetuknya. "Gue kurang all out gimana coba. Ngedate gue bayarin. Minta sepatu, gue beliin. Mau treatment biar cantik, gue bayarin tiap bulan. Buset dah. Tapi kalo liat yang lebih berduit lagi ya kicep dia. Cuma mau manfaatin duit gue doang,"

Aku tertawa saat Putra menceritakan keluh kesahnya. Meski ada perasaan sakit yang sama sebagai seorang lelaki. Bagiku, Putra juga memang sangat bodoh jika sudah terkena virus cinta. "Nih ye, lu tuh kalo punya cewe jangan bego-bego amat lah, Put. Baru pacaran aja udah segitunya, buset dah gimana ntar pas nikah nya," pungkasku yang disambut gelak tawa dari dirinya.

Pun demikian dengan Monica. Ternyata, meskipun dirinya seorang perempuan. Tapi, ada pendapat lain yang diutarakan soal cinta. Baginya, memang pada dasarnya wanita itu selalu egois dalam hal percintaan. Karena, wanita lebih mendahulukan emosional di bandingkan dengan akal sehatnya.

"Coba ya gue tanya, ada gak cewe yang ngomong duluan kalo dia suka sama lo? gak ada kan? kalo ada paling ya keitung jari kan. Biasanya pasti dipendem dulu tuh, terus di ceritain ke circle cewenya. Nah, itu sebenernya ada ketertarikan, cuma gengsi aja mau ngucapinnya," ungkapnya. "Logikanya, ya kalo cewe suka padahal tinggal ngomong aja, kan?." Aku mengangguk setuju dengan perkataan Monica.

Monica melanjutkan bahwa, wanita itu memang terkesan impulsif. Soalnya yang dia butuhkan itu ya kasih sayang dari seorang pria. Makanya caranya ada banyak. Ada yang merasa dicintai kalo ketemu doang. Ada yang harus diajak jalan-jalan. Ada yang dikasih kata-kata udah merasa disayangi. Ada yang harus dibeliin barang dulu. Ada yang harus di kasih uang dan masih banyak lagi.

"Terus gimana caranya gue ngebedain cewe matre sama cewe yang emang realistis aja gitu? soalnya susah banget asli di zaman sekarang itu nyari cewe yang apa adanya," tanyaku menggelengkan kepala disahut dengan gelak tawa dari Monica.

"Sekarang gue tanya nih ya. Lu mau gak kalo cewe itu apa adanya yang lo bilang tadi. Dia mau nemenin lo dari nol. Mau diajak kemana aja sama lo. Pokoknya nurut deh sama apa yang lo omongin?"

Aku menjawab dengan lantang."Ya pasti mau lah coy. Siapa juga yang gak mau. Aneh lo"

Monica tertawa lagi. "Tapi cewe itu item. Rambutnya keriting. Gendut. Pendek. Mau gak lo?"

Jleb.

Pertanyaan Monica membuat diriku diam beberapa detik. Sampai akhirnya ia melanjutkan, "tuh kan lo aja gak mau kan? makanya wajar kalo cewe sekarang modelannya nyebelin. Lah cowonya aja standarnya tinggi-tinggi banget. Gak salah sih, cuma suka gak ngaca aja sama dirinya sendiri,"

Pertanyaan itu membuat diriku diam seribu bahasa. Monica dengan bangganya terus menertawakan diriku yang hening seolah berkata, “nah kan apa gue bilang”

Sampai pada akhirnya, Monica memberikan pandangan paling bijak yang mengatakan bahwa pada dasarnya manusia memang dibentuk atas banyak keinginan yang harus dipenuhi. Entah untuk validasi, kepuasan atau apapun itu. Makanya ada standar, dan darisanalah timbul konflik yang membuat ketidaksepakatan atas standar yang telah dibuat. Kalau bertanya darimana datangnya standar cinta itu, jawabannya ya dari manusianya itu sendiri. Banyaknya orang yang mengiyakan menjadi tanda untuk membuat itu seolah patokan resmi dalam percintaan.

Malam itu, hari kesekian aku menanyakan soal cinta kepada Reo, Putra dan Monica, di tutup manis oleh jawaban double kill nya Monica, perempuan yang terlihat kalem tapi sangat pandai berargumen jika sudah diajak debat soal apapun.

Setelah itu, bukan jawaban yang dapat aku terima. Justru timbul banyak pertanyaan kembali soal cinta yang aku masih belum mengerti.

***

Beberapa hari setelahnya, aku bertemu dengan Tia. Seorang wanita asal timur Indonesia yang ku temui saat berkenalan di sebuah klub.

Pertemuan awal kami dilalui dengan ketidaksengajaan. Sewaktu aku sedang ulang tahun, teman-temanku merayakan hari lahirku di sebuah klub di tengah kota. Aku datang bersama Reo, Putra dan beberapa teman lainnya. Singkat cerita, ada sebuah insiden dimana Putra berkelahi dengan lelaki di table sebelah. Keduanya sama-sama sedang mabuk berat dan tensinya sama-sama sedang naik. Alhasil, terjadi gesekan diantara kami dan orang-orang di meja sebelah kami.

Disaat kekacauan itu terjadi, disanalah Tia muncul. Lelaki berkulit hitam dengan rambut kriting dan badan pendek itu maju paling berani untuk meredam suasana. Ia berteriak, “kalian kalau mau ribut mending keluar saja. Ini bukan kandang anjing. Ini tempat untuk bersantai-santai. Kalau kalian tidak bisa berhenti, lebih baik tarung saja lawan saya,”

Sontak jawaban itu membuat suasana kembali mereda, bahkan sebelum satpam datang menghampiri kerumunan. Disanalah kemudian aku meminta maaf dan meminta kontaknya supaya dapat menyelesaikan masalah sepulangnya dari klub. Alhasil, aku berkenalan dan membereskan masalahnya sampai tuntas.

Tapi satu hal yang ku kagumi. Tia ini wanita yang sangat jauh dari apa yang sering aku temui di klub malam. Ia tegas. Berani. Penuh wibawa dan tentu cerdas dalam berbicara. Hal itulah yang membuat aku penasaran dengan dirinya. Sampai aku menemukan fakta bahwa ternyata dia adalah seorang magister yang bekerja di lembaga riset pemerintahan.

Saat ku tanya, “kenapa kamu bisa datang ke klub malam saat itu?,”

Ia menjawab. “Teman sedaerahku saat itu sedang ulang tahun. Memang awalnya aku tidak mau karena aku sendiri tidak minum (alkohol) juga. Tapi, setelah dipikir panjang. Bagiku, solidaritas sesama perantau apalagi sedaerah denganku itu jauh lebih penting,”

Dan saat ini, aku bertemu untuk ketiga kalinya di sebuah coffeeshop hanya untuk bertanya perihal  cinta dan tetek bengeknya.

Jawaban yang ia lontarkan ternyata tidak jauh beda dengan apa yang dikatakan oleh Monica. “Bagiku ya, lelaki itu kodratnya emang harus berusaha lebih keras dibanding wanita. Karena wanita itu manusia yang lemah. Jangankan fisiknya, hatinya saja mudah sekali tergores.”

“Berarti cinta tuh gak adil dong buat laki-laki sepertiku?” tanyaku penuh bimbang.

“Tidak juga, sih,” balasnya. “Menurutku, kalau laki-laki sudah berusaha dan berjuang demi wanita yang memang dia idamkan, seharusnya wanita juga sadar atas hal itu. Ya, aku melihat emang banyak juga wanita yang masih tidak tahu diri. Tapi ketika wanita itu benar-benar sudah mencintaimu, jangankan fisik atau harta, disaat kamu sedang susah pun dia bakal ngebantu lebih dari apa yang laki-laki berikan, kok.”

“Tapi susah loh tia cari cewe modelan kayak gitu,” ucapku

“Menurutku belum ketemu aja sih. Ya, terdengar menyakitkan sih tapi memang jika laki-laki atau perempuan ingin memilih pasangan, pasti fisiknya dulu kan yang diliat?”

Aku mengangguk setuju. “Nah sebenarnya, perempuan itu sangat lihai buat membungkus persona dirinya. Apalagi di medsos,” balasnya diikuti tawa kecil.

“Makanya penting juga bagi laki-laki buat gak kejebak sama tipu daya itu.”

“Hah? Maksudnya gimana, tuh?”

Tia melanjutkan. “Kalo kamu emang mau nyari pasangan sesuai yang kamu inginkan, jangan lihat dari covernya aja. Untuk awalan mungkin wajar ya. Tapi pas kamu PDKT, lihat juga gimana cara dia bertutur. Cara dia bersikap. Cara dia mengendalikan dirinya. Cara dia memperlakukan orang. Semua itu penting loh. Soalnya, disaat kamu udah memilih seorang wanita, gak cuma cantik nya aja yang kamu terima, yang jeleknya juga pasti diambil.”

Aku mencoba memahami apa yang dikatakan oleh Tia.

“Intinya, kalo kamu pengen perempuan yang perfect menurut diri kamu. Entah dia kaya, cantik, seksi, pinter, baik dan segala macemnya. Kamu juga harus berusaha buat mencapai itu semua.”

Aku akhirnya memahami apa yang dikatakan oleh Tia. “Berarti ntar bakal ketemu sendiri dong?”

Tia mengangguk sambil mengacungkan jari jempolnya. “Santai saja, bahasa nya, perempuan yang kamu idamkan juga bakal dateng sendiri kalo kamu udah memantaskan diri kamu, kok”

Kalimat itu sukses membuat aku dan dirinya tertawa.

Malam itu, lengkap sudah pertanyaan soal cinta yang sering aku tanyakan.

Sampai akhirnya, aku menemukan pelajaran bahwa memang tidak ada yang sempurna soal cinta dan tidak ada yang instan jika ingin menemukan cinta sejati.

Ibarat sebuah musik. Jika aku menginginkan lagu itu terdengar manis di telinga para pendengar, aku harus terus berlatih supaya genjrengan gitar dan dentruman drum beribu-ribu kali. Bisa saja sekali dua kali suara itu terdengar sangat parau. Tapi jika aku terus menjalankannya dengan penuh kesabaran, maka alunan musik itu akan membuahkan hasil yang sangat manis.

Sama halnya dengan jawaban Tia dan Monica.

Meskipun secara penampilan terlihat biasa saja. Bagiku, Tia Monica sangat manis sekali.


Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Cerpen
FANA
putrinurul madinah
Cerpen
Tia Monica Manis Sekali
Rizki Mubarok
Novel
Bronze
Sabda Sabda Cinta (Buku Pertama)
Imajinasiku
Cerpen
seamin tak seiman
Dwi Ramadhani
Cerpen
Mobil Kodok, Mobil Monyet
Reja Fahleza
Novel
PEONY
Lilly Amundsen
Flash
Ketupat Sayur Sudah Basi
Lisnawati
Novel
Fiksi Daripada Empat Windu, Atau Empat Windu Daripada Fiksi?
Petrus Setiawan
Flash
Bronze
Ibu, Aku Ingin Ada Nama Ayah di Binti Akta Kelahiranku!
Silvarani
Cerpen
Bronze
Kabar Dari Masa Lalu
Novita Ledo
Novel
Bronze
Lika liku mahasiswa farmasi
Ghiyas
Cerpen
Bronze
Langit Biru
Lina Budiarti
Skrip Film
Kisah Sekolah
Aura Putri Cantika
Flash
Bronze
Mbah Karto
Ayumi Hara
Cerpen
META MATA MENYITA
Ayub Wahyudin
Rekomendasi
Cerpen
Tia Monica Manis Sekali
Rizki Mubarok
Cerpen
Selepas Ayah Berpulang
Rizki Mubarok
Cerpen
ARUNIKA
Rizki Mubarok
Cerpen
Catatan si Anak Emas
Rizki Mubarok
Cerpen
CIBIRU
Rizki Mubarok
Cerpen
Siapa Peduli
Rizki Mubarok
Cerpen
When Nation Falls
Rizki Mubarok
Cerpen
Jatuh dalam Pelukan
Rizki Mubarok
Cerpen
Surga Para Raja
Rizki Mubarok
Cerpen
Katanya sih Cinta
Rizki Mubarok
Cerpen
Segelas Matcha di Siang Hari
Rizki Mubarok
Cerpen
Get Rich Overnight
Rizki Mubarok
Cerpen
Biru Akan Selamanya Tetap Biru
Rizki Mubarok
Cerpen
Sketsa Mulia Di Langit Jakarta
Rizki Mubarok
Novel
TINTA HITAM
Rizki Mubarok