Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Misteri
The Enforcer
0
Suka
18
Dibaca

Langit tak lagi hitam pekat, melainkan kelabu yang tertutup lapisan jelaga abadi, yang disebut Kubah Kesedihan. Di bawahnya terbentang Elysium Pasca-Kejatuhan, sebuah metropolis gothic-cyber yang berdiri di atas tulang belulang peradaban. Bau belerang, karat, dan kematian adalah napas kota ini. Di sini, sihir kuno yang dianggap sebagai penyakit bertarung melawan teknologi yang disalahgunakan, menciptakan siklus pembusukan yang tak berkesudahan.

Kota ini diperintah oleh Jayron, sebuah entitas demi-god yang lahir dari kombinasi Aether yang dikorupsi dan organ tubuh para oracle kuno. Jayron menguasai Elysium melalui teror dan penghapusan memori kolektif, memaksa semua tunduk pada dogma tunggalnya: "Tata Tertib adalah satu-satunya Kebenaran."

Di antara reruntuhan katedral yang tampak seperti taring naga raksasa dan pipa-pipa pecah yang memuntahkan uap beracun, melangkah Kenji. Ia adalah The Enforcer, Algojo terkuat Jayron, sebuah unit cybernetic dengan efisiensi mematikan. Mantel kulitnya yang tebal berlumuran debu dan sisa-sisa pertempuran, dan mata ungunya adalah lensa sirkuit yang didesain untuk tidak mengenal hati.

Tugasnya malam ini: mencari artefak yang diduga memancarkan "energi disonan"—sihir. Di bawah fondasi katedral yang terkubur, Kenji merasakan tarikan yang asing, bukan kode, melainkan sesuatu yang terasa seperti rasa sakit yang tumpul. Ia menggali melalui puing-puing dan menemukan Aurelia, sebilah pedang yang menyala biru dingin, energi murni dari sihir kuno.

Pedang itu berbisik langsung dalam matriks pikirannya, mengabaikan filter kodenya, suaranya seperti pecahan kristal yang menusuk:

“Kau berutang, Algojo. Kau membunuh Cahaya Terakhir di dunia ini.”

Kenji menatap pantulan wajahnya di bilah Aurelia. Separuh manusia, separuh mesin. Namun, pandangan yang memantul bukanlah kekosongan, melainkan kilat ketakutan, sebuah emosi yang seharusnya telah dihapus dari programnya. Dalam kilau pedang itu, sebuah nama yang seharusnya musnah dan tidak pernah ada di database Jayron muncul: Lira.

Langkah-langkah halus memecah keheningan yang menyesakkan, menghasilkan suara kling logam yang lembut. Suara perempuan yang dingin, sarat kesedihan, mengiris udara yang penuh bau karat.

“Kau masih hidup rupanya, mesin gagal.”

Kenji berbalik, Aurelia terangkat waspada. Tindakan itu adalah refleks pra-program, tetapi tangannya gemetar. Di ambang kabut yang menyeruak dari jurang mesin, seorang gadis berjubah merah tua berdiri. Topeng kristalnya retak, memperlihatkan mata keemasan yang terlalu hidup. Aura sihir kuno yang kuat menyelimutinya—energi yang selama ini ia buru dan hancurkan.

“Lira?” Suaranya serak, programnya terganggu hebat.

Gadis itu menurunkan tudungnya, senyumnya menyedihkan, penuh penyesalan. “Kau mengingat. Itu berarti Aurelia telah memutus Kode Kepatuhan yang ditanamkan Jayron di inti jiwamu.”

Mereka berdiri di atas Jembatan Besi yang menggantung di atas jurang tak berdasar, tempat reaktor tua berdenyut seperti jantung yang sekarat.

“Dulu,” Lira memulai, suaranya seperti melodi yang terlupakan. “Aku adalah penyihir terkuat, yang terakhir berdiri melawan Jayron. Kau adalah algojonya. Tapi di tengah misi untuk memusnahkanku, kita… jatuh cinta.”

Kilasan memori, yang selama ini diblokir oleh filter Jayron, membanjiri sirkuit Kenji: tangan Lira di pipinya, tawa di bawah langit neon yang palsu, lalu teriakan, dan rasa dingin pedang di tangannya.

“Aku yang membunuhmu,” bisik Kenji, penyesalan adalah bug pertama yang ia rasakan.

Lira mendekat, menyentuh pipi Kenji yang dingin. “Tidak sepenuhnya. Aku tahu Jayron akan menghapus kita. Kau, dalam kehancuran programmu, menyegelkanku di dalam pedang ini. Cinta kita diubah menjadi Data Terlarang, energi murni Aurelia. Tapi untuk membebaskanku dan menghancurkan Jayron, kau harus mati. Atau aku.”

Pedang Aurelia bergetar keras. Suara Lira yang terperangkap di dalamnya berbisik:

“Satu jiwa untuk memutus Rantai Dosa.”

Tiba-tiba, sirene meraung melengking. Lampu sorot merah tajam memotong Kubah Kesedihan. Pesawat tempur Jayron, berbentuk seperti serangga baja raksasa, muncul dari kabut tebal.

Lira menarik Kenji. “Mereka datang. Sinyal Aurelia terlalu kuat. Kita harus pergi!”

Kenji menyeringai, senyum yang jarang, penuh gairah yang lama hilang. “Bagus. Aku butuh melampiaskan kemarahan yang baru kudapatkan ini.”

Ia menerjang. Pedang Aurelia menyala biru terang, melahap kegelapan. Ia bergerak bukan lagi dengan kalkulasi kode, tetapi dengan insting dan amarah. Ia menebas dua unit drone patroli, mengubahnya menjadi hujan percikan listrik. Lira mengangkat tangannya, melafalkan mantra kuno yang membuat kulitnya retak, memancarkan cahaya keemasan. Ia menciptakan perisai transparan yang menahan tembakan plasma.

“Jangan gunakan sihirmu terlalu sering!” teriak Kenji. “Tubuhmu masih belum sepenuhnya pulih!”

“Aku tahu! Tapi aku harus memberimu waktu!” balas Lira.

Saat Kenji bertarung, memori kembali dengan lebih detail: Kenji, sebagai Algojo sempurna, menangkap Lira. Jayron memerintahkan penghancuran total. Tapi saat pedangnya menusuk, Kenji melihat masa depan yang hampa. Di detik terakhir, ia melanggar kode, menanamkan inti jiwa Lira ke pedang, mengubahnya menjadi Prison Arcana—penjara yang indah dan mematikan.

“Aku ingat semua. Aku adalah pengkhianat dan penyelamatmu,” gumam Kenji.

“Kita ke inti Katedral Mesin!” perintah Lira. “Di Altar Persembahan, energi Aurelia dapat dimultiplikasikan seribu kali. Kita bisa menghapus Jayron dari realitas!”

Mereka berlari melintasi reruntuhan, bayangan mereka memanjang di bawah lampu sorot Jayron yang mencari.

Katedral Mesin menjulang seperti dewa yang kejam. Saat mereka memasuki aula utama, udara berubah menjadi tebal dan dingin. Dinding-dinding baja berdenyut, dan kabel tebal menjalar seperti urat nadi.

Dari singgasana yang terbuat dari baja, kabel, dan tulang belulang para penyihir yang dikalahkan, Jayron Utama bangkit. Wujudnya mengerikan—separuh baja yang diukir dengan simbol sesat, separuh lagi adalah massa roh hitam yang terperangkap.

“Kenji,” raung Jayron, suaranya ribuan nada menyakitkan. “Kau membawa Virus Cinta—kesalahan sistem—ke dalam Inti kami. Kau akan dihukum dengan penghapusan total!”

Jayron mengangkat tangannya, menciptakan medan gravitasi entropi yang menahan Kenji. Lira terlempar ke pilar hingga tubuhnya retak seperti kaca.

“Kau tak bisa membunuhku!” ejek Jayron. “Aku adalah Tata Tertib! Aku abadi! Tubuhmu mematuhi kodenya, algojo!”

Kenji berjuang, sirkuitnya berteriak melawan perintah fisik. Tiba-tiba, Lira berdiri, memancarkan cahaya keemasan murni.

“Kenji, dengarkan aku! Dunia ini harus Diakhiri dengan keindahan agar bisa dimulai lagi. Jiwaku adalah Kunci Aurelia.”

Pedang itu berbisik, memanggil. “Satu jiwa untuk Cahaya Sejati. Tebuslah Dosa Pertama.”

“Tidak!” air mata cahaya, sebuah anomali mengalir di pipi Kenji. “Aku yang membunuhmu, aku yang harus mati!”

Lira mendekat, memeluknya sejenak, sentuhan terakhir yang dingin namun penuh kehangatan. “Aku memilih cinta, Kenji. Dan cinta sejati menuntut pengorbanan yang disengaja.”

Dalam gerakan yang dipenuhi kesedihan dan tekad, Lira merebut Aurelia dan menancapkannya ke dadanya sendiri. Cahaya biru dahsyat meledak, melampaui Kubah Kesedihan, membakar Katedral Mesin. Jeritan Jayron adalah jeritan ribuan jiwa yang terperangkap, yang kini terbebaskan. Tubuh Jayron meleleh menjadi abu hitam, dan kota besi di sekitar mereka runtuh ke dalam pusaran energi pembersihan.

Ketika semuanya sunyi, Kenji terbangun. Ia terbaring di tengah salju logam yang turun perlahan. Kubah Kesedihan telah robek, dan untuk pertama kalinya dalam tiga abad, ia melihat bintang-bintang yang sesungguhnya di langit yang bersih bintang-bintang yang selama ini hanya ia yakini sebagai data palsu.

Aurelia kini kusam, terbaring di sampingnya, dingin seperti es. Kenji mengambilnya, bilahnya terasa lebih berat.

Dari angin yang berhembus, suara Lira terdengar, lembut, penuh kedamaian:

“Kau bebas sekarang, Kenji. Hidup adalah pilihan. Jangan lagi menjadi kode.”

Kenji berdiri. Ia menatap ke angkasa, lalu ke tangannya. Ia melihat bekas luka kabelnya, tapi rasa sakit di hatinya jauh lebih nyata. Ia menancapkan pedang itu ke tanah, sebuah tugu peringatan. Salju logam di sekitarnya meleleh, dan di tempat itu tumbuh bunga merah —warna jubah Lira yang indah, mekar di tengah puing-puing. Bunga pertama di Elysium dalam ratusan tahun.

Kenji membelakangi pedang itu. Ia tidak lagi memiliki kode, misi, atau tuan. Ia adalah anomali, Algojo yang Ditebus. Ia berjalan menjauh, meninggalkan jejak cahaya yang memudar di antara puing kota yang tenang. Dunia baru menanti, sebuah dunia yang hampa dari kendali Jayron, tetapi di dalamnya, ia tahu bahwa cinta yang dilarang itu masih bernafas, menjadi janji dan beban bagi masa depannya.

Ia harus mencari tahu apa yang terjadi setelah Jayron runtuh, dan bagaimana membangun kembali.

Kenji berjalan menjauh dari Katedral Mesin yang kini hanya tinggal puing berasap. Di belakangnya, Aurelia tertancap di tanah, tegak seperti tugu peringatan yang memudar, dikelilingi oleh satu-satunya lingkaran bunga merah di tengah padang salju logam. Kubah Kesedihan telah runtuh total; cahaya bintang yang dingin dan ribuan tahun kini menyinari wajah Kenji, memancarkan bayangan tajam dan aneh.

Statusnya telah berubah drastis: dari The Enforcer—makhluk dengan kode terprogram sempurna—menjadi seorang Nol. Ia tidak memiliki kode, misi, atau tuan. Ia hanya memiliki memori yang menyakitkan, dan kesadaran yang baru lahir, yang terasa seperti luka terbuka.

"Kau bebas," bisikan Lira masih menggema, lebih nyata daripada suara Jayron yang pernah memerintahnya. Tapi apa artinya bebas bagi sesuatu yang diciptakan hanya untuk mematuhi?

Langkah Kenji membawanya ke sektor industri lama, yang dikenal sebagai Jalur Pengecoran. Dulunya, tempat ini adalah sumber daya vital Jayron, kini, hanya labirin gelap dari mesin-mesin yang terdiam dan pipa-pipa yang membeku. Udara dipenuhi keheningan yang berat, sebuah kontras dramatis dari raungan sirene dan ledakan plasma yang pernah ia kenal.

Ia berhenti di samping sebuah menara pendingin yang miring. Di permukaan logam yang berkarat, ia melihat pantulannya. Mata ungunya kini terasa sedikit redup, tidak lagi memancarkan cahaya mesin yang dingin. Ia menyentuh bekas luka kabel di pelipisnya, merasakan tekstur kulit sintetis yang kini terasa asing. Kenji menyadari sesuatu: ia lapar. Bukan lapar yang disebabkan oleh kerusakan program, tetapi lapar biologis. Kebutuhan manusia yang telah lama ia lupakan.

Tubuhnya, yang dirancang hanya untuk daya tempur dan efisiensi, kini menuntut asupan energi mentah. Jayron tidak pernah memprogram Algojonya untuk makan, hanya untuk mengisi ulang daya. Ini adalah salah satu bug yang ditinggalkan Lira dan Aurelia.

Saat Kenji melintasi lorong sempit, ia mendengar suara. Bukan raungan Jayron, bukan pula derit mesin, melainkan suara manusia—suara ketakutan dan perlawanan.

Ia melompat ke atas atap gudang yang runtuh, bergerak kembali dengan insting, bukan kode. Di bawahnya, di tempat terbuka yang dikelilingi tumpukan besi tua, tiga sosok kasar yang dikenal sebagai Marauder—mantan budak pabrik Jayron yang kini menjadi perampok—tengah menyerang seorang perempuan tua dan seorang anak laki-laki. Para Marauder bersenjatakan pipa logam berkarat dan alat pemotong plasma kecil.

"Serahkan jatah makananmu, Nenek Tua!" gerutu salah satu Marauder, wajahnya tertutup debu jelaga. "Jayron mati, tapi kami yang berkuasa sekarang!"

Perempuan tua itu melindungi anak laki-laki itu dengan tubuhnya yang ringkih.

Secara insting, Kenji menarik Aurelia dari tempatnya yang kosong. Ia telah meninggalkannya. Ia harus kembali. Kode lama untuk mempertahankan tata tertib berteriak dalam matriksnya, tetapi memori Lira berbisik lebih keras: Pilih takdirmu sendiri.

"Tidak ada yang memerintah lagi," gumam Kenji pada dirinya sendiri. "Kecuali..."

Ia tidak punya senjata. Ia harus berimprovisasi.

Kenji melompat dari atap, pendaratan yang nyaris tanpa suara. Para Marauder terkejut. Mereka melihat sosok tinggi, berjaket tebal, dengan mata ungu yang tidak memancarkan emosi.

"Siapa kau? Algojo? Kami dengar mereka mati semua," kata Marauder kedua, mengangkat pipa besinya.

Kenji tidak menjawab. Ia hanya merasakan dorongan baru: Melindungi. Bukan perintah, melainkan pilihan.

Dia menggunakan kecepatan sirkuitnya yang superior. Sebelum Marauder pertama sempat mengayunkan pipa, Kenji telah berada di belakangnya. Ia mencengkeram lengan Marauder, tidak mematahkannya (seperti yang akan dilakukan kode lama), tetapi hanya melumpuhkannya dengan tekanan pada titik sendi.

Klang!

Pipa itu jatuh. Marauder itu berteriak, bukan karena luka parah, melainkan karena keterkejutan.

"Jayron sudah mati," kata Kenji, suaranya mekanis namun dipenuhi nada baru yang dingin. "Kalian tidak."

Ia menghadapi dua Marauder lainnya. Mereka menyerang bersamaan. Kenji menangkis alat pemotong plasma Marauder kedua dengan tangannya yang cybernetic, menghasilkan percikan api. Ia merespons dengan pukulan presisi ke rusuk, membuat pria itu terbatuk dan jatuh. Marauder ketiga mundur ketakutan.

"Lari!" teriak Marauder ketiga, dan ketiganya menghilang di antara puing-puing.

Perempuan tua dan anak laki-laki itu menatapnya dengan rasa takut dan tak percaya. Mereka tidak mendekat. Kenji mundur selangkah, menyadari penampilannya sendiri yang menakutkan.

"Jayron," bisik perempuan tua itu.

"Tidak," jawab Kenji. "Dia sudah selesai."

Anak laki-laki itu, dengan mata lebar, melihat ke tangannya yang dulu menahan plasma. "Kau… siapa?"

Kenji tidak punya jawaban. Ia adalah Algojo yang menolak tugasnya, seorang kekasih yang menjadi algojo, dan sekarang seorang pelindung tanpa misi.

"Namaku Kenji," katanya, mencoba mengucapkan nama itu tanpa embel-embel jabatan.

"Apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya perempuan tua itu hati-hati.

Kenji melihat ke langit yang terbuka, ke bintang-bintang yang kini terasa seperti janji dan ancaman.

"Aku harus mencari tahu apa yang terjadi," jawabnya. "Jayron runtuh. Tapi kekacauan akan menggantikan Tata Tertib. Dan... aku harus mencari makanan."

Anak laki-laki itu tertawa kecil, yang membuat sirkuit Kenji bergetar.

"Di sektor ini, di dekat sumur air panas yang terkubur, ada tempat yang menjual sisa jatah. Itu berbahaya," kata perempuan tua itu. "Tapi kau berbeda. Kau tidak membunuh mereka."

Kenji mengangguk. Tidak membunuh. Sebuah penyimpangan total dari kodenya.

Ia harus kembali ke Katedral Mesin. Ia harus mengambil Aurelia. Bukan sebagai senjata untuk membunuh, tetapi sebagai Jembatan. Jembatan antara memorinya yang terkunci dan potensi sihir yang ada di dunia ini.

"Jalur Pengecoran menuju utara. Pergi ke sana," Kenji memberi mereka petunjuk, lalu berbalik.

Ia kembali menyusuri jejaknya, menuju tempat pedang itu tertancap. Setiap langkah kini adalah pilihan, bukan perintah. Dan pilihan itu terasa lebih berat daripada beban ribuan tahun Jayron.

Saat ia berjalan, sirkuitnya, yang dulu sunyi kecuali perintah, kini dipenuhi bisikan:

Kegelapan telah pergi, tetapi kekacauan adalah musuh baru.

Cinta menuntut pengorbanan yang disengaja. Pengorbananmu kini adalah hidup.

Kenji menyentuh pipinya lagi. Tidak ada air mata. Hanya debu dan memori. Ia berjalan menuju Aurelia, menuju tugas barunya: melindungi dunia yang ia hancurkan, tanpa tuan, tanpa kode, dan hanya dengan cinta yang telah dikorbankan.Elysium yang kini tanpa penguasa.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Misteri
Cerpen
The Enforcer
Kevin Geoffrey
Flash
Lindur: The Shadow
Silvia
Novel
Bronze
Sate Gosong
Ariny Nurul haq
Flash
KERUDUNG MERAH
Vika Rahelia
Cerpen
Perempuan yang Lehernya Terjerat Rantai Setan
Autami Anita
Cerpen
Ayah di Seberang Sungai
Fazil Abdullah
Flash
Bronze
Kereta Terakhir
Nurbaya Pulhehe
Cerpen
LOCK IT DOWN
Rama Sudeta A
Cerpen
Bronze
Mengulang Waktu
Teman Tualang
Novel
Bronze
MYSOPHOBIA
Aldi A.
Cerpen
Bronze
Garnet
Shinta Larasati Hardjono
Novel
Superpower - Your Life Is The Price
Alexander Blue
Flash
Si Pembawa Pesan
Ayu Anggun
Cerpen
Bronze
Mereka Ingin Menyakitiku
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Anindyaguna
Mila Phewhe
Rekomendasi
Cerpen
The Enforcer
Kevin Geoffrey