Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Misteri
The Boy Who Never Came Back.
1
Suka
76
Dibaca

—The Boy Who Never Came Back

Hari itu, langit mendung tapi ngga hujan. Udara dingin banget kayak habis nangis semalaman. Gue jalan pelan di koridor sekolah yang masih sepi. Cuma ada suara sepatu gesek lantai dan denting bel di kejauhan. Pagi itu, semuanya terasa aneh. Kayak... kosong tapi rame di kepala.

Nama gue Nara, kelas 11. gue bukan tipe cewek populer yang disukai semua orang. gue cuma cewek biasa yang sering duduk di bangku paling belakang, sibuk coret-coret buku gambar sambil dengerin lagu-lagu lama. Tapi sejak Rei pindah ke sekolah ini, semuanya berubah.

Rei itu… gimana ya?

Dia bukan tipe cowok yang ganteng banget kayak di drama, tapi punya aura misterius yang bikin semua orang penasaran. Dia jarang ngomong, tapi kalau dia lihat lo, lo bakal ngerasa kayak dia bisa baca semua isi kepala lo.

Gue masih inget banget pertama kali dia duduk di sebelah gue.

“Seat’s taken?” katanya pelan, suaranya rendah banget, kayak bisikan di tengah malam.

Gue cuma geleng pelan.

Dia duduk, dan sejak itu, setiap hari gue jadi nungguin bel masuk cuma buat ngelihat dia datang.

Awalnya biasa aja. Tapi lama-lama… entah kenapa, gue mulai ngerasa ada yang aneh sama dia.

Chapter 1 — The Whisper Behind the Door

Hari itu hujan deras. Sekolah sepi, cuma sisa beberapa anak yang nunggu jemputan. Gue lagi ngerjain tugas gambar di kelas waktu gue denger suara dari ruang sebelah — kelas kosong yang udah lama dikunci karena katanya plafonnya bocor.

Suara itu… kayak bisikan.

Lembut, pelan, tapi jelas... kayak lagi manggil nama gue... (?)

“Nara... gue disini…”

Gue spontan berdiri, ngerasa bulu kuduk naik. gue pikir mungkin cuma halusinasi. Tapi pas gue jalan ke arah pintu, gue ngelihat sesuatu.

Di kaca kecil pintu itu, ada bayangan seseorang — tinggi, pakai seragam sekolah. Dan dia mirip banget sama Rei.

Gue buka pintunya pelan, tapi ternyata di dalam kosong.

Ngga ada siapa-siapa(?).

Cuma ruangan gelap dengan bau lembab dan dinding yang sedikit retak.

Waktu gue balik ke kelas, Rei udah ngga ada.

Padahal tasnya masih di sana, jujur aja gue bingung sekaligus merinding dengan semua hal ini.

Chapter 2 — The Journal

Besok paginya, Rei nggak masuk. Gue kira dia sakit, tapi setelah seminggu, dia masih nggak muncul juga. Guru bilang, katanya dia pindah lagi, tanpa alasan yang jelas. Gitu aja. Hilang.

Tapi anehnya, di laci meja gue, gue nemu buku kecil bersampul hitam. Nggak ada nama, cuma tulisan kecil di halaman pertama:

> “For Nara. Don’t open this when you’re alone.”

Gue kaget, tapi ya tentu aja gue buka. ya, pastinya lo juga bakal penasaran kan kalo diposisi gue?

Isinya catatan, kayak diary. Tapi tulisannya campur-campur — ada bahasa Inggris, kadang kayak kode yang gue ga kenal sama sekali.

Salah satu halamannya nulis kayak gini:

> “I don’t belong here. They think I’m one of them, but I’m not. The whispers call me back every night.”

Gue langsung merinding, apa maksudnya dengan kata kata ini?

Whispers?

Kayak suara yang gue denger waktu itu?

Di halaman terakhir ada satu kalimat yang aneh banget menurut gue,

> “If she hears the whisper too, tell her to stay away from the old room. It’s hungry.”

Gue langsung nutup bukunya, jantungku deg-degan. Gue bener bener nggak ngerti maksudnya apa, tapi dari malam itu, gue mulai mimpi aneh.

Chapter 3 — The Dream

Gue mimpi jalan di koridor sekolah yang gelap. Lampu-lampu kedip, dan ada suara langkah kaki di belakang gue. Tapi setiap gue perhatiin, ngga ada siapa-siapa.

Sampai akhirnya gue berhenti di depan pintu kelas kosong itu.

Dari dalam, ada suara lirih:

> “Nara… you found my journal, didn’t you?”

Gue kaget. Suara itu… itu suara Rei, gue ga salah denger lagi.

Gue mau buka pintu, tapi tiba-tiba ada tangan putih pucat keluar dari sela pintu dan narik gue.

Gue kebangun keringetan. Nafas ngos-ngosan. Jam di dinding nunjukin jam 3 pagi.

Dan dari meja belajar gue… buku Rei kebuka sendiri. Halamannya ngebalik pelan, kayak ditiup angin, berhenti di satu halaman kosong. Tapi tiba-tiba, muncul tulisan baru, tinta hitam masih basah:

> “Help me.”

Chapter 4 — The Return

Sejak malam itu, gue mulai ngelihat bayangan Rei di mana-mana. Di lorong rumah, di kaca jendela, bahkan di mimpi-mimpi yang makin jelas.

Kadang gue denger suaranya bilang,

> “Don’t go back there.”

Tapi kadang dia bilang,

> “You have to finish what I couldn’t.”

Gue bener bener bingung dan takut. Apa maksudnya?

Sampai suatu hari, gue nemu berita lama di koran yang terselip di perpustakaan sekolah.

Judulnya:

> “Siswa Hilang Ditemukan Tak Sadar di Ruang Tua Sekolah.”

Dan tanggalnya… satu tahun sebelum Rei pindah ke sekolah ini.

Nama di bawah foto itu kabur, tapi wajahnya… mirip banget sama Rei.

Chapter 5 — The Last Bell

Sore itu, gue balik ke sekolah sendirian. Nggak tahu kenapa, tapi gue ngerasa harus ke sana. Hujan rintik, suasana sepi banget. gue bawa senter kecil dan buku Rei di tangan.

Pas gue jalan di koridor, suara langkah kaki gue kayak gema sendiri. Setiap langkah makin berat, tapi gue terus maju sampai ke depan pintu kelas kosong itu.

Gue taruh buku Rei di lantai, lalu bilang pelan,

> “Rei… kalau lo di sini, gue cuma mau ngerti apa yang terjadi..., tolong kasih tau gue apa maksud lo..”

Suara hujan makin deras. Lampu koridor kedip.

Dan dari dalam ruangan, ada suara pelan banget, hampir kayak napas:

> “Nara…”

Pintu itu kebuka sedikit.

Gue lihat bayangan Rei berdiri di sana, pucat, tapi senyumnya lembut banget.

> “Thank you for remembering me,” katanya.

Gue nggak sempet jawab. Pintu itu tiba-tiba kebanting nutup, angin kenceng nyapu rambut gue, dan semuanya gelap.

Pas gue sadar, gue udah di UKS, katanya satpam nemuin gue pingsan di koridor.

Tapi yang aneh — waktu gue minta lihat buku hitam Rei, ngga ada. Laci mejaku kosong.

Epilogue — The Message

Udah sebulan sejak kejadian itu.

Sekolah udah normal lagi, semua orang kayak lupa kalau Rei pernah ada. Bahkan guru-guru bilang nggak pernah ada siswa baru bernama Rei.

Tapi gue tau gue ngga salah ingat.

Suatu malam, gue buka catatan gambar lamaku, dan di halaman belakang, ada satu gambar yang nggak pernah gue buat.

Gambar seorang cowok duduk di bangku sekolah, senyum, sambil ngelihat ke arahku.

Di bawahnya ada tulisan kecil:

> “Thank you for hearing me. You’re safe now.”

Gue diem. Dada rasanya hangat tapi juga dingin.

Entah kenapa, air mata ngucur pelan.

Mungkin itu cara dia bilang selamat tinggal.

Atau mungkin… dia masih di sini, somewhere, watching.

And sometimes, when the wind blows through the window at night, I swear I can hear him whisper—

> “Don’t forget me, Nara.”

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Misteri
Cerpen
The Boy Who Never Came Back.
chuang
Flash
REMEMBER ME
Ocha
Novel
BUNGA TANPA AKAR
Momo hikaru
Cerpen
Bronze
Segalanya tentang Cahaya
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
MUTASI DARI KAMAR BEDAH
Drs. Eriyadi Budiman (sesuai KTP)
Novel
Gold
KKPK Asyiknya outbound
Mizan Publishing
Flash
Kama
Khairunnisa
Flash
Bronze
Hei bro!
Bungaran gabriel
Cerpen
MY MUSE
KIN DOUTZEN
Cerpen
Suara Gemerincing Kereta Kencana Misterius Melaju Membelah Malam
Ryan Esa
Novel
FIRASAT
Rara
Novel
Alif Lam Mim
Zainur Rifky
Cerpen
Bronze
Kebaikanku, Tak Perlu Kau Bayar
Ron Nee Soo
Cerpen
Malayan Croatoan
N.P. Ramadhan
Skrip Film
JALAINI (Original Screenplay)
Ikhsannu Hakim
Rekomendasi
Cerpen
The Boy Who Never Came Back.
chuang