Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Thalasophobia
1
Suka
7
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Memikirkan kata “laut” saja membuatku takut. Apalagi pergi kesana dan bersenang-senang seperti yang lainnya. Cuaca sedang buruk hari ini, apalagi setelah pemberitaan badai di samudera pasifik yang meresahkanku. Kekawatiranku selanjutnya ada di posisi rumahku. Dua kilometer ke utara dari rumahku adalah laut.

Ayahku adalah seorang peneliti lautan. Dan saudara-saudaraku juga seorang pelaut. Ibuku juga seorang penyelam profesional. Hanya aku yang tak pernah mau menyentuh air laut lagi seumur hidupku! Aku sendiri seorang pengidap thalasophobia, artinya aku seorang yang takut laut.

Ada banyak alasan kenapa aku tak mau pergi ke tempat terkutuk itu. Pertama saat aku menemukan mayat orang tenggelam di pinggir pantai saat umurku enam tahun. Kedua, aku keracunan ikan laut. Ketiga, dan yang paling menakutkan, aku hampir tenggelam karena terseret ombak besar saat aku berulang tahun yang kesebelas.

Agggghhhhh... mengerikan mengerikan.

“Tony! Ayo turun kita sarapan!”

Itu suara ibuku. Aku harus cepat turun.

“Akhirnya kau turun juga, ayo ibu masak ikan.”

“Buuuuu, aku tak mau makan ikan.” Ujarku merajuk.

“Yaampun, sampai kapan kau tak mau berhubungan dengan laut? Ibu juga ingin kau seperti saudara-saudaramu yang lain.”

“Aku bukan mereka!”

“Sayang, biarkan saja dia tenang.” Suara ayah melerai kami, “dan Tony, ingat kata Miss Dorothy? Kau harus hadapi ketakutanmu.”

“Ayah tidak mengerti.”

“Ayah tahu, kau takut. Tapi habiskan dulu ikan itu, kau perlu bicara denganku setelah ini.”

Dengan sebal aku memakan ikan itu. Sial, rasanya ingin sekali aku alergi ikan sekali saja agar bisa menghindari makhluk terkutuk ini.

“Lagipula nak, itu adalah ikan sungai.” Lanjut ibuku.

Rasanya sama saja. Setelah aku menghabiskan makananku, aku berjalan ke teras bersama ayahku. Lalu kami duduk di kursi depan dan mengobrol.

“Sebenarnya aku juga pernah mengidap thalasophobia.” Kata Ayahku tiba-tiba.

“Apa itu benar yah?” Aku tak percaya.

“Iya. Tapi lihat sekarang profesi ayah, ayah seorang peneliti lautan.”

“Seharusnya itu tidak mungkin!”

“Benar sekali nak. Tapi aku punya cara menghadapi ketakutanku sendiri.”

“Bagaimana caranya?”

“Menenggelamkan diri di bak mandi yang airnya sudah kuberi garam.”

“Ewwwww...”

“Aku terpaksa, karena kakekmu orang yang keras. Dia mengancam akan mengusirku kalau aku masih jadi penakut, itu karena ia seorang nelayan. Mana mungkin ia membesarkan anak yang takut akan lautan?”

“Apa ayah akan mengusirku?”

Ayah memegang pundakku dan memegangnya erat, “Tidak. Tapi kau harus sering-sering pergi ke laut, atau kau mau memakan ikan terus di meja.”

“Aku tidak mau!” seruku sambil berdiri. “lebih baik ayah mengusirku daripada pergi kelaut!”

Suasana hening sejenak sebelum akhirnya Ayah menghembuskan napas dengan setengah kesal, “Kalau bergitu pergilah, aku tak mau melihatmu di rumah ini lagi!”

Ia berjalan ke dalam, membanting, dan mengunci pintu. Dengan kesal aku pun pergi ke lapangan basket. Aku bermain basket dan pergi bersama teman-temanku. Dengan uang yang selalu ada di saku jaketku, aku tak perlu kawatir lagi.

"Sialan!" umpatku sambil melempar bola basket ke dalam ring, sudah begitu tidak masuk pula.

Disaat teman-temanku tertawa, dalam hati aku masih merasa kesal. Memangnya ayah pikir aku bisa dibohongi dengan kata-kata demikian? Takut apanya?

"Hey, Tony!" Teriak Jeff dari kejauhan, "Kau mau ikut aku membantu di game center kan?"

Meski aku tak mau bicara, tetap saja aku menjawab ajakan si bocah pirang tersebut, "Iya! Setelah satu bolaku masuk!"

Aku berusaha menikmati permainan ini tanpa memikirkan kata-kata ayahku tadi.

Tak terasa, jam dua belas malam aku kembali ke rumah. Dan aku terkejut saat melihat seluruh barang-barangku ada di depan pintu. Dari luar telingaku mampu mendengar tangisan ibuku. Sial! Dia benar-benar serius!

“Sayang kau kejam sekali, Tony baru berumur empat belas tahun dan kau usir dia? Dimana hati nuranimu?” Suara ibuku terdengar bergetar.

Ayah membentak keras, “Sudahlah Elisa, aku tak akan mengijinkan dia kembali sampai dia mau ke lautan!”

“Kau tahu kan dia pengidap thalasophobia?”

“Aku juga mantan pengidap thalasophobia, dia harus jadi berani.”

Aku berusaha tidak menangis saat mendengar orang tuaku bertengkar. Surara mereka keras dan makin keras.

Prang!

“Elisa, kalau dia di sini, aku mau bilang, Tony! Ibumu menangis karena kelakuanmu! Dan piring ini pecah karenamu juga nak!”

Dok! Dok! Dok! Aku menggedor pintu beberapa kali.

“Ayaaahhhh Ibuuuu...”

Brak!

Ayahku membuka pintu depan dengan kasar. “Bukankah kau sudah kuusir? Kenapa masih berani kembali?”

“Besok temani aku ke laut! Dan..” aku melirik ibuku, “jangan sakiti ibuku.”

Hari esok pun tiba. Kami bertiga pergi ke laut. Aku hanya mual sepanjang perjalanan.

“Nak, aku hari ini bertugas di tengah laut. Siapkan dirimu.”

“Tidak!” Seruku.

“Kau mau kuusir lagi?!”

“Uh.. tidak yah.”

“Kalian pergilah.” Kata ibuku.

“Ibu mau kemana?”

“Ada toko alat selam baru, ibu mau ke sana, ada model baju selam yang bagus.” Ibuku masuk ke mobil dan pergi.

“Ayo nak!” Ayah menarik lenganku.

Sepanjang perjalanan aku hanya gemetar. Apalagi melihat ombak yang besar itu. Aku mau pingsan!

“Kalau kau ikut meneliti, kau akan kuperlihatkan hal menarik di sana.”

Wajah ayahku yang sekarang beda dengan semalam. Dia adalah monster saat marah.

“Apa itu yang menarik?”

“Pernah dengar algae?” Ayah bertanya sembari mengambil peralatan di kantornya.

“Di sekolah.”

“Kau tahu? Algae bercahaya saat gelap. Kau akan membawanya saat pulang.”

“Hari ini kan terang ayah.”

“Kita pulang malam nanti.”

“Apaaa??? Ayah nanti ada monster laut raksasa di sana!”

“Mereka hanya mitos.”

Sialan!

Kami akhirnya sampai di perahu kami. Ayahku mengemudikan benda ini ke tengah laut. Aku rasa aku..

“Kau harus kuat nak, tidak ada yang perlu kau takutkan di bawah sana.”

“Tapi ayah aku takut.”

“Kau tidak takut, lihat kita ada di laut sekarang.”

Aku melihat sekelilingku, seekor burung camar beterbangan di sekitarku. Dan matahari bersinar cerah, lebih terang dari pelampungku. Dan aku melihat lumba-lumba.

“Indah bukan? Tidak perlu takut.”

“Iya.”

“Kau tahu nak, aku dan ibumu bertemu di laut, saat itu aku yang meneliti karang melihat seorang wanita terjebak di antara tali kapal kami, demi tuhan! Haha! Kukira dia putri duyung! Dia cantik sekali.”

“Lalu kalau begitu kenapa ayah marah ke ibu semalam?”

“Itu karena dia terus memanjakanmu, maaf semalam aku menyakitinya.”

“Itu karena aku, aku juga minta maaf yah.”

“Tapi sekarang kau berani di lautan kan?”

“Benar!”

Cuaca yang tadinya panas menjadi dingin. Angin berhembus kencang menerpa layar.

“Ini tidak beres.” Ayah memandang ke arah laut yang perlahan mulai surut.

“Kenapa yah?” Aku mulai menahan mual.

“Ayo kembali!”

Kami pun berbali menuju daratan.

“Demi Tuhan!” seru ayahku panik.

Perahu kami terombang-ambing. Dari belakang kulihat gelombang besar tinggi bergerak cepat menuju kami. Ayahku pucat sekali. Dan aku ketakutan.

Dan gelombang itu menghantam perahu kami. Ayahku terlempar ke laut sedangkan aku masih bisa berpegangan. Perahuku terus bergerak ke daratan. Ini tsunami! Tsunami!

Tidak! Aku terlempar ke air! Aku tak bisa berenang!

“Uhuk! Tolong!”

Dan sebelum duniaku gelap, aku melihat bayangan ayah dan ibuku.

Gelap. Gelap.

Tamat

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Lovely Ex
Novel
Kapal Layar di Lautan
Rana Aksa
Novel
War of Hearts
Chrstin
Cerpen
Thalasophobia
Noer Eka
Novel
3 Titik Cinta Saturnus & Venus
제천대성
Cerpen
Tak Layak
Muhamad Irfan
Novel
PENGHARAPAN
Estiana
Novel
Letter
Langit_Berlari
Novel
Bronze
Titik Koma
Mitha Tiara
Novel
Kelam(in)
Alfian N. Budiarto
Novel
Sejak 1965
Seto Yuma
Komik
my SUPERMODEL lover
Ulivia Kartika
Skrip Film
Pirau
Matrioska
Flash
Hutang Fiksi
Sugiadi Azhar
Flash
Warna Pelangi
Rafael Yanuar
Rekomendasi
Cerpen
Thalasophobia
Noer Eka
Flash
Rekaman
Noer Eka
Flash
Two Killers
Noer Eka
Cerpen
Insomnia
Noer Eka
Flash
Truth or Dare
Noer Eka
Cerpen
Dalam Tidur
Noer Eka
Cerpen
LARI!
Noer Eka
Flash
Kecoak Terbang
Noer Eka
Cerpen
Tragedi Berak
Noer Eka
Cerpen
Kisah Pembunuh Berantai
Noer Eka
Novel
Catatan Sebelum Mati
Noer Eka
Cerpen
Tentara Yang Sendirian
Noer Eka
Cerpen
Menunggu Hukuman Mati
Noer Eka
Cerpen
Telepon Iseng!
Noer Eka
Novel
KALA SENJA
Noer Eka