Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Horor
Tetanggaku yang Pendiam
0
Suka
448
Dibaca

Sesungguhnya, aku tak tahu apa yang terjadi pada si Rahun. Bahkan, aku juga tak terlalu peduli. Namun, entah kenapa akhir-akhir ini rasa penasaran itu mulai menggerayangi pikiranku. Apa yang sebenarnya dia lakukan setiap malam? Kenapa setiap pagi ia selalu pulang dari arah timur perkampungan, dengan mata yang tampak sayu, kantung mata yang membengkak? Setiap kali kutanya, jawabannya selalu singkat dan tak jelas.

“Dari timur,” katanya, seperti itu saja. Itu jawaban yang sering kudapat ketika aku mencoba melontarkan pertanyaan-pertanyaan itu kepadanya.

Sudahlah, pikirku. Aku tak perlu terlalu mencampuri urusannya. Setidaknya, aku sudah bertanya, dan mungkin jawabannya itu hanya untuk mematikan pertanyaan-pertanyaanku yang lain. Mungkin dia hanya ingin membungkam mulutku seolah-olah dia tak ingin diganggu lebih lanjut.

Rahun memang seperti itu. Orangnya sangat tertutup, hampir tidak pernah bersosialisasi dengan orang lain. Ah, bahkan bukan jarang bersosialisasi, dia seolah tak pernah melakukannya sama sekali.

Aku melengos mendengar jawabannya. Sudah sering sekali dia menjawab begitu, dan aku sudah terbiasa. Tapi entah kenapa, rasa ingin tahuku terus bertambah, meski aku berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya.

Pernah suatu malam, tepatnya pada malam Jumat, aku menangkap basah si Rahun keluar rumah. Langkah kakinya cepat dan diam-diam. Ah, sudahlah, pikirku lagi. Aku tak ingin terlalu ikut campur dengan urusan orang lain. Lagi pula, apa pun yang dia lakukan pasti berakibat pada dirinya sendiri. Kalau dia berbuat baik, tentu saja baik pula yang dia dapatkan. Tapi kalau dia berbuat buruk, ya, itu urusannya. Biarkan dia yang menanggung akibatnya.

Aku pun melanjutkan tidurku. Namun, tidurku kali ini tak nyenyak seperti biasanya. Mataku sudah mengantuk, bahkan sangat mengantuk. Rasanya, tubuh ini begitu berat untuk tidur, tapi entah kenapa kesadaran ini tetap enggan pergi. Aku terjaga, seakan ada yang menghalangiku untuk terlelap. Dokternya sih bilang ini insomnia.

Akhirnya, aku memutuskan untuk menyesap sebatang keretek di teras rumah. Udara malam begitu sejuk, tapi ada yang terasa aneh. Sangat aneh. Kenapa tiba-tiba bulu tengkukku meremang? Angin malam? Mungkin, pikirku. Memang angin sedang berembus perlahan, menyejukkan tubuh. Tapi entah kenapa, rasanya tak seperti itu. Suatu keanehan yang semakin mengganggu.

Lama-kelamaan, tubuhku mulai terasa kaku. Pundakku terasa berat dan pegal-pegal. Apakah aku masuk angin? Tapi kenapa angin bisa masuk ke dalam tubuhku? Apa yang dicari angin dariku?

Mungkin sudah saatnya aku berhenti berpikir terlalu banyak. Kalau sedang sendiri, pikiran gila sering kali datang begitu saja. Semua hal dipertanyakan oleh otakku, entah karena apa.

Sebatang keretek sudah habis kusesap, hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu tenggorokan yang ingin mencicipi gurihnya aroma cengkeh yang bercampur tembakau. Alih-alih membuat mataku mengantuk, yang terjadi malah sebaliknya. Mataku semakin sulit terpejam, seperti ada yang menghalangi. Akhirnya, aku memutuskan untuk menambah dosis malam ini, agar kantuk yang tak datang itu tak mengganggu. Kopi hitam pahit pun segera kuteguk.

Sebelum melangkah ke dapur, aku kembali mengintip ke teras rumah Rahun yang kebetulan berada di samping rumahku. Lampunya menyala, yang berarti dia tidak ada di rumah. Biasanya, jika lampunya mati, itu berarti dia sudah pulang dan pasti ada di dalam. Sesuatu tentang kondisi rumahnya selalu menarik perhatianku. Aku sering kali mencium aroma yang tidak sedap dari rumah itu, seolah ada sesuatu yang terjebak di dalamnya.

Pernah terlintas dalam pikiranku, apakah mungkin Rahun sedang mengumpulkan sampah di dalam rumah? Rasanya mustahil, bukan? Atau, mungkinkah ada bangkai tikus atau kucing yang dibiarkannya begitu saja tanpa dibersihkan? Ah, aku sudah tak tahan, akhirnya kakiku melangkah mendekati rumah yang kini terlihat remang-remang dari luar. Ternyata, aku sudah berada tepat di depan teras rumahnya tanpa sadar.

Aku menoleh ke kiri dan kanan, mengamati sekitar teras. Terasnya cukup luas, dengan beberapa kursi dan meja di sana. Kadang, aku melihat Rahun duduk di situ, bergeming, seperti patung dengan tatapan kosong, terutama saat sore hari tiba. Aku tahu betul kalau Rahun ini tidak akan pulang cepat, karena biasanya dia pulang saat fajar menyingsing. Entah apa yang dia kerjakan. Mungkin pekerjaan yang mengharuskannya beraktivitas di malam hari dan tidur saat pagi. Apa dia seorang satpam? Rasanya tak masuk akal. Tetapi, untuk sementara, aku memilih percaya begitu saja.

Di tengah pikiran yang mulai melayang tentang semua kemungkinan mengenai Rahun, tiba-tiba aku dikejutkan suara gaduh dari atap rumahnya.

“Sialan!” umpatku spontan, menepuk dada yang nyaris copot karena terkejut.

Dua ekor kucing tengah bertengkar di atap rumah Rahun. Aku kenal betul dengan kedua kucing itu. Mereka sering mengikuti Rahun ke mana pun ia pergi. Tak lama, aku mulai melihat beberapa kucing lain yang biasanya berkeliling di sekitar sini, tapi akhir-akhir ini, sebagian besar dari mereka tidak muncul lagi. Tinggallah dua ekor kucing itu, yang sepertinya tak pernah akur dan terus bertengkar. Lalu, ke mana kucing-kucing yang lain? Ah, seharusnya itu tidak penting, pikirku. Aku terlalu banyak berpikir tentang hal-hal yang tidak perlu.

Aku ragu sekali untuk masuk ke teras rumah Rahun. Suasananya terasa seram, bahkan lebih dari biasanya. Malam ini seperti berbeda, seolah ada sesuatu yang menggelayuti udara, membuatku merinding hanya dengan memandang sekeliling rumah itu. Aku ingin lari, mencari tempat yang lebih aman. Mungkin ke pos ronda, tempat biasa para suami yang tak diizinkan masuk rumah berkumpul. Biasanya, mereka akan duduk di sana, menonton TV sambil ngobrol, ditemani dua hansip yang menjaga. Tapi begitu aku sampai di sana, tak ada seorang pun.

Pos ronda itu kosong. Ke mana mereka semua? Mungkin malam ini mereka sudah diizinkan masuk rumah oleh istri mereka, atau entah apa. Sudahlah, itu bukan urusanku. Aku tak tahu-menahu soal rumah tangga mereka. Aku duduk sendiri di bangku pos ronda. TV mati, mungkin hansipnya sedang libur. Sial, aku baru sadar kalau ini malam Jumat. Ah, pantas saja aku merasa ngeri sendiri. Orang-orang sering bilang, perkampungan ini memang terkenal seram. Lihat saja jalan-jalannya, sepi, gelap gulita. Tak ada lampu-lampu penerang jalan. Aku jadi ingat, ini ‘kan Indonesia. Tak heran kalau banyak perkampungan yang lampunya padam begitu saja. Jalan-jalan pun banyak yang berlubang. Bahkan kalau ada satu atau dua lampu yang menyala, dalam beberapa minggu pasti mati lagi dan tak diganti.

Aku terdiam sejenak, berpikir. Dengan keadaan seperti ini, wajar rasanya kalau banyak hantu berkeliaran di sini, pikirku. Hah! Itu membuatku tertawa sendiri. Kenapa aku menghubungkan masalah lampu dengan hantu? Tapi, ini Indonesia, kan? Bicara soal hantu dan hal mistis di sini sudah biasa, banyak yang mempercayainya. Sebenarnya, aku tak begitu percaya soal itu. Tapi entah kenapa, meskipun aku tak percaya, tubuhku justru menolak untuk tak percaya. Bulu-bulu di tanganku ini sudah berdiri sejak tadi. Itu artinya, tubuhku, kulitku, rambutku, semuanya seperti "made in Indonesia".

Di tengah pikiran aneh yang berkecamuk di kepalaku, tiba-tiba telingaku menangkap suara kelatak-kelutuk yang entah berasal dari mana. Leher dan kepalaku bergerak-gerak, mencari-cari sumber suara itu. Dari mana? Apakah dari timur? Barat? Utara? Atau selatan? Aku mencari-cari, tapi ternyata tak ada apa-apa.

Suara-suara itu tidak hanya terdengar sekali. Aku makin membelalak dan rambutku merasa tegang, merasa berdiri seolah potongan rambutku ini bergaya funky atau mohawk bahasa kerennya.

Tak berselang lama, suara-suara itu berubah seperti angin yang bergerak cepat. Aku spontan menengadahkan kepala ke langit. Astagfirullah. Astagfirullah. Ternyata ini yang membuatku tidak bisa tidur malam ini.

Itu apa? Itu seorang manusia. Seorang manusia! Dan dia terbang? Bagaimana mungkin seorang manusia bisa terbang? Jelas-jelas ini sesuatu yang sangat mustahil jika kita rumuskan dalam ilmu Fisika atau hitung-hitungan dalam Matematika. Manusia bisa terbang itu sudah melawan teori-teori dalam ilmu pengetahuan dan Sains. Tidak hanya terbang sekali, tapi seorang manusia itu bolak-balik dan berputar-putar tanpa busana. Posisinya seperti orang yang merengkuh diri, menekuk lutut dan siku-siku tangannya. Seolah kedua tangannya itu adalah sayap. Bagaimana mungkin?

Tengkukku tambah merinding. Perasaan makin tak enak saja. Dadaku sudah ingin mencelos. Apalagi mataku, jangan ditanya. Ini semua serba takut yang aku rasakan. Tapi, aku menyadari sesuatu. Aku menyadarinya saat sosok makhluk itu kelihatan wajahnya, ternyata dia adalah Rahun. Ya! Dia Rahun! Rahun yang tinggal di sebelah rumahku itu. Rahun yang selalu keluar di tengah malam dan pulang di pagi buta.

Jadi, aku makin mengerti sekarang bahwa si Rahun itu sering dibicarakan orang-orang tentang dirinya yang kerap ditemui menjadi Tuselaq atau Tuselak (semacam hantu jadi-jadian pemakan bangkai atau ari-ari bayi). Rahun, Rahun. Ilmu apa pula yang kau pelajari sehingga berubah jadi mengerikan seperti itu? Pantas saja kau tidak suka makanan manusia, dan sekarang kau pemakan bangkai. Apalagi salah satu makanan favoritmu adalah kodok sawah.

Ya, Tuhan!


-II-

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Horor
Novel
FRIENDS!
Emma N.N
Novel
Bronze
SINGGAH
Dwi Kurnia 🐻‍❄️
Cerpen
Tetanggaku yang Pendiam
Marion D'rossi
Cerpen
Sendang Jantur
Noctis Reverie
Flash
Mengakhiri Kesendirian
SURIYANA
Cerpen
Bronze
SURAT DARI KAMAR 304
Mxxn
Flash
Siapa Yang Tertawa Tadi Malam
Gita Sri Margiani
Cerpen
Bronze
Telung Dino
Iena_Mansur
Komik
AVENDOR
Audhy R.H
Novel
Bronze
Jamkos ~Novel~
Herman Sim
Flash
Bawah Tangga
Nurwahiddatur Rohman
Flash
Dia yang Malang
Nurai Husnayah
Flash
Fever
Rama Sudeta A
Cerpen
Bronze
Toko Peminta Tumbal
SUWANDY
Flash
Ayo Ikut
Laila NF
Rekomendasi
Cerpen
Tetanggaku yang Pendiam
Marion D'rossi
Novel
Rela Miskin Demi Cinta
Marion D'rossi
Cerpen
DISTORSI
Marion D'rossi
Cerpen
TUSELAK
Marion D'rossi
Novel
Bronze
Lovertone
Marion D'rossi
Novel
Bronze
TRAWANG
Marion D'rossi
Novel
Bronze
I am Your Boss
Marion D'rossi
Novel
Kekasih Pinjaman
Marion D'rossi
Novel
Idealism of Love
Marion D'rossi
Cerpen
LELAKIMU ADALAH
Marion D'rossi
Novel
Bronze
I am Your Boss 2: Merawat Harmoni
Marion D'rossi
Novel
Paradoks Waktu: Timeline
Marion D'rossi
Novel
TUSELAK
Marion D'rossi
Novel
Haram Jadah: Hari Pembalasan
Marion D'rossi
Novel
Di Antara Dua Hati
Marion D'rossi