Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Komedi
Tetangga Masa Elo?!
0
Suka
3,667
Dibaca

Bugh!

Tubuh Kejora tiba-tiba tersungkur ke lantai beserta isi tasnya yang berserakan. Sesuatu menabraknya. Atau—seseorang.

"Sorry!" Ucapnya cepat dan langsung berlari meninggalkan Kejora yang masih tersungkur di lantai.

"Serously?! Hey!" Kejora berteriak ke arah lelaki tadi yang menabraknya.

"Sorry! Gue buru-buru!" Lelaki itupun berteriak kembali seraya menoleh singkat pada Kejora.

"Bangke! Udah nabrak orang, bukannya nolongin." Gerutu Kejora seraya merapikan barang-barangnya yang berserakan dan memasukkannya kembali ke dalam tas.

Kejora baru akan berangkat ke kantor. Saat sedang berjalan menuju pintu keluar, seseorang yang tidak bertanggung jawab menabraknya dan tanpa rasa bersalah langsung pergi begitu saja.

"Ya ampun, Non! Kok, ngemper gitu, sih?" Seru seorang satpam yang tiba-tiba datang dan ia segera membantu Kejora membereskan barang-barangnya.

"Ditabrak orang, Pak! Orangnya nggak tanggung jawab," gerutu Kejora.

"Duh, serem amat, Non! Tanggung jawab itu berat, Non."

Kejora mengernyit.

Kenapa si Bapak jadi curhat?

Tanpa membalas ucapan Bapak satpam yang pagi-pagi sudah curhat, Kejora pamit dan melesat dari sana dengan cepat menuju lobby. Karena, pesanan taksi online-nya sudah menunggu sejak tadi.

***

"Gimana apartemen barunya?" Lisa—rekan kerja Kejora, ia duduk tepat di kubikel sebelahnya.

"Ya nggak gimana-gimana."

"Datar lo!" Ujar Lisa.

"Ya mau jawaban apa? Itu kan apartemen murah, yang terlihat biasa aja. Intinya, ya nyaman," lanjut Kejora dengan malas. Ia masih sibuk menyusun berkas-berkas yang akan dipakai untuk rapat hari ini.

"Udah kenalan sama tetangga sebelah elo?" tanya Lisa kembali.

"Belum."

"Elo ketok, dong pintunya. Bawa kue, kenalan gitu," Lisa memberikan saran yang tidak penting.

"Gue kan baru pindah semalam. Jadi, belum ada seorangpun yang gue kenal di sana," Kejora menekankan kata-katanya.

"Eh, iya juga, sih! Ya udah, hari ini kenalan sama tetangga, biar ada yang bisa ngawasin elo. Elo kan baru kali ini pisah sama orangtua elo."

"Gue bisa jaga diri, nggak perlu tetangga buat ngawasin gue," Kejora menoleh tajam ke arah Lisa. Tidak terima dengan ucapan Lisa, yang seakan-akan dia anak manja yang lemah.

Lisa hanya nyengir dengan menunjukkan deretan giginya.

***

Pukul tujuh sore lebih sedikit, Kejora sudah sampai di apartemennya yang nyaman. Walau peralatannya masih sedikit, tetapi Kejora senang. Akhirnya, ia bisa merasakan sebagai anak muda yang mandiri dengan tinggal sendiri dan terpisah dari orangtuanya.

Sebenarnya, sudah setahun yang lalu Kejora meminta ijin untuk hidup mandiri. Namun, ayahnya sangat tidak setuju. Beliau takut, Kejora kenapa-kenapa.

Begitu tatapannya turun dan mendapati ada dua tas reusable tergeletak di lantai dekat sofa, ia teringat dengan saran Lisa yang tidak penting.

Walau saran Lisa tidak penting, tetapi Kejora menurutinya. Ia sepulang dari kantor, langsung ke bawah menuju supermarket yang tepat berada di gedung apartemen yang sama. Hanya saja, supermarket ini berada di lantai paling bawah.

Kejora berbelanja bahan-bahan untuk membuat kue. Walau sebenarnya Kejora lelah, ia bergegas bangkit dan meraih tas reusable-nya yang penuh dengan belanjaan dan menuju dapur. Dengan cekatan, ia membuat kue.

Sejam ia bejibaku membuat kue, setelahnya ia langsung membersihkan dirinya. Begitu selesai mandi, ia duduk santai di ruang tamu dan menyalakan televisi, berharap mendapatkan tayangan yang cukup bagus. Ia hanya butuh waktu leha-leha. Seraya memasukkan Pringles ke dalam mulutnya, ia mengamati televisi yang menyangkan acara gosip selebriti.

Entah sudah berapa puluh menit menonton acara gosip, terdengar dari luar suara berisik. Sepertinya itu suara tetangganya baru saja datang. Sepertinya lebih dari satu orang.

Kejora menunggu beberapa menit dan ia mengambil kue yang sudah ia buat tadi dan sudah dimasukkan ke dalam kotak kue dengan sangat cantik. Lalu ia keluar dan mengetuk unit di depannya.

Setelah cukup lama ia mengetuk, akhirnya pintu tersebut dibuka. Muncullah seorang perempuan cantik dan seksi.

"Ya? Cari siapa?" tanyanya tidak ramah.

"Hay, saya Kejora, tetangga depan kamu. Baru pindah ke sini kemarin."

"Oh."

"Emm, ini kue buat kamu. Semoga suka yah," Kejora menyodorkan kuenya pada wanita di depannya dengan canggung.

Wanita tersebut menerimanya dan mengucapkan terima kasih lalu menutup pintunya langsung.

Kejora mematung di depan unit tersebut.

"Sangat tidak ramah. Bintang satu," oceh Kejora sendirian di sana.

Rasanya ia sangat menyesal membuat kue dengan sepenuh hati buat si tetangganya itu. Ternyata tetangganya sangat tidak ramah. Ya, beginilah hidup di kota besar. Mereka tidak peduli dengan sekelilingnya.

Sudah cukup hari ini. Ia memutuskan untuk bersantai di kasurnya yang nyaman.

***

Bugh!

Lagi! Kejora terjatuh, karena ulah seseorang yang menabraknya dari belakang—lagi.

"Sorry-sorry!" Ucap pria yang menabraknya dan sekali lagi—pria itu tidak membantunya. Ia malah berlanjut pergi dari sana.

Tidak kali ini!

Bugh!

Kejora melempar notes-nya ke arah kepala pria itu. Pria tersebut mengaduh dan mengusap-usap kepala belakangnya, lalu menoleh ke arah Kejora yang masih terduduk di lantai.

"Kok elo lempar gue, sih?" Pria tersebut datang menghampiri Kejora setelah ia memungut notes milik Kejora.

"Bantuin gue dulu!" Kejora tidak menjawab pria tersebut.

Pria tersebut akhirnya membantu Kejora membereskan berkas-berkas yang berserakan di lantai. Dan membantu Kejora berdiri.

"Ini kedua kalinya gue jatuh gara-gara elo dan elo dengan santainya main kabur aja. Hari ini, nggak akan ada toleransi lagi buat elo!" Kejora menatap tajam si pria tersebut.

Pria tersebut membawa kamera DSLR-nya di tangan kirinya dan membawa tas selempang. Tubuhnya tegap dan tinggi, karena Kejora hanya sebatas dada si pria tersebut. Rambutnya rapi, tersisir ke belakang, kulitnya cukup putih untuk seorang pria.

"Jadi, ini balas dendam?" tanya pria tersebut dengan tersenyum asimetris.

"Ini pelajaran buat elo yang seenaknya aja." Kejorapun langsung pergi meninggalkan pria tadi.

"Hey! Elo tinggal di lantai berapa?" Pria tersebut mengejar Kejora yang sedang berjalan cepat.

Kejora diam saja.

"Gue Pram," si pria tersebut menyebutkan namanya.

Kejora langsung masuk ke dalam taksi online yang sudah menunggunya sejak tadi.

Setelah masuk ke dalam mobil, ia menurunkan kaca jendelanya.

"Bye. Semoga kita nggak ketemu lagi!" Ujar Kejora tajam ke Pram yang masih berdiri mematung melihat respon Kejora padanya.

Dan mobilpun jalan meninggalkan si Pram yang hanya diam memandangi mobil yang ditumpangi Kejora.

Sejam perjalan menuju kantor, Kejora sudah disibukkan dengan pekerjaannya. Kebetulan, Divisi Consumer Card sedang merencanakan untuk mengeluarkan kartu kredit dengan seri yang berbeda-beda. Namanya My Passion Card. Ada beberapa jenis passion yang ditawarkan. Seperti, art, bake, dan travel.

Kejora menjadi project officer untuk art.

Dan seharian ini, ia disibukkan dengan proyek tersebut.

***

"Aku pulang ya, malam ini mamaku minta dianter ke Bandung," ujar Rian, kekasih Kejora.

Tadi, Kejora dijemput ke kantornya oleh Rian dan mereka sampai di apartemen Kejora. Setelah berbincang sebentar, Rian pamit karena malam ini ia dan ibunya akan ke Bandung. Tempat neneknya. Besok adalah Sabtu, itu adalah hari libur kantor Rian dan juga Kejora. Mereka tidak bekerja di kantor yang sama.

"Iya."

"Udah kenalan sama tetangga kamu?" tanya Rian.

"Udah dan jutek,", jawab Kejora meringis.

Rian tersenyum kecil. Setelah mengecup bibir Kejora dengan lembut, ia akhirnya keluar dari apartemen Kejora.

Dan Kejora pun memilih untuk tidur lebih cepat.

Sekitar pukul dua dini hari, Kejora terbangun karena ingin buang air kecil. Setelah selesai, ia ke dapur mengambil air minum.

"Kyaaaaaa!!!" teriak Kejora dengan sangat kencang, ia lari terbirit-birit tidak jelas ke segala arah dan akhirnya ia keluar dari unitnya seraya membanting pintunya dengan keras.

Napasnya tersengal, degup jantungnya tidak beraturan. Lalu, pintu unit di depannya terbuka. Muncullah pria topless hanya dengan celana kolor santainya, rambutnya acak-acakkan tapi pria itu tetap terlihat tampan.

Kejora melotot.

"Elo?!"

"Elo?!"

Ucap mereka masing-masing, karena terkejut dengan apa yang mereka lihat.

"Kenapa teriak-teriak?" Pram, akhirnya bertanya.

"Itu, ada kecoa di dapur," jawab Kejora.

"Di sini emang ada kecoa kecil-kecil. Jadi, jangan kaget," ucap Pram santai.

"Jadi, elo bisa usir itu kecoa, kan?" Kejora bertanya.

Pram masuk ke dalam unit Kejora, ia benar-benar mencari si kecoa kecil itu hingga tertangkap dan melemparkan kecoa tersebut ke dalam kloset dan menekan tombol flush.

"Udah!" ujar Pram setelah ia selesai mencuci tangannya di wastafel.

"Nggak ada lagi, kan?" tanya Kejora khawatir.

"Ada. Tapi, sekarang dia nggak bakal muncul."

"Apaan, sih?! Jawab yang bener! Gue takut sama tuh kecoa!" Sungut Kejora.

"Kalau takut, elo bisa tidur di tempat gue," jawab Pram dengan senyum jahilnya.

"Najis!" Umpat Kejora.

"Jadi, nama lo siapa?" tanya Pram akhirnya.

"Kejora."

"Kita tetanggaan ternyata."

"Udah, elo bisa keluar dari tempat gue. Nanti istri lo cemburu!"

"Istri?!" Pram tidak mengerti.

"Cewek kemarin itu, istri lo, kan?" Tanya Kejora.

"Kemarin itu rekan kerja gue," jawab Pram santai.

Kejora memicing tidak percaya.

"Jadi, kemarin yang nganter kue itu elo ya?" Pram kembali bertanya.

Kejora mengangguk.

"Kuenya enak. Ada lagi nggak?" Tanya Pram santai.

"Udah sana elo keluar dari tempat gue." Kejora mendorong tubuh Pram agar keluar dari unitnya.

Setelah Pram keluar, Kejora menutup unitnya dengan kencang. Masih terdengar suara dari luar.

"You're welcome!" Pram berteriak di depan unit Kejora.

***

Hari Sabtu waktunya berleha-leha menikmati libur. Kejora sejak pagi sudah masak dan membuat kue untuk cemilan ia di sore hari nanti. Ia benar-benar berencana untuk tidak melakukan apa-apa.

Ketika sedang asyik membaca novel kesayangannya, unitnya diketuk seseorang. Kejora segera bangkit dan membukanya.

"Elo ngapain?" tanya Kejora tanpa basa-basi.

"Ini." Pram menyodorkan sebotol besar cairan semprot anti kecoa dan nyamuk.

Kejora mengambilnya.

"Biar di tempat elo nggak ada kecoa lagi. Hmm, wangi. Elo masak ya?" Pram memajukan wajahnya, menghirup aroma unit Kejora dan masuk tanpa dipersilakan.

"Hey!" Kejora mengejar Pram yang sudah seenaknya masuk.

"Woww, elo masak sendiri, nih? Keliatannya enak," Pram menjilati bibirnya, seakan ia bisa merasakan rasa masakan tersebut.

"Gini ya, elo mending keluar, deh. Gue sibuk!" Kejora mencoba mengusir pria itu.

"Sibuk apa?" Netra Pram berkeliling.

"Ya, pokoknya gue sibuk. Ini hari libur gue!" Kejora terlihat kesal.

"Sibuk nggak ngapa-ngapain, kan? Gue nggak ganggu elo, gue cicip ya masakan elo."

Itu bukan sebuah pertanyaan. Pram langsung mengambil sendok dan piring yang ada di lemari dapur milik Kejora. Lalu dengan santainya, ia mengambil nasi beserta lauknya. Dan duduk di sofa depan televisi.

"Enak banget masakan elo, Jo," puji Pram.

"Jo?" Kejora bingung.

"Nama elo Kejora. Gue manggil elo, Kejo," jawab Pram santai.

"Ini ayam woku, kan? Enak nih! Tapi tempe gorengnya kurang garing," lanjut Pram mengkomentari masakan Kejora.

Kejora hanya melongo melihat tingkah laku Pram yang seenaknya itu.

"Sini, duduk. Ngapain berdiri di situ? Elo udah makan?" Pram seakan pemilik unit tersebut.

"Iya gue bakal duduk, karena ini tempat gue." Sindir Kejora.

Pram tampak tidak peduli. Ia terus melahap masakan Kejora dengan sangat lahap.

"Elo kelaperan?" tanya Kejora.

Pram mengangguk dengan mulutnya penuh isi makanan.

"Elo dari mana?" tanya Kejora.

"Gue makan dulu ya, nanti jawabannya." Pram melanjutkan makannya tanpa merasa terganggu dengan Kejora yang menatapnya dengan sengit.

Kejora mengabaikan Pram yang tengah kelaparan itu, ia melanjutkan membaca novelnya seraya memasukkan sepotong kue yang tersedia di piring kecil.

Pram selesai makan, ia berjalan menuju dapur dan langsung mencuci tangan dan mulutnya. Ia mengambil air minum di dispenser. Seakan ini adalah unitnya. Sangat santai dan tidak tahu malu. Itulah yang ada di pikiran Kejora saat ini.

Pram duduk di sebelah Kejora, ia mengambil kembali potongan kue di piring dan memasukkannya ke dalam mulutnya.

Ia bergumam seraya memejamkan matanya.

"Ini lembut banget kuenya. Kok, elo pinter, sih bikin kue?" Pram mengunyah kuenya dengan penuh minat.

Sebenarnya sangat lucu melihat reaksi Pram ketika memakan kue tersebut. Pria itu benar-benar melumat kuenya dengan hati-hati dan memejamkan matanya. Seakan ia merasakan kelembutan yang luar biasa.

Satu hal yang Kejora tangkap dari pria itu.

Pram menghargai makanan.

"Gue emang jago masak dan bikin kue," jawab Kejora tanpa lepas tatapannya dari Pram yang masih menikmati kuenya.

"Wah, hoki banget gue dapet tetangga kayak elo!"

"Dan, gue kurang beruntung punya tetangga kayak elo," balas Kejora santai.

Pram tertawa kencang sekali sampai matanya menyipit.

"Denger ya! Elo cewek pertama yang berani lempar gue pake notes dan jutekin gue."

"Wah, gue anggap itu pujian," Kejora menutup mulutnya, seakan itu sebuah pujian maha dahsyat.

"Gue fotografer. Tadi pagi, ada job yang harus gue kerjain. Foto-foto cewek seksi," Pram menaik-turunkan kedua alisnya.

"Jadi, cewek kemarin itu, model elo?" tanya Kejora penasaran.

"Ya, biasalah. Habis selesai foto, dia mau kenal gue lebih dekat, katanya. Gue ajakin aja dia ke apartemen gue. Dan, you know lah selanjutnya kita ngapain," lanjut Pram.

"Jadi, semua model elo, pernah elo tidurin?" Kejora tampak tak percaya.

"Nggak semua, sih! Tapi yang pasti, hampir semuanya."

"Gila!" Kejora melotot melihat Pram.

"Gimana dong? Gue kan ganteng!" Pram memuji dirinya.

Kejora hanya geleng-geleng kepala.

"Sekarang, elo balik ke unit elo. Udah kenyang, kan?" Kejora menutup novelnya.

"Yaaah! Gue masih pengen di sini."

"Nggak ada. Pulang sana!" Kejora mendorong paksa tubuh Pram hingga ke pintu.

"Kuenya enak. Gue belum habisin!"

"Nih! Elo bawa sana sama piringnya," Kejora menyodorkan piring yang masih berisi kuenya. Dan mendorong tubuh Pram sampai keluar unitnya.

"Nanti gue pulangin piringnya!" Pram masih bicara sebelum pintu ditutup.

"Nggak perlu!" Kejora langsung menutup dan mengunci unitnya begitu selesai mengatakannya.

Kejora menghela napasnya. Ia berjalan ke dapur, melihat piring bekas makan Pram yang belum dicuci.

"Kenapa gue dapet tetangga kayak gitu?" Kejora bicara sendiri seraya mencuci piring kotor tersebut.

***

Sudah empat bulan Kejora menempati apartemennya. Sebulan sekali, orangtua Kejora datang menjenguknya. Atau kadang Kejora yang datang ke rumah orangtuanya di Bogor. Dan, orangtua Kejora juga sudah mengenal Pram—si tetangga yang ramah dan baik hati—menurut orangtua Kejora. Belum tahu saja mereka kalau Kejora selalu dirampok makanannya oleh si Pram.

"Enak lo ya, kerja dikelilingi cewek seksi terus," timpal Kejora.

Saat ini, mereka sedang berada di unit Kejora. Setiap pukul delapan malam, Pram akan berkunjung ke tempat Kejora. Untuk menumpang makan tentu saja. Namun, kini Kejora sudah tidak mempermasalahkan masalah itu. Toh, sisi baiknya adalah, Kejora memiliki teman untuk makan malamnya.

Kecuali, jika Rian sedang berkunjung. Pram tidak akan datang.

"Biasa aja, sih! Cewek seksi tuh, maunya cowok tajir," balas Pram.

"Tapi, mereka bersedia tidur sama elo," ucap Kejora.

"Mereka penasaran dengan kemampuan gue di atas ranjang kayaknya," Pram menjawab seraya menaikkan sebelah alisnya.

"Narsis banget lo!" Kejora melempar kulit kacang ke arah wajah Pram.

"Eh, orangtua lo tinggal dimana? Gue nggak pernah lihat mereka ke sini," lanjut Kejora.

"Ada di Jakarta juga," jawab Pram enggan.

"Mereka–"

"Gue nggak mau bahas mereka." Pram memotong ucapan Kejora dan Kejora pun menghormatinya.

"Oiya, vacuum cleaner gue mana?" Kejora teringat sesuatu.

Pram kemarin meminjam vacuum cleaner-nya. Sampai hari ini, belum dikembalikan oleh Pram.

"Dipinjem sama Ronald."

"Ronald? Siapa itu?" Kejora tidak kenal dengan orang bernama Ronald.

"Rekan kerja gue. Kemarin, vacuum cleaner-nya gue bawa ke studio. Buat bersihin karpet di sana. Terus Ronald pinjem buat di tempat kost-nya. Jadi, masih sama dia," jelas Pram.

"Itu vacuum punya siapa?" tanya Kejora.

"Elo."

"Yang pinjam siapa?"

"Gue, terus Ronald."

"Gue nggak kenal Ronald. Ngapain elo pinjemin ke Ronald? Itu kan punya gue!" Kejora gemas. Bukan gemas seperti sedang melihat bayi. Namun, ia gemas ingin menjambak rambut Pram dengan kencang sampai rambutnya terlepas semua. Biar botak sekalian!

"Dia pinjem sama gue, ya gue kasih."

"Elo nih—ya ampun Pram! Besok itu vacuum cleaner harus ada di sini," Kejora menarik lengan Pram agar pria itu berdiri.

"Besok gue nggak ketemu Ronald."

"Gue. Nggak. Peduli." Kejora menarik tubuh Pram agar keluar dari unitnya.

"Nggak bisa gitu, dong, Jo!"

"Kalo besok itu vacuum belum gue terima ...jangan harap elo bisa makan di sini!" Kejora menutup pintu unitnya dengan kencang. Pram di luar menggedor-gedor agar dibukakan kembali.

"Jo! Besok gue kelaperan gimana?" Teriak Pram dari luar.

"Gue nggak peduli. Balikin vacuum gue!" Kejora pun berteriak dari dalam.

Dan ia masuk ke kamarnya setelah mengunci pintu unitnya. Ia tak peduli lagi dengan gedoran dari Pram di luar sana.

Sesekali, Pram harus diberi pelajaran.

***

Acara kantor Kejora berjalan lancar. Hari ini, launching kartu kredit seri My Passion Card. Semuanya aman. Bintang tamu juga lancar membawakan acara. Tidak ada masalah. Kejora senang. Ia berhasil menyelesaikan tugasnya bersama timnya.

Acara ini, menampilkan bintang tamu dari para artis yang sedang naik daun. Lebih banyak penyanyi dan band yang diundang. Para tamu undangan juga sangat antusias.

Selepas acara tersebut, Kejora dan Lisa mampir ke sebuah Mal. Awalnya mereka memang ingin menonton di bioskop midnight. Sampai pada saat ketika masuk ke bioskop, mata Kejora terpaku pada satu sosok yang sangat kenal.

Rian ada di sana. Namun ia tak sendiri. Ada seorang wanita bersamanya, bergelayut manja, kedua tangan wanita itu melingkar di pinggang Rian. Lalu, Rian mengecup sudur bibir wanita itu.

Tak sengaja, Rian pun melihat Kejora yang berdiri mematung sambil melihat mereka. Rian terkejut, tetapi ia tak melakukan apapun. Ia kembali menyeret wanita itu pergi dari sana. Kejora hanya diam saja. Ia sendiri bingung harus apa.

"Itu bukannya Rian?" Lisa menunjuk ke pasangan tadi.

"Iya."

"Kok elo diem aja, sih? Rian selingkuh, tuh!" Lisa menggoyangkan bahu Kejora.

"Gue harus apa? Dia udah lihat gue dan dia seakan-akan gue bukan siapa-siapa," lirih Kejora.

Akhirnya, rencana menonton film urung. Mereka pulang. Kejora hanya duduk di karpet berbulu di ruang tamunya. Ia hanya memandangi televisi yang menyala tanpa berniat menonton.

Tak lama terdengar suara ketukan pintu dari luar. Kejora bangkit dan Pram yang datang.

"Elo, kok baru balik? Gue udah laper dari tadi, tahu!" gerutu Pram seraya masuk ke dalam tanpa harus menunggu dipersilakan oleh Kejora.

Sudah biasa.

Kejora duduk kembali di atas karpetnya. Pram masih sibuk mengambil piring dan aneka lauk pauk yang Kejora masak tadi pagi.

Tak lama kemudian, Pram duduk di sebelah Kejora.

"Elo kenapa?" Tanya Pram. Kejora tampak murung.

"Kalau cowok selingkuh—itu kenapa?" tanya Kejora tanpa menoleh ke Pram.

"Emang demen selingkuh, ada kesempatan, sok ganteng, atau emang ada masalah di pacarnya," Pram menjawab

"Rian selingkuh."

"Hah?! Yang bener lo?" Pram tampak tidak percaya.

"Tadi gue lihat dia sama cewek di bioskop. Dia lihat gue juga dan dia nggak melakukan apa-apa ke gue. Dia langsung pergi dari sana sama ceweknya."

"Hmm, rumit ini." Pram mengusap-usap dagunya seperti tampak berpikir.

"Tapi, bagus kan? Elo belum nikah, dan ketahuan selingkuh sekarang. Berarti, Tuhan baik sama elo. Dia kasih jawaban, kalau Rian emang bukan jodoh elo," lanjut Pram.

"Kok bagus, sih?! Gue sedih tahu! Apa yang salah sama gue? Apa karena gue nggak mau make out sama dia, dia akhirnya selingkuh?" Kejora akhirnya menangis, air matanya tumpah ruah yang sejak tadi sudah berusaha ia tahan.

"Hey! Jangan salahin diri elo, Jo. Nggak ada yang salah sama diri elo. Dia yang salah. Dia yang bego!" Pram meletakkan piringnya dan mencoba merangkul pundak Kejora yang bergetar karena menangis.

"Gue sayang banget sama dia, Pram!"

"Tapi, dianya nggak tahu diri! Buat apa elo tangisin laki kayak gitu?" Pram melanjutkan.

"Gue nggak tahu, apa gue bisa bertahan tanpa Rian?" Kejora menatap mata Pram.

"Percaya sama gue! Elo bisa! Sebelum sama dia, elo juga sendiri, kan?" Pram mengusap pundak Kejora dengan lembut.

Kejora terdiam. Pram menghapus jejak air mata di pipi Kejora.

"Jangan nangis lagi ...gue laper soalnya," ucap Pram.

Seketika, Kejora tertawa lepas mendengar celetukan dari Pram.

"Dan elo nggak cocok bersikap manis kayak tadi, Pram. Geli gue!" Kejora mengusap air matanya sambil tertawa kecil karena tadi.

"Iya, kita emang nggak cocok punya sikap sentimentil kayak tadi. Kita lebih cocok kalo saling ngatain," ujar Pram.

Kejora masih tertawa. Ia masih sedih, tetapi saat ini, Pram menemaninya. Dan ia cukup terhibur dengan tetangganya yang sedikit aneh ini. Pram benar-benar melanjutkan makannya. Ia bercerita tentang pekerjaannya hari ini dan Kejora mendengarkan.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Komedi
Cerpen
Tetangga Masa Elo?!
Venus
Cerpen
Bronze
Purnama di atap rumahku
Desy Sadiyah Amini
Flash
Bronze
Kamis Oke
Arif Holy
Flash
Penulis Paling Berbakat di Dunia
Rafael Yanuar
Komik
Gold
Abu Sule
Kwikku Creator
Flash
Bronze
U P I L
John Baba
Flash
Bronze
Karena 271 Triliun
penulis kacangan
Flash
BOIM
Mr. Nobody
Flash
Bronze
Untung Tidak Berpikir
Arif Holy
Cerpen
Bronze
Tante Tuti
Emma Kulzum
Komik
Creamy & Rem
Ictos Gold
Flash
Paket Premium
Kopa Iota
Flash
SHAMPOO
Wiji Lestari
Flash
Bronze
Cetik
Bakasai
Flash
DUEL
V.N.Lietha / Vica Lietha
Rekomendasi
Cerpen
Tetangga Masa Elo?!
Venus
Novel
Hello Again!
Venus