Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Matahari siang membakar ubun-ubun, mengirimkan gelombang panas yang memuakkan ke setiap sudut sekolah. Hiruk pikuk Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah, atau yang lebih akrab disebut MPLS, mencapai puncaknya. Ratusan murid baru, berseragam putih-biru, tumpah ruah di lapangan basket, antre mengular panjang demi selembar tanda tangan dari para ketua OSIS dan ketua ekstrakurikuler. Suara riuh rendah memenuhi udara, bercampur tawa dan rengekan lelah.
Di tengah semua kekacauan itu, Fano, si Ketua OSIS berwibawa yang namanya sudah melegenda, mencoba mempertahankan ketenangannya. Kemeja putihnya sedikit lepek oleh keringat, namun rahangnya tetap terkatup rapat, menampilkan aura kepemimpinan yang tak tergoyahkan. Tangan kanannya bergerak lincah membubuhkan tanda tangan di buku-buku MPLS yang disodorkan. "Nama?" tanyanya berulang kali, suaranya mantap, walau di dalam benaknya ia merutuk lelah. Rapat OSIS semalam suntuk telah menguras energinya, dan pagi yang melelahkan ini terasa tak ada habisnya.
Sejenak, di antara puluhan wajah baru yang bersemangat namun kelelahan, pandangannya terhenti. Di sudut lapangan, di bawah rindangnya pohon mangga yang daunnya rimbun, ada seorang gadis. Ia duduk bersandar santai, kakinya disilangkan, seolah tak terganggu sedikit pun oleh keramaian. Rambut hitamnya tergerai melewati bahu, memantulkan kilau matahari. Wajahnya yang mungil dan imut terkesan cuek, matanya menatap entah ke mana, sama sekali tidak ikut berebut tanda tangan seperti siswa lain. Di sebelahnya, seorang gadis lain yang lebih tinggi dan lebih ramai, sepertinya kakaknya, ChaCha, sibuk tertawa terbahak-bahak sembari memainkan ponsel.
Fano merasakan sesuatu menghantam dadanya. Bukan lelah, tapi sebuah sensasi aneh yang menggelitik, menjalar hangat di pembuluh darahnya. Jantungnya berdebar, sedikit lebih cepat dari biasanya. Ia menco...