Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Horor
Bronze
Terjebak Dunia Arwah
0
Suka
27
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Bab 1 – Rumah Susun di Tengah Kota

Angin Jakarta, selalu membawa serta bisingnya kota—deru kendaraan yang tak pernah tidur, riuhnya percakapan yang samar dari lantai dasar, dan aroma masakan dari warung-warung kaki lima yang berjejer di sepanjang jalan. Bagi Laras, semua itu adalah simfoni baru yang mengiringi awal kehidupannya yang mandiri. Ia telah meninggalkan hiruk pikuk kota kecilnya di Jawa Tengah, sebuah tempat di mana setiap orang tahu siapa tetangga mereka dan gosip menyebar lebih cepat daripada berita. Kini, ia adalah seorang mahasiswi baru di salah satu universitas bergengsi di ibu kota, dan tujuannya hanya satu: fokus pada studinya, meraih gelar sarjana hukum, dan membuktikan kepada dirinya sendiri bahwa ia bisa.

Rumah susun ini, meskipun sederhana, terasa seperti istana baginya. Unitnya berada di lantai tiga, Blok D—sebuah nomor yang terasa cukup unik dan mudah diingat. Dari jendelanya, Laras bisa melihat hamparan atap rumah-rumah dan gedung-gedung yang memanjang sejauh mata memandang, diselingi oleh hijaunya pepohonan yang entah bagaimana masih bertahan di tengah hutan beton ini. Langit, yang seringkali memudar oleh polusi, terkadang bisa menyajikan gradasi warna jingga dan ungu saat senja tiba, sebuah pemandangan yang selalu berhasil menenangkan jiwanya setelah seharian berkutat dengan buku-buku tebal.

Pindah ke kota sebesar ini memang bukan perkara mudah. Sejak tiba di Stasiun Gambir dengan koper besar dan ransel penuh buku, Laras sudah merasa seperti sebutir pasir di tengah gurun. Namun, tekadnya kuat. Orang tuanya, yang hidup sederhana di kampung, telah menaruh harapan besar padanya. Ia tak boleh mengecewakan mereka. Sewa rumah susun ini memang tak murah, tetapi lokasinya yang strategis—hanya lima belas menit berjalan kaki dari kampusnya—membuatnya menjadi pilihan yang paling masuk akal. Lagipula, ia tak butuh kemewahan. Hanya butuh tempat untuk tidur, belajar, dan sesekali melepas penat.

Minggu-minggu pertama di rumah susun berjalan mulus, bahkan cenderung menyenangkan. Laras adalah gadis pendiam, namun ia tahu bagaimana caranya bersosialisasi. Ia selalu tersenyum ramah saat berpapasan dengan tetangga, mengucapkan salam singkat, dan tak jarang membantu mengangkat belanjaan ibu-ibu yang terlihat kerepotan. Responsnya pun baik.

Bu Minah, seorang wanita paruh baya yang tinggal tepat di unit seberangnya. Rambutnya selalu digulung rapi, dan senyumnya hangat seperti ibu sendiri. Ia seringkali menawarkan Laras sepiring singkong goreng atau secangkir teh hangat saat Laras pulang kuliah sore-sore. "Nduk, ayo mampir dulu. Jangan melulu belajar," katanya suatu sore, matanya mengerut karena senyum. Laras selalu menolak dengan halus, beralasan banyak tugas, namun hatinya tersentuh oleh keramahan Bu Minah. Keberadaan Bu Minah memberinya rasa aman, seolah ada seseorang yang mengawasinya dari jauh, seperti ibunya di kampung.

Di samping unit Bu Minah, ada keluarga Pak Raji. Mereka adalah keluarga kecil dengan satu anak laki-laki berusia sekitar sepuluh tahun bernama Danu. Pak Raji adalah seorang satpam di sebuah bank swasta, tubuhnya tegap dan suaranya berat, namun selalu ramah saat berpapasan. Istrinya, Bu Dewi, adalah ibu rumah tangga yang sering terlihat menjemur pakaian di balkon. Danu, bocah periang itu, sering terlihat bermain sepeda di koridor lantai tiga, meskipun kadang-kadang Pak Raji harus menegurnya agar tidak mengganggu tetangga lain. Laras sempat berpikir, betapa indahnya memiliki keluarga kecil seperti mereka di masa depan. Mereka adalah cerminan kehangatan dan kebersamaan yang Laras rindukan dari kampung halamannya.

Selain mereka, ada juga Pak Hadi, seorang pria paruh baya yang selalu mengenakan kemeja batik dan kacamata tebal. Ia sering terlihat membaca koran di bangku taman depan rumah susun setiap pagi. Ia adalah pensiunan guru sejarah, dan Laras sering mendengar ceritanya tentang Jakarta tempo dulu saat mereka berpapasan di tangga. Pak Hadi selalu menyapanya dengan panggilan "Nak" dan memberinya nasihat-nasihat bijak tentang kehidupan. Ada pula Mas Budi, seorang pekerja kantoran yang unitnya tak jauh dari Laras. Ia jarang terlihat, tapi selalu menyapa Laras dengan anggukan dan senyum sopan saat mereka berpapasan di lift. Ia tipe pria metropolitan yang sibuk, selalu terburu-buru, namun tetap menjaga sopan santun.

Setiap pagi, saat Laras bangun, ia akan mendengar derit pintu unit Bu Minah terbuka, diikuti suara sikat gigi yang beradu dengan keran air. Lalu suara adzan subuh dari masjid ...

Baca cerita ini lebih lanjut?
Rp15.000
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Horor
Cerpen
Bronze
Terjebak Dunia Arwah
Christian Shonda Benyamin
Flash
Dia Datang dalam Keadaan Berantakan
bomo wicaksono
Skrip Film
'AIN
Sastra Introvert
Cerpen
Bronze
Kejadian Mistis Pada Pohon Dekat Masjid
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
The Hollow Rite
Okhie vellino erianto
Novel
Pesugihan sate Gagak Mang Yopi
Shinbul
Flash
Dari Dimensi Lain
bomo wicaksono
Flash
Tawa Kuntilanak
Roy Rolland
Cerpen
Ssst ... I See You
winda aprillia
Cerpen
Bronze
Boneka Bobo
Christian Shonda Benyamin
Flash
Parkir Rektorat
anaibeterbangan
Novel
Gold
Fantasteen Closer
Mizan Publishing
Cerpen
Bronze
Kota Mati/ Langit tanpa suara
Novita Ledo
Flash
Besok Ada Yang Mati
Ahmad R. Madani
Cerpen
Bronze
Bayangan Suamiku Menghilang
Bintang kecil@15
Rekomendasi
Cerpen
Bronze
Terjebak Dunia Arwah
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Boneka Bobo
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kakek Memanggil
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Lonceng Berdentang
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kutukan Merapi Tua
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Guru BU Ratmi
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Email Maut
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Panggilan Dari Bawah Tanah
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Cermin Diri
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Panggilan 13
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kultus Sebuah Lagu
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Bayangan Reno
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Simfoni Terlarang
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Arah Kompas
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kutukan Merapi Tua
Christian Shonda Benyamin