Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Self Improvement
Terbuang Dalam Mager
0
Suka
44
Dibaca

Pukul 7 pagi, silau matahari menembus kaca kamarku yang bening. Lalu ibu datang dengan teriakan biasanya.

“Rey, kamu siang terus bangunnya. Ayo cepet mandi dan berangkat sekolah. Jangan mageran terus dong!”

Begitulah frasa inti yang selalu terucap oleh ibu. Selalu memberi peringatan kepadaku tentang betapa tidak baiknya menjadi sosok yang malas gerak. Padahal, kenapa perlu sebising itu soal diri yang mageran ini? Bukankah mageran itu tanda menikmati dan mensyukuri hidup?

“Tapi ini tanggal merah bu, ngapain harus mandi?” tanyaku. Lalu sang ibu melihat kalender di ponselnya. Dan benar, hari ini tanggal merah. Selayaknya manusia pada umumnya, ini merupakan momentum untuk bermalas-malasan. Namun ibu tidak mau kalah.

“Ya ngapain kek. Olahraga, main futsal sama temanmu, atau bersihin teras yang sudah banyak sampah daun kering. Ayo gerak cepetan!”

Melihat intensitas bicaranya yang semakin bawel, aku bangun dan merapihkan bekas tidurku semalam. Rasanya sangat malas, badanku seperti ditarik magnet pada kasur. Sesekali aku kembali menjatuhkan badan, lalu bangkit kembali dengan ruh yang terasa berat.

“Kalau kamu gak mau kemana-mana, coba sapu teras dulu aja ya Rey. Habis itu terserah kamu, mau tidur atau main game seharian.” kata ibu yang sedang mencuci baju.

“Iya bu, bentar.” ucapku dengan nada yang sangat malas.

Kasur sudah beres, aku melangkah ke teras rumah. Benar saja, daun dari pohon rambutan banyak berguguran. Daun itu bukan hanya karena diterpa angin, namun juga oleh hujan deras yang beberapa hari ini hadir ke muka bumi.

Laluku ambil sapu lidi di belakang rumah. Namun merasa wajah ini masih kusut, aku menyalakan keran dan membasuh muka. Rasanya segar, membuat diri pada kesadaran penuh.

 Hanya menghabiskan waktu 20 menit, teras rumah sudah kembali bersih dari daun rambutan yang gugur.

“Akhirnya,” gumamku sambil merenggangkan pinggang. Aku kembali ke dalam rumah dengan kembali pada versi ruh dan tubuh yang malas. Di meja makan terlihat ada sepotong roti yang sudah di isi selai kacang. Rasanya tidak mungkin ibu buat untuk orang lain, melihat Ayah masih di luar kota, dan kakak masih di tanah rantau.

“Bu, ini rotinya ku makan ya. Terasnya sudah beres,”

“Iya, makasih ya.” jawab ibu sederhana. Aku kembali ke kamar dengan langkah yang senang. Dan bruk! Tubuh ini kulemparkan pada kasur yang seperti bermagnet itu. Laluku buka ponsel, ke tiktok, Instagram, dan terakhir bermain Clash of Clans. Sampai jam menunjukan pukul 10.30, aktivitasku hanya berputar pada aplikasi ponsel itu. Dan pada akhirnya, aku kembali terlelap sejenak.

Aku terbangun pukul 11.30. Mataku kembali berat, bibirku terasa lebih basah. Ada gumpalan liur di sebelah kiri bibir membuat tangan kananku refleks mengelapnya. Namun hati kecilku bertanya, “Apakah caraku menikmati hari libur ini sudah benar?”

Mungkin iya, karena tidak ada landasan apapun yang menyatakan benar atau salah. Tapi sialnya, standar dunia adalah paradoks kebiasaanku ini.

===

Tanggal merah berakhir, aku kembali ke sekolah dengan rutinitas seperti biasanya. Suasana begitu ramai saat aku memasuki ruang kelas. Tidak ada yang spesial, semua dengan rutinitas normal seperti biasanya. Ada yang masih mabar game, bermain ular tangga, ada juga yang hanya melamun meratapi buku. Namun saatku duduk, Ranti menyapa dengan menyenggol bahu kiriku.

“Rey, kemarin kemana gak datang?” tanyanya dengan antusias. Mendengar pertanyaan itu, aku meresponnya dengan wajah bingung.

“Hah? Emang kemarin ada apaan?”

Lalu Ranti membuka ponsel, dan memperlihatkan poster di whatsapp grup kelas yang sudah di bagikan dua hari yang lalu.

“Ini loh Rey, kemarin aku udah bagikan posternya di grup. Ada Edufest di balai kota yang dihadiri oleh berbagai perwakilan kampus ternama. Kita jadi banyak dapat informasi tentang jurusan kuliah. Apalagi buat anak-anak yang belum tau arah hidupnya, insightful banget tau. Sayang banget kemarin kamu gak ada.”

Aku terdiam sejenak, lalu membuka ponsel juga. Dan benar saja, ada 100 pesan lebih yang belum dibuka. “Oalah, hehe.” Jawabku untuk formalitas sejenak. Aku cermati lebih dalam lagi, dan benar saja, sungguh disayangkan. Aku melewati kesempatan untuk membuka pikiran tentang dunia baru yang sebentar lagi akan aku hadapi.

Tapi tunggu, kata-kata tadi seperti sesak juga, “buat anak-anak yang belum tau arah hidupnya,”

“Iya juga, aku kalau kuliah harus jurusan apa ya?” gumamku dalam hati sanubari. Sudah menginjak kelas 11 SMA semester 2, aku belum menentukan harus apa di masa depan.

“Kamu emang habis lulus mau kemana Ran?” tanyaku pada Ranti.

Dengan tersenyum lebar, dia percaya diri menjawab, “Aku ingin masuk hubungan Internasional UNPAD. Biar bisa jadi diplomat muda, hihi.”

Mendengar jawaban itu, aku sedikit tersenyum. lalu aku tanya seorang di belakangku, yaitu Alex.

“Lex, kau sudah ada rencana kuliah juga?”

“Udah dong! doakan gue keterima di Sastra German di UI.”

Mendengar jawaban itu, aku tambah menciut. “Kemana aja aku selama ini? orang-orang sudah menentukan arah hidupnya.”

Lalu tiba-tiba, Fikri menyentuh bahu kiriku dan bertanya, “Kalau dirimu mau kemana Rey?”

Aku membisu, bingung harus memberikan jawaban apa. Namun rasanya harus jujur, daripada ngarang dan terlihat asal bunyi.

“Belum tau nih, hehe.”

Ranti menanggapi, “Nah itu dia, sayang banget kamu gak datang. Padahal kalau kamu bisa hadir, mungkin kamu tau harus kuliah apa.”

Aku kembali terdiam membisu dengan mengembungkan pipi.

“Kapan lagi acara seperti itu Ran?” tanyaku.

“Mungkin tahun depan, tapi kita nanti udah jadi kelas 12. Pasti bakal lebih fokus dengan belajar untuk UN.”

“Oalah,” ucapku untuk menutup pembicaraan. Perlahan, aku menyesali magerku kemarin. Seharian hanya bermain game dan rebahan di kasur, saat yang lain pergi mencari inspirasi hidup. Aku juga menyesali menganggap remeh omongan ibu. Meski beliau tidak tahu akan ada edufest ini, namun ajaibnya seorang ibu memang luar biasa. Nasihatnya benar-benar dahsyat.

Jam pulang sudah tiba, para siswa berhamburan di pintu utama sekolah. Namun kali ini berbeda, bahasan berbisiknya bukan lain soal main, namun soal edufest kemarin.

Jadi, mageran ini ternyata salah ya?” gumamku dengan rasa penuh penyesalan. Ponsel mereka terlihat dengan logo-logo kampus, foto-foto kemarin saat edufest, hingga senyum bahagia dari anak kelas 11. Sementara aku, hanya melihat mereka yang senang dengan ambisi barunya. Sial, aku benar-benar merasa aneh sendirian. Aku tidak tahu habis masa putih abu ini harus kemana.

Dan benar saja, aku baru tersadar. Masa muda ini memang tidak layak terlalu menikmati hidup. Akan ada arena tempur baru yang lebih keras lagi untuk aku hadapi. Aku harus segera mencari informasi tentang dunia kuliah nanti. Namun yang lebih penting lagi, aku harus menemukan siapa diriku sebenarnya.~

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Self Improvement
Cerpen
Pundak Perintis
Adam Nazar Yasin
Cerpen
Terbuang Dalam Mager
Adam Nazar Yasin
Cerpen
Melintasi Dimensi
Kirana
Flash
Bisakah Aku Jadi Dewasa?
lidia afrianti
Cerpen
Bronze
Yu Rus Tak Pernah Utang
Kinanthi (Nanik W)
Cerpen
Akhsara
Riyan Iyan
Flash
Seri Kerangka Berpikir: Sudut Pandang
M. Fagih Alhafizh
Flash
Seri Kerangka Berpikir: Konflik Sang Penggerak Plot
M. Fagih Alhafizh
Cerpen
RESEP KEDUA AYU
ari prasetyaningrum
Cerpen
Bronze
Mushola Kecil Di Tengah Komplek
T. Filla
Cerpen
Blue Life
Adam Nazar Yasin
Cerpen
Bronze
Keringat dan Luka
Bang Jay
Flash
A PIECE OF LIFE ABOUT ME
Kimijuliaaa
Cerpen
Bronze
Dia Sofia
Titin Widyawati
Flash
Sejajar
imagivine
Rekomendasi
Cerpen
Terbuang Dalam Mager
Adam Nazar Yasin
Cerpen
Pundak Perintis
Adam Nazar Yasin
Cerpen
Blue Life
Adam Nazar Yasin
Cerpen
Bronze
Eulogi Hama
Adam Nazar Yasin
Cerpen
Aksara dan Visual Dalam Desa
Adam Nazar Yasin
Novel
Aksara 4 Cangkir
Adam Nazar Yasin
Flash
The Pie
Adam Nazar Yasin
Flash
Kuasa Uang
Adam Nazar Yasin
Cerpen
Senyum Syukur
Adam Nazar Yasin
Flash
The Power of Tea
Adam Nazar Yasin
Flash
Bronze
Tertakar
Adam Nazar Yasin
Flash
After Taste
Adam Nazar Yasin
Cerpen
Cahaya Aksara Dunia Maya
Adam Nazar Yasin