Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Teman Sebangku
0
Suka
364
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Namanya Rafa. Semestinya ia mulai siap meninggalkan masa transisi dan menjadi pria nyata. Namun tiap harinya ia malah sibuk menulikan diri. Mengunci dunia luar demi hidup dengan bebunyian yang dipilihnya sendiri. Ritualnya dimulai dari mengenakan pelantang telinga yang terhubung ke ponsel maupun laptopnya. Bergetarlah gendang telinga tebalnya diterpa dentum-dentum berirama. Kebisingan yang ia inginkan.

Aliran harmoni yang mengalir dari daun telinganya serta lirik yang merayap hingga puncak rambutnya selalu berhasil meramaikan isi kepala. Seolah batok itu punya isi baru yang sama sekali berbeda dari dulu ia tahu. Dan kini menjelma menjadi apa yang ia mau.

Dua tahun sudah ia hafal lagu-lagu bermusik keras itu. Beralbum-album dari berbagai musisi yang dulu bahkan tak tertarik ia cari tahu. Di masa kala ia jauh lebih belia, ia senang  mendengarkan musik-musik yang lebih teduh. Pada rak CD nya berjajar koleksi Louis Armstrong, Frank Sinatra, hingga Melody Gardot. Namun justru musik tenang itu tak lagi memberi ketenangan karena masih tersisa celah bagi umpatan-umpatan yang berhasil naik tangga dan menyusup lewat lubang pintu kamar. Bisa jadi pula, musik penenang hati semacam itu tak lagi bisa menjadi wadah yang tepat untuk muntahan marahnya. Dan lirik penuh cinta yang dilagukan hanya mengentalkan ketidaksukaannya pada hidup.

Kebiasaan yang beralih menjadi kebutuhan ini bermula dari keributan yang selalu menggema dari lantai bawah. Tempat dimana ayah dan ibunya semakin enggan saling cinta. Malah sering bertukar murka. Hampir setiap hari bangunan berdinding batu bata itu berhenti menjadi tempat  pulang yang ramah. 

Ayah dan ibunya seakan punya banyak cermin pengungkap dosa bagi satu sama lain. Untuk setiap titik kesalahan, benda itu akan mencembungkan diri hingga pemiliknya menjadi kembung dengan amarah melihat perkara yang dibesar-besarkan. Lantas dengan mendidih-didih akan dihempaskannya si cermin hingga membentur lantai. Tepat dihadapan si pembuat kesalahan.

Lelah dengan segala keberisikan, di dalam kamarnya itulah ia menyembunyikan dirinya. Lengkap dengan duka dan perasaan yang sudah kelewat menggelegak. Tak jarang ia larut lama-lama dalam musik keras itu hingga peluh bercucuran dari pelipisnya, sedang pelupuknya ia biarkan kering.

Ia berpikir, jika memang ada rasa sedih, maka tampaknya semua telah berubah wujud dalam amarah menahun. Sesuatu yang kadang diarahkannya pada ayah ibunya dan yang lebih sering ia tamparkan pada dirinya sendiri.

Hatinya kecut karena seringkali ia curigai. Jangan-jangan semua ambang  hancur  ini bermula  dari kesalahannya. Ia yang tak cukup baik menjadi anak. Jangan-jangan perang es dan bara ini mengakar dari segala sesuatu yang tak ia lakukan untuk kedua orang tuanya.

Ya. Perang antara dua sosok yang dicintainya itu dapat membeku bagai dua inti bongkah es yang sekalipun bersisian, molekulnya tak bisa bersentuhan. Pada masa-masa itu, mereka tetap tinggal dekat meski pada kenyataannya hidup sejauh itu. Di musim lain, mereka akan menjelma jadi api yang saling memercik. Dekat  sekaligus mematikan dalam kata-kata  pemantik dan telunjuk-telunjuk yang berat dengan serapah.

Tak jarang namanya terkutuk disana.

Kalau kamu sayang Rafa, kamu gak akan bersikap setolol ini.

Lihat sekarang Rafa jadi kayak gimana. Hidupnya gak beres. Semua karena kamu gak becus pimpin keluarga.

Jangankan ngurus hidup istri dan anak. Kontrol nafsu dan penismu aja gak sanggup.

Tak hanya sapuan amarah langsung, sindiran-sindiran lepas sensor semacam itu pun luput dari Sang Ibu manakala mendapati suaminya pulang larut. Apalagi dengan wewangian asing di tubuhnya. Terdorong kerja alkohol dalam darahnya, Sang Ayah lalu akan membalas tak kalah sengit.

Kalau saja dulu kau tak arogan saat pekerjaanmu memuncak. Tak kau injak-injak aku. Aku tak akan lari pada hal-hal bodoh semacam ini. 

Kau tahu kan anak adalah cerminan ibunya. Kalau kau mengeluh banyak soal Rafa yang rusak, mestinya kau sering-sering berkaca.

Kau tak lebih dari perempuan lemah yang berlindung dari rasa sakit tanpa mau tahu dan mengurusi rasa sakit anakmu.

Mendengar tajamnya kalimat terakhir itu, kelenjar air mata Sang Ibu meradang. Siap buncah jadi sungai tangis.

Rafa sadar bahwa orang tuanya sama-sama salah. Namun konyol bagi Rafa ketika menyaksikan keduanya memilih menyalahkan satu sama lain sebagai jalan keluar. Kebahagiaan dirinya mesti terinjak ego ayah ibunya sendiri yang tegak tak mau rebah. Dalam-dalam ia merasakan, ketika semuanya ingin menang, satu-satunya yang kalah ialah keluarga mereka. Sebagai anak yang muak, ia mengalah pada kekalahan itu. Dan mulai mencari rumah yang lain.

Pada sebuah tempat di sudut kota, ia melabuhkan diri. Klub yang ramai sejak lewat tengah malam adalah tempat berkumpul komunitas metal pada awalnya. Kini perkumpulan lokal itu sudah bubar tak resmi, namun tempat itu masih bermagnet. Bau alkohol selalu memanggilnya untuk menetap. Ibunya pun tak punya dasar kuat untuk menjauhkannya dari botol-botol pengundang mabuk itu karena ayahnya juga sering berbuat demikian. Jadilah Rafa candu menahun. Menjadi rusak, mengutip kata ayahnya. Atau lebih tepatnya Rafa diberi contoh untuk merusak dirinya sendiri.

Sampai suatu hari datang telepon ke rumahnya. Dari Medi, Mas, kata pembantu di lantai dasar. Rafa beranjak turun menyambangi gagang telepon.

Medi adalah teman sebangkunya. Seorang anak baru yang tak punya pilihan bangku lain. Sejak dulu Rafa memang senang sendiri meski sebenarnya ia siswa yang cemerlang. Kalau saja keadaan keluarganya sedikit lebih baik, mungkin ia tak akan menjalani kehidupan sekolah sekadarnya. Hanya asal lulus.

Ia tak pernah berselera mengikuti kegiatan non-akademis di sekolah. Malas dihujani tatapan mencela dan riak-riak gosip di belakang punggungnya. Dengan gelombang alir yang menyentuhnya juga pada akhirnya. Semua orang tahu perkara keluarganya yang  bobrok. Ada yang ingin tahu, sengaja mencari tahu, tak sengaja tahu sampai pura-pura tak tahu.

Nah, Medi termasuk klan yang terakhir. Mungkin juga untuk menjaga kenyamanan hidupnya di sekolah, berhubung mau tak mau mereka harus sering berinteraksi satu sama lain. Meskipun hal itu terjadi seminimal mungkin karena Medi tampaknya bisa menangkap keengganan Rafa untuk dikenal lebih dekat oleh orang lain.

Gadis itu ingin minta tolong. Nampaknya ini sesuatu yang genting karena entah dari mana didapatkannya nomor telepon rumah Rafa. Di waktu semua orang sudah memegang  ponsel masing-masing. Tapi Rafa memang sudah lama mencabut kartu dari ponselnya sehingga tak ada orang yang membuat benda itu berdering-dering.

Ia dengar Rafa pandai bermain gitar dan ia ingin mengikuti sebuah kompetisi. Ingin bernyanyi sambil diiringi, pintanya. Rafa berpikir sejenak. Kembali Medi memohon. Ia belum begitu mengenal siapa pun untuk dimintai tolong. Terlebih yang memang mampu membantunya.

Meskipun tak pernah  merasa berteman  dengan Medi, namun Rafa sadar Medi lebih baik dibanding semua orang di sekolahnya. Bukan untuk hal-hal yang telah dilakukan, melainkan untuk segala hal yang tak dilakukan. Medi tak pernah sok tahu atau ingin tahu. Ia bisa berdiri dalam batas yang tepat. Membuat Rafa merasa jadi manusia.

Rafa pun berjanji akan membantu.

Sepulang sekolah mereka sering berlatih bersama. Suara Medi sangat cocok membawakan lagu-lagu jazz. Mengingatkannya pada kelembutan Melody Gardot.  Dipadu dengan alunan gitar Rafa, berdua mereka berharmoni. Begitu berulang berminggu-minggu. Hingga Rafa mulai menyisihkan degum musik lantang serta teguk teman mabuknya.

Kesadarannya dirajut kembali bersama ia yang mengerti bagaimana memperlakukan hati.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
TIME IS GONE
Dwi Budiase
Cerpen
Teman Sebangku
Fransisca Thelly Ruban
Novel
Bronze
Akankah Esok Berubah Cerah?
Achmad Biondi Adiyarta
Skrip Film
Kisah Sekolah
Aura Putri Cantika
Skrip Film
COWOK POPULER
VellRen
Skrip Film
CONSCIENCE
Ni Luh Putu Anggreni
Novel
Bronze
LOVELESS
KUMARA
Novel
Gold
KKPK Kompetisi Rahasia
Mizan Publishing
Novel
Sampai Jumpa Besok
Rafael Yanuar
Skrip Film
MY LOVE 4
maisara
Cerpen
Bronze
Firasat Giana
Afifa Nurra
Novel
Bronze
Perempuan Ilalang
Mira Pasolong
Novel
Tambatan Hati
Riena Raina
Novel
Bronze
Raisan Bara
gilang arum puspita
Novel
Setoples Cinta untuk Alvaro
A Arpan
Rekomendasi
Cerpen
Teman Sebangku
Fransisca Thelly Ruban