Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Aksi
TARUNG
0
Suka
1,031
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Hampir tiap sore di depan gedung PB Beladiri - Gelora Bung Karno, terlihat seorang kakek melatih tinju dua anak lelaki kembar yang slalu bersamanya. Tapi mereka terlihat seperti gelandangan, kedua anak itu kurus kering tak terurus, sedangkan si kakek kumal dan renta.

Tapi si kakek begitu bersemangat, apalagi karena banyak atlet beladiri yang melintas dan memperhatikan. Entah apa yang ada di pikiran orang-orang tersebut, mungkin iba atau mencemooh.

Sesekali si kakek sengaja mengeraskan suaranya sembari menunjukkan gerakan kepada kedua anak itu "yang benar mukulnya Yan, Jun... Gini loh.. Hiat!! Liat tangan kakek!! ".

Kedua remaja itu pun mengangguk dengan raut letih. Dan sebenarnya ada raut sungkan di wajah mereka karena diperhatikan banyak orang, apalagi kakek ini bukan seperti pelatih profesional dan lebih terlihat sok jago.

Lantas dari kejauhan ada seorang pria yang slama ini kerap memperhatikan mereka, perawakan dan postur tubuhnya kekar, mengenakan kaos kutung bertuliskan Fighter, dia melihat si kakek dengan dua cucunya itu dengan sorotan sinis.

......................

KAKEK JUFRI (55) sedang menonton pertandingan tinju di TV bersama kedua cucu kembarnya, YANI dan JUN (9) yang sebenarnya sudah dari tadi pulang sekolah, tapi belum juga mengganti baju seragamnya. Mereka bertiga serius menonton pertandingan itu, diselingi dengan komentar-komentar kakek sembari mencontohkan gerakan tinju. Hal seperti ini adalah kebiasaan yang kerap mereka lakukan, dan kakek lah yang paling bersemangat mengajak kedua cucunya ini menonton setiap ada pertandingan tinju di televisi.

Yani dan Jun langsung buru-buru ke kamar kalo sudah mendengar NENEK LARAS (50) ngomel-ngomel ; menyuruh ganti baju dan bergegas makan siang.

Berempat mereka menghuni rumah tua ini, rumah dengan desain dan ornamen peninggalan Belanda, tadinya adalah rumah dinas kantor pos, tapi KAKEK minta ijin untuk tetap menempati setelah masa tugasnya selesai, ya kakek dulunya memang menjabat sebagai kepala kantor pos di daerah ini, kebanyakan kepala kantor pos lebih memilih untuk tinggal di rumah sendiri kecuali kakek yang memang tidak punya rumah pribadi.

Yani dan Jun adalah yatim piatu, ayah mereka adalah anak semata wayang Kakek Jufri dan Nenek Laras, menurut cerita kakek : anaknya itu meninggal bersama istrinya karena peristiwa perampokan 2 tahun lalu. Kejadian tragis itu membuat Kakek Jufri sangat terpukul, dan sejak itu dia dan istrinya yang mengurus kedua cucu kembarnya ini.

Kakek ingin sekali Yani dan Jufri bisa menjadi atlet beladiri, karena hobbynya menonton tinju, begitu katanya kepada Yani dan Jun.

Tapi kebiasaan Kakek dan dua cucunya itu sebenarnya sangat dibenci oleh nenek Laras. Nenek sering marah-marah kalo melihat Yani dan Jun berlama-lama menonton tinju atau diajarkan beladiri oleh kakek, apalagi nenek Laras tahu kalo kakek itu tidak tahu apa-apa tentang beladiri selain gerakan yang sering dia tonton di televisi. Dan ada satu hal yang selama ini tidak diketahui oleh Yani dan Jun, mungkin karena usia mereka yang masih kecil, bahwa nenek tidak pernah bertegur sapa dengan kakek kecuali untuk hal yang benar-benar penting.

Suatu malam Yani tidur dengan gelisah dan terbangun, hingga ikut membangunkan kakek dan Jun yang tidur disampingnya. Dia bermimpi tentang Ibunya lalu menangis, Jun pun ikut menangis, kakek berusaha menenangkan mereka dan berjanji akan membuat mereka berdua jadi orang hebat.

...............

"Dasar Gila kau Juf! " Hardik nenek Laras kepada kakek. Pagi itu mereka bertengkar hebat saat Yani dan Jun sedang sekolah. "Anak ku mati karena ulahmu, sekarang mau kau jadikan apa cucu-cucuku hah ?! "

"Sudahlah Ras, jangan kau ungkit-ungkit lagi kejadian itu. Bukan kau saja yang merasa kehilangan, kalo saja boleh, mau aku serahkan nyawa ini asal Wisnu bisa hidup kembali".

"Hah?!! Ya sudah mati saja sana kau penjudi. Memang harusnya kau yang dibunuh sama depkolektor itu, bukan anakku!!! " Nenek laras lalu menangis dan histeris.

Kakek buru-buru keluar dari rumah, pergi dengan motor bututnya.

...................

Yani dan Jun yang berseragam lengkap sedang dibonceng kakek, di atas motor mereka tertawa ceria. Lalu sampailah mereka di depan gerbang stadion Gelora Bung Karno. Kakek menghentikan motornya dan bertiga mereka terdiam melihat besarnya stadion ini, sebelum akhirnya kakek mengendarai motornya pelan masuk ke stadion. dalam

Dengan berseragam lengkap kakek menyuruh Jun dan Yani berlari mengitari stadion, anak sekecil mereka latihan tinju di panas terik. Pemandangan yang aneh dilihat oleh banyak orang.

"Hei orang tua, sudah gila kali kau yah? Anak orang siang bolong kau suruh lari-lari?!" Tiba-tiba sudah berdiri seorang pemuda kekar, tolak pinggang, memandang kakek dengan kesal.

"Mereka cucuku! Mau kulatih jadi petinju. Bukan urusanmu! " Jawab kakek

"Hah? Petinju??? " Pemuda itu heran lalu tersenyum sinis.

Tapi kakek tetap cuek, lalu memberi isyarat supaya Yani dan Jun segera berkemas. Pemuda itu terus memperhatikan mereka hingga berboncengan dengan motor melaju pergi.

...............

Yani dan Jun dikompres nenek, badan mereka menggigil demam dan nenek sangat cemas. Sedangkan di dekat pintu, kakek berdiri mematung dengan raut tak kalah cemas. Lantas tiba-tiba baskom berisi air hangat itu dilemparkan nenek ke wajah kakek, kakek tak sempat mengelak, tertunduk merasa bersalah dan tak berani melihat wajah nenek yang sangat marah.

"Ini kali terakhir aku bilang sama kau Jufri. Kalo saja tidak ingat mereka berdua, sudah pergi aku daripada hidup dengan kau! Semua yang aku punya sudah hilang gara-gara kau, anakku mati juga karena kau!! Sudah tidak ada apa-apa lagi di rumah ini, kau atau aku hanya tinggal menunggu mati! Tapi mereka? Mereka masih harus hidup. Tolooong.. Aku minta tolong kau pikirkan itu Jufri! Kau tahu mereka harusnya lebih tepat tinggal bersama siapa, setidaknya disana mereka tidak tinggal dengan orang gila seperti kau"

......................

Keesokan paginya kakek tercekat karena tidak melihat nenek di rumah ini. Dia bersama kedua cucunya kelimpungan mencari nenek yang memang hingga malam hari tidak pulang-pulang. Haripun berganti dan kini dua minggu sudah nenek pergi hingga kakek sudah pasrah dan yakin jika nenek memang sudah meninggalkan mereka.

Dalam kondisi sedih karena ditinggalkan, makin hari kakek semakin panik memikirkan keuangan yang hanya mengharapkan gaji pensiun. Terpaksa Yani dan Jun harus berhenti sekolahnya di kelas 4 SD.

Apa yang bisa dilakukan bocah seperti mereka dalam kondisi begini, sementara itu hanya kakek satu-satunya keluarga yang kini mereka punya, itupun kakek renta yang sudah tidak mampu bekerja lagi.

Kakek teringat perkataan nenek waktu itu "Kau tahu mereka harusnya lebih tepat tinggal bersama siapa? ".

...........

Pintu diketuk, kemudian seorang perempuan dewasa berpakaian sexi membukakan pintu. Marni. Lantas betapa terkejutnya dia melihat yang datang adalah kakek jufri bersama kedua cucunya. Jun dan Yani pun heran kenapa mereka diajak ke salah satu kontrakan ini, letaknya diapit beberapa rumah lain yang sejauh mata memandang terlihat banyak tante-tante berpakaian seksi. Ya ini adalah daerah lokalisasi, dan Marni adalah Ibu kandung Yani dan Jun. Jadi selama ini kakek berbohong kepada mereka berdua.

Kakek Jufri pun tercekat melihat begini kondisi menantunya sekarang, dia yang pergi diam-diam setelah ditinggal mati oleh Wisnu, membiarkan kedua anak kembarnya yang masih bayi. Tega memang, Ibu yang jahat, tapi kakek kesini karena tidak punya pilihan lain dan terpaksa menarik sumpahnya dulu.

Sambil menangis Marni memberikan beberapa lembar uang kepada kakek, ini adalah sisa semua uang yang dia punya, dia tidak bisa menerima Yani dan Jun tinggal bersamanya. Hidupnya sudah sangat hina, dan biarlah dosa ini dia tanggung sendiri karena sama sekali tidak ada dalam niatnya untuk bisa hidup baik-baik. Meskipun dengan berlinang air mata, Marni melihat Yani dan Jun, niat untuk memeluk mereka ditahanya kuat-kuat, dia pasrah jika dianggap sudah tidak ada lagi oleh kedua anak kandungnya ini, dan memang belum ada yang memberitahukan kepada kedua bocah ini siapa Marni.

...............

Kakek sangat bingung dan marah, satu-satunya harapan masa depan kedua cucunya ini ternyata lebih memilih jalan hina sebagai Ibu yang durhaka. Tapiii kakek tiba-tiba terdiam dengan mata berkaca-kaca, semua kondisi centang perenang ini juga karena kesalahanya. Karena Judi dan menggemari pertandingan tinju yang membuat dia dikejar-kejar hutang, habis semua harta benda, dan Wisnu terbunuh karena berkelahi dengan dep colektor yang mengancamnya. Sebenarnya bukan berkelahi, Wisnu dianiaya tanpa perlawanan sama sekali karena tidak bisa berkelahi, dan karena itu juga kakek ingin supaya kedua cucunya ini harus bisa berkelahi, harus berlatih tinju dan semampu mungkin dia akan mengajarinya.

Tiba-tiba kakek langsung tertawa kecil hingga membuat Yani dan Jun sangat heran, seakan muncul semangat baru di wajah kakek, hingga kemudian bergegas menyuruh Yani dan Jun naek ke atas motor. Padahal saat itu juga Yani dan Jun terlihat memegang perut seperti sedang lapar.

"Tapi kek.. Kami lapar"

Kakek agak terdiam lalu mengangguk.

................

Kakek Jufri dan kedua cucunya ini duduk sambil menyantap nasi bungkus di salah satu lokasi yang ada dalam gelora bung Karno ; makan dengan sangat lahap, apalagi kakek yang seperti tergesa-gesa menghabiskan makanan, lalu meremuk kertas bungkus nasi itu dan membuang sembarangan.

"Ayo yan, Jun.. Cepetan makanya.. Kalian harus latihan"..

Yani dan Jun pun jadi tergesa-gesa menghabiskan makananya. Tapi tiba-tiba ada suara mendecis kesal hingga kemudian diketahui seorang petugas kebersihan yang memungut sampah bungkus nasi tadi sambil menatap kakek kesal " Eee Gembel.. " Tapi kakek pura-pura tidak mendengar dan melihat.

Beberapa lama kemudian melintas beberapa orang berbadan tegap, laki-laki dan perempuan, mereka berlari dalam barisan dan mengenakan baju bertuliskan DKI JAKARTA.

Kakek sigap menyuruh Yani dan Jun menghentikan makanya lalu mengikuti mereka lari di belakang. Yani yang tak kuat langsung terduduk sambil memegang perut dan muntah. Kejadian itu dilihat oleh salah seorang yang berlari di depan, tatapanya pun berubah sinis, dan dia adalah pemuda yang selama ini biasa memperhatikan kakek dan cucunya berlatih. Anwar namanya.

....................

"Aku heran, siapa sih kakek itu? " Ucap Anwar kepada Mustadi yang sedang straching lalu melihat ke arah yang ditunjukkan Anwar.

"Dia ngapain sih.. Gila kali ya. Bocah-bocah itu disuruh lari-lari, mukul tendang, gak jelas. Ngajarin tinju masa kaya gitu.. Tua bangka, ngasal!" Ucap anwar lagi.

Tapi Mustadi justru terus saja memperhatikan wajah si kakek, dia seperti mengenal siapa kakek.

...............

Aneh! Kakek tidak mau pulang ke rumah. Dan sejak hari ini dia putuskan bahwa gelora bung Karno ini adalah tempat tinggal mereka yang baru. Lebih tepatnya kakek mengajak kedua cucunya ini menggelandang, dengan alasan yang sangat tidak masuk akal, yakni supaya Yani dan Jun bisa berlatih tiap hari disini. Kedua cucunya menangis, di usia sekecil ini mereka tidak tahu apa maksud kakeknya.

Malamnya mereka tidur di sudut gedung yang agak tersembunyi dari pandangan, hanya beralaskan kardus dan terlihat ada bungkusan nasi berserakan. Mereka terlelap karena sudah terlalu letih sampai tidak bisa merasakan keras alas tidur mereka.

Keesokan paginya mereka terkejut dibangunkan 2 orang satpam, saat itu juga mereka diusir hingga tergopoh-gopoh bergegas pergi. Kakek lalu terkejut karena tidak mendapati motornya yang terparkir. Hilang lah sudah satu-satunya harta yang dia punya.

..............

Beberapa lembar uang dikeluarkan kakek dari sakunya, dan itu adalah uang terakhir pemberian Marni. Raut wajah kakek terlihat agak bingung dan itu diperhatikan oleh Yani dan Jun. Mereka bertiga duduk di pinggiran trotoar. Tapi tiba-tiba ada tangan yang menyodorkan uang 5 ribuan kepada Yani. Yani terdiam dan enggan menerima, tapi orang itu menjatuhkan begitu saja uangnya ke tanah dan berlalu.

Kakek dan kedua cucunya kemudian saling pandang.

..................

Sejak saat itu kakek dan kedua cucunya ini menjadi pengemis di sekitar gelora bung Karno, sore harinya mereka berlatih tinju, dan malam hari mencari tempat dimana saja asal bisa tidur. Mungkin karena sudah terbiasa, tubuh Yani dan Jun semakin kurus tapi tidak lagi mengeluh sakit. Sedangkan kakek tetap dengan ambisi anehnya, bahkan makin menjadi-jadi, kerap berbicara sendiri bak seorang pelatih profesional, hingga tidak sadar dengan kondisinya yang makin renta dan kumal, banyak orang menyangka dia gila.

Sore itu kakek begitu bersemangat, apalagi karena banyak atlet beladiri yang melintas dan memperhatikan. Entah apa yang ada di pikiran orang-orang tersebut, mungkin iba atau mencemooh.

Sesekali si kakek sengaja mengeraskan suaranya sembari menunjukkan gerakan kepada kedua anak itu "yang benar mukulnya Yan, Jun... Gini loh.. Hiat!! Liat tangan kakek!! ".

Kedua cucunya itu pun mengangguk dengan raut letih. Dan sebenarnya ada raut sungkan di wajah mereka karena diperhatikan banyak orang, apalagi kakek ini bukan seperti pelatih profesional dan lebih terlihat sok jago.

Lantas dari kejauhan Anwar memperhatikan mereka, mengenakan kaos kutung bertuliskan Fighter, dia melihat si kakek dengan dua cucunya itu dengan sorotan sinis.

"Yok kita kesana" Ujar Mustadi yang berada di sebelah Anwar.

Anwar dan Mustadi kemudian menghampiri kakek dan kedua cucunya membawa kantong kresek yang entah isinya apa.

Mustadi tersenyum kepada mereka, berbeda dengan Anwar yang tetap memandang sinis. Dan isi kresek itu ternyata adalah makanan dan minuman.

Lalu terjadi perbincangan antara mereka, Kakek menyimak apa yang dikatakan Mustadi, lalu mengikuti ajakanya untuk pergi ke suatu tempat.

..........

Ternyata kakek dan kedua cucunya ini diajak menjumpai pemilik sasana, yang sungguh tak disangka adalah sahabat lama kakek. Rinos namanya. Kakek dan Rinos bertemu dalam satu ruangan yang hanya ada mereka berdua.

Saat itu juga kemarahan kakek meledak, kalo saja masih kuat mungkin bisa saja dibunuhnya Rinos saat itu juga. Tapi Rinos yang sekarang beda dengan dulu yang dia kenal, sahabat sekaligus partner berjudinya, Rinos dulu adalah pelatih yang sering menjadi wasit dan mengatur pertandingan supaya bisa membuat Kakek Jufri menang, terlalu sering hingga akhirnya kakek kalap dan meminjam uang cukup banyak kepada Rinos untuk judi tinju dunia yang tentunya tidak bisa direkayasa Rinos.

Hutang tak terbayar, persahabatan putus, sampai akhirnya Rinos menyuruh penagih hutang yang menyebabkan Wisnu terbunuh.

Baru seminggu kemarin Rinos bebas karena mendapat remisi dan sedikit uang pelicin, hukumanya beda dengan si pembunuh yang mendekam seumur hidup. Tapi disebalik itu smua, tidak ada niat Rinos untuk menghancurkan kehidupan sahabat lamanya ini. Kinipun dia bertobat dan ingin menebus semua kesalahanya.

...........

Yani dan Jun masuk ke dalam sasana Rinos, mereka tetap harus sekolah tapi setelah itu dididik menjadi atlet. Rinos berjanji akan membuat mereka berdua sebagai seorang juara. Dan Yani dan Jun tidak pernah tahu bagaimana kisah sebenarnya..

Cukup lama Yani dan Jun bisa merelakan kakek pergi, tapi beberapa kali sebulan mereka tetap mengunjunginya di sebuah panti jompo. Di panti itu juga nenek Laras meninggal, tapi kakek tak pernah tahu.

"Larasss, dimana kau? Cucu-cucu kita sudah lebih baik hidupnya sekarang. Maafkan aku ya... " Ucap kakek lirih..

The end

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Aksi
Cerpen
TARUNG
Maldalias
Flash
Bronze
Tropis Membeku, Subtropis Terbakar
Karlia Za
Flash
Ketika Gerimis Bermula
Cheri Nanas
Flash
Kesaksian Langit
Alita
Flash
Bronze
The Amazing Sock Squad
Viona fiantika
Novel
Gold
Catwoman
Mizan Publishing
Novel
Bronze
RAJAPATI
Robby Kusumalaga
Novel
Kisah Para Penyamun dan Tujuh Pemberani
Dirman Rohani
Novel
Kavga
priamula
Novel
Bronze
LEGION : UNKNOWN KNIGHT
Delta
Novel
Godwin Agency
FS Author
Novel
COVID-19 (Ego, Stigma, Praduga)
Revia
Novel
Babad Tanah Majapahit
Ma'arif
Novel
Jagoan Karate
Handi Yawan
Cerpen
Bronze
SRIGALA BERDZIKIR DI AKHIR WAKTU
Ranang Aji SP
Rekomendasi
Cerpen
TARUNG
Maldalias
Flash
LDR PROBLEM
Maldalias
Cerpen
REINKARNASI
Maldalias
Cerpen
PERGI UNTUK HILANG
Maldalias
Flash
Petaka Pelet Kampung
Maldalias
Flash
Yosep Sang Pemimpin
Maldalias
Flash
PSIKOPAT
Maldalias
Cerpen
MAUT HUTAN TERLARANG
Maldalias
Cerpen
Musfidah Bukan Anak Sial
Maldalias
Cerpen
Di Depan Mata Sobatku Pergi
Maldalias
Cerpen
GEN
Maldalias
Flash
CINTA RENATA
Maldalias
Flash
JOMPO
Maldalias
Flash
Bronze
Seorang Bapak
Maldalias
Novel
Akhir Cerita Yuka
Maldalias