Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Romantis
Takdir di Ujung Waktu
1
Suka
12
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Detik demi detik berlalu

Rasa yang tak akan berubah

Hatiku masih memilih dirimu

Berharap rasa ini tak akan pernah sirna

Kehadiranmu tak kusangka

Kehadiranmu tak kuharapkan

Namun takdir menyuruhku menetap

Hingga relung hatiku mengatakan "inilah cinta yang ku inginkan"

Ratusan kilometer bahkan ribuan

Aku akan menetap selamanya

Merajut kesetiaan tanpa beralasan

Mengukir kisah hingga akhir bahagia.

Kesepian yang selalu menemaniku setiap saat. Kesepian yang selalu aku rasakan. Berharap cinta itu hadir tanpa diminta. Cinta yang selama ini aku pendam terlalu dalam di lubuk hatiku. Cinta yang senantiasa hadir dalam alur hidupku. Namun apakah dia merasakan hal yang sama? Atau hanya aku yang mencintai seorang diri? Entahlah yang pasti aku amat sangat mencintainya.

Kisah yang dimulai tanpa prolog tetapi berujung epilog. Kisah yang membuatku terus mengenang bagaimana pertama kali aku bertemu denganmu, sosok yang tak pernah terbesit bahwa aku akan mencintainya. Kisah ini tentang dua insan yang dipertemukan tanpa sengaja oleh semesta dan takdir semesta yang selalu membuatnya terus bersama walaupun sempat terpisahkan.

Jam berlalu menjadi hari, tepat saat itu aku dipertemukan olehnya. Saat dimana aku duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Pagi itu semua berkumpul di depan papan pengumuman, mereka berdesakan demi melihat daftar nama peserta lomba Mapsi yang diadakan rutin setiap tahun, lomba itu bertingkat mulai dari tingkat kecamatan, tingkat kota, kemudian tingkat provinsi dan puncaknya yaitu tingkat nasional.

Pagi itu aku tidak berminat untuk melihat daftar nama anak yang akan mewakili sekolah untuk mengikuti lomba Mapsi. Karena tak mungkin seorang gadis bernama Hanindya Shevaya ini terdaftar dalam deretan nama anak yang terpilih. Aku berjalan santai melewati kerumunan riuh penuh desakan, melewati lorong dan berakhir masuk ke kelas 6A.

Detik berganti menjadi menit, menit berganti menjadi jam. Hingga tiba - tiba terdengar suara pengumuman dari ruang guru bahwa anak - anak yang terpilih diharapkan berkumpul di depan ruang guru. “Panggilan terakhir kepada Altair Saskara dan Hanindya Shevaya silahkan segera menemui Bu Asmita di ruang guru” seketika semua pandangan mata siswa kelas 6A tertuju padaku. Mereka terkejut, namaku disebutkan dalam pengumuman itu, namun tidak hanya mereka aku pun terkejut mendengarnya.

Sehari setelah pengumuman tersebut menggema, Bu Asmita memberikan kami bimbingan mengenai lomba cerita islami yang akan aku ikuti. Namun secara tiba - tiba Bu Asmita meminta kami untuk tetap tinggal di ruangan ini sebentar saja karena beliau ada urusan mendadak yang harus diselesaikan. Ruangan 8×8 m² lengang sejenak, menyisakan suara detikan jam yang terus berdetak. Dinding dan langit - langitnya berwarna putih. Lantai yang beralaskan karpet berwarna hijau menambah kesan luas ruangan itu. Beberapa meja kecil tertata rapi di setiap sudut ruangan. Di ruangan itu hanya menyisakan Aku dan dirinya.

Aku duduk bersimpuh sembari melihat sudut ruangan. Sebenarnya aku sudah mengenal ruangan ini, namun karena saat itu, aku gugup dan mencoba mengalihkan pandanganku. Tepat disebelah kananku, seorang anak laki - laki duduk bersila. Matanya sipit dengan mengenakan kacamata frame hitamnya. Raut wajahnya serius, nampaknya dia memang pintar. Tangannya asyik memainkan bolpoin warna hitam, sepertinya dia juga sama sepertiku. Bosan menunggu kehadiran Bu Asmita. Saat aku melihat dia memainkan bolpoin hitamnya aku jadi teringat kalau ternyata bolpoinku tak ada dalam genggaman tanganku. Aku sibuk mencari bolpoin itu di bawah meja kecil di hadapanku tetapi tak kunjung ketemu. Tiba - tiba anak laki - laki itu bertanya.

“Kamu lagi nyari apa? Sepertinya penting.” Tanya anak laki - laki itu penasaran

“Eh iya… bolpoinmu, eh bukan maksudku bolpoinku.” Jawabku gugup

“Kamu taruh di mana tadi?” Ujarnya

“Kayaknya tadi bolpoin itu aku pegang tapi tiba - tiba hilang” jawabku menyakinkannya.

“Kalau tidak ketemu pakai aja punyaku, kebetulan aku ada 2 nih” anak laki - laki itu mengulurkan bolpoin yang ia pegang.

“Eh beneran gapapa? Tapi... makasi ya.” aku merasa tidak enak

"Halah santai aja, hm... by the way namamu siapa?” tanyanya ragu

“Hanindya Shevaya, panggil aja aku Nindya.” jawabku ramah

“Namamu cantik, sepertimu. Eh iya kenalin namaku Altair Saskara panggil aja Altair.”

“Namamu unik Altair.”

Kami asyik mengobrol sampai melupakan bahwa sebenarnya kita sudah lama menunggu. Beberapa menit kemudian Bu Asmita datang dengan membawa beberapa lembar kertas folio kosong. “Maaf nak lama menunggu, hari ini kalian menuliskan cerita islami dari keteladanan Nabi Luth dan Nabi Adam, untuk Nindya Nabi Luth dan Altair Nabi Adam, pulang sekolah kertas folio ini harus sudah ada di meja Bu Asmita karena nanti cerita kalian akan Bu Asmita perbaiki lagi dan Bu Asmita tambahkan beberapa potongan ayat. Besok kalian di sini lagi untuk menghafal naskah yang Bu Asmita berikan” Bu Asmita menjelaskan dengan detail. Kami menyetujuinya.

Sejak saat itu kami berdua sering berada dalam ruangan itu untuk berlatih menghafal dan menuliskan kembali alur cerita yang sudah kami hafalkan berulang - ulang kali. Kertas folio yang berlembar - lembar sempat membuat kami ingin menyerah menghafalkannya. Namun kami selalu menyemangati satu sama lain, rasa lelah seketika sirna. Setiap hari kami bertemu, mengobrol dan berlatih di ruangan 8×8 m². Bu Asmita yang sibuk mengajar membuat kami selalu hanya berdua di ruangan itu dengan pintu terbuka.

Setiap hari aku bertemu dengannya, tertawa bersama, ketika kami beristirahat sejenak. Bahkan kami mengobrol sesuatu yang tidak penting. Wajahnya yang serius itu ternyata tidak semenyeramkan itu. Anak yang kukira pendiam ternyata bisa membuatku tertawa. Aku dan Altair sangat dekat, sampai - sampai teman seangkatan kami selalu menggoda kami. Kata mereka kami cocok, tapi aku selalu membantah dengan berkata “Tak mungkin aku suka dengan orang sepertinya, aku sudah menganggapnya temanku.” Namun aku tidak tahu bagaimana hari esok.

Hari berubah menjadi minggu, minggu pertama menuju minggu kedua dan berlanjut ke minggu ketiga. Setelah tiga minggu kami menghabiskan berlembar - lembar folio, menghabiskan memori otak untuk menyimpan alur cerita. Akhirnya tepat pagi ini kami melaksanakan lomba di Sekolah Dasar lain. Sebelum memasuki ruangan, Bu Asmita menyemangati kami. “Good luck ya.” Altair tersenyum sembari menepuk pundakku. Takdir berpihak pada kami. Kami berhasil membawa pulang piala dan berlanjut ke tingkat berikutnya.

Waktu yang terus berjalan, kita yang terus tumbuh bersama. Akhirnya pertemuan kami terpisahkan. Setelah 12 tahun menempuh pendidikan di instansi sekolah yang sama, mulai dari Sekolah Dasar hingga kami menginjak bangku Sekolah Menengah Atas. Kami diterima di universitas yang berbeda, aku melanjutkan ke Universitas Sebelas Maret dan dia diterima di Universitas Negeri Yogyakarta. Namun dengan jurusan yang sama yaitu akuntansi. Takdir yang selalu membuat kita bersama mulai dari mengikuti lomba yang sama, bersekolah di instansi yang sama, melanjutkan pendidikan di jurusan yang sama dan memiliki cita - cita yang sama.

Rasa cinta itu mulai tumbuh saat aku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama dan terus tumbuh hingga Sekolah Menengah Atas. Saat SMA kami masih sering berkomunikasi walaupun hanya melalui media sosial. Namun saat bertemu, anehnya kami seperti orang asing yang tak pernah mengenal sebelumnya. Pernah suatu ketika aku melihatnya bersama teman perempuannya dan mengantarkannya pulang bersama selepas pulang sekolah. Saat itu aku sudah memiliki rasa kepadanya walaupun saat SD aku berkata tak mungkin aku menyukai orang sepertinya, namun takdir berkata lain. Aku sungguh mencintainya. Pantas saja ketika melihat dia bersama dengan orang lain, aku merasa ada rasa yang aneh dalam diriku.

Ternyata benar apa yang dikatakan buku yang pernah aku baca “Ada orang yang mungkin sebaiknya cukup menetap tapi tidak bisa singgah dalam hidup kita. Maka, biarlah begitu adanya, biar menetap di hati diterima dengan lapang. Karena jatuh cinta bukan tentang memiliki tapi perasaan itu sendiri.

Rasa ini terus ada dalam alur hidupku, sepertinya menetap selamanya. Aku yang terus berusaha memendam rasa ini seorang diri dan hanya Tuhanku yang mengetahui bahwa aku mencintaimu. Aku tak pernah berniat untuk mengungkapkan kepadanya, lebih baik aku pendam. Walaupun diam - diam aku selalu mendoakannya setiap hari, menguntai setiap doa yang terselip namanya, kusampaikan kepada Tuhanku.

Jika memang dia adalah takdirku maka pertemukan aku dengannya untuk selamanya bukan sementara, namun jika dia bukan takdirku maka jauhkanlah aku, hapuskan semua rasa yang ada dalam hatiku dan hadirkanlah orang yang taat kepadamu untukku agar singgah dihatiku, namun bukan hadir untuk sementara.

Altair Saskara

Ingatanku tentangmu masih tersimpan rapi dalam benakku. Jika kamu tahu, aku selama ini masih berharap kamu hadir kembali dalam hidupku. Memori tentang masa lalu itu masih pekat dalam pikiranku hingga kini.

Altair andai kamu tau pena yang kamu berikan kepadaku masih tersimpan rapi dalam kotak pensilku. Saat aku teringat kembali tentang masa itu aku selalu menggenggam penamu. Jika waktu bisa kembali aku ingin mengulangi masa itu.

Altair aku sungguh mencintaimu, tapi aku tidak bisa mengungkapkannya. Mulutku membisu saat melihat dirimu. Aku hanya bisa tersenyum tanpa saling menyapa. Jika takdir membuat kita saling bertemu kembali, aku menginginkan kamu hadir selamanya bukan sementara.

Temanmu

Hanindya Shevaya

Tulisku dalam buku diary kecil. Membuka catatan masa lalu, membuatku terus teringat tentangnya. Tiap helai tentangmu akan selalu rapi dalam ingatanku.

Waktu yang terlalu cepat berlalu. Takdir yang memang benar adanya. Akhirnya aku menyelesaikan kuliahku selama 3,5 tahun, waktu yang lumayan panjang untukku meraih gelar S. Ak atau lebih tepatnya Hanindya Shevaya S. Ak. Keluargaku datang menghadiri acara wisuda. Setelah acaranya selesai kami berfoto bersama, namun saat kami asyik berfoto, dari kejauhan terlihat seorang laki - laki tinggi berkacamata yang mengenakan jas berwarna hitam berjalan ke arahku. Samar - samar aku melihat wajahnya dari kejauhan. Berharap orang itu adalah dirinya.

Laki - laki itu mendekat ke arah orang tuaku, mengobrol sebentar lalu mencium tangan kedua orang tuaku dengan takzim. Altair Saskara. Ternyata takdir itu benar, dia membawa sekuntum bunga yang indah untukku, lalu berkata “Selamat atas gelar S.Ak mu Hanindya Shevaya.” Aku terkejut melihatnya, bagaimana bisa dia hadir di sini. Sementara jarak selalu memisahkan kita. Tapi mungkin inilah takdir tuhan, kita tidak ada yang tahu.

Doa yang selama ini aku sampaikan kepada sang pencipta, ternyata terdengar. Aku kembali bertemu dengannya. Mencintainya dalam diam selama bertahun - tahun membuahkan hasil. Dia mengajakku berkenalan lebih dalam, lebih dari seorang teman masa sekolah, tetapi teman hidupnya. Saat mendengarnya aku sempat tak percaya. Sungguh takdir tuhan tidak ada yang mengetahui. Sekarang aku mengerti bahwa cinta adalah tentang melepaskan orang yang kita cintai hingga cinta itu hadir kembali tanpa diminta, maka itulah definisi cinta sejati.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Romantis
Cerpen
Takdir di Ujung Waktu
mareta amelia
Novel
Suga Babe
Alice Gio
Novel
Bronze
DUA LAMARAN
C R KHAN
Novel
Bronze
Neng Zulfa: Menikah dengan Gus Dingin
Puput Pelangi
Komik
Bronze
Taring Unordinary Families
Muhammad aris Setiawan
Novel
FRIENDZONE
A. Tenri Ayu
Novel
The Love Temptation
Mariya Ulfa Septya Ningrum
Novel
Bronze
Sahabat Jadi jodoh
andriani intan hidayah
Novel
Bronze
ROMANSA LAGU
I Wayan Kertayasa
Novel
Bronze
VIP (Very Important Partner)
SOS (Share Our Story)
Novel
Ketua OSN Jatuh Cinta
Ainiyyahfifi
Novel
Bronze
Diary Ingin Cerita
Farida Zulkaidah Pane
Novel
Novel ini adalah Usaha terakhirku untuk Jatuh Cinta
kayu manis
Cerpen
Bronze
Samurai Jepang Mencari Cinta ke Negara Garuda
Mochammad Ikhsan Maulana
Novel
Dear my Love, it is a Great Frightful Felicity
Ovianra
Rekomendasi
Cerpen
Takdir di Ujung Waktu
mareta amelia
Cerpen
Bronze
Hanya Untukmu
mareta amelia