Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Romantis
Tak Ada Cinta di Kota Tercinta
0
Suka
4
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Suasana menjelang akhir puasa, aku merencenakan untuk pulang ke kampung halaman Kota Tercinta melaksanakan kewajiban mahasiswa rantau ketika menjelang hari raya. Malam hari aku mengemas pakaian yang kuletakkan di dalam koper milikku sambil menelfon bapak dan ibu

“mobil jemputan datang jam 14:30 di bandara yo le” kata bapakku, kenudian dilanjut dengan ibu ku

“hati-hati di jalan le, jangan lupa kabari Sekar” ku meng-iyakannya lalu aku mengakhirinya dengan memastikan

“siap bu, akan ku kabari” kataku mengakhiri telfon tersebut.

Setelah mengemas pakaian, kemudian aku berbaring melihat gawai ku. Terdapat satu Wanita bernama Sekar yang sudah jarang membalas pesanku. Sekar tidak kuliah demi mengalah dengan adiknya dan ia bekerja sebagai penjaga toko pakaian di Kota Tercinta. Padahal, kami berdua sudah 2 tahun dekat tanpa status, Memberi kabar pun ketika aku ataupun dia sama-sama punya waktu luang itupun sudah lama, sekali telfonan bisa satu jam durasinya. Suatu waktu aku pernah menyatakan perasaan ku kepadanya di depan rumahku saat pulang ke kota tersebut tahun kemarin. Dari perkataannya yang aku ingat dia belum suka padaku lalu aku menganggapnya itu bukanlah sebuah penolakan namun masih ada harapan. Saat aku tidak dirumah pun dia pernah mengantarkan makanan sepulang dari tempat kerja kepada orang tuaku. Aku menganggap momen itu merupakan dimana Sekar sudah mulai perlahan menyukaiku hingga berani mengantarkan makanan kerumah tanpa adanya aku di rumah. Kedua orang tuaku kemudian menganggap ada hubungan spesial diantara kami namun nyatanya tidak. Hanya hubungan yang abu-abu saja, tidak jelas belum terlihat arahnya kemana. Tepat jam 12 malam aku iseng mengirimkan pesan kepada Sekar, barangkali saja dibalas

“sekar, pagi ini nanti aku akan pulang” langsung dibaca tanpa jeda, setelah lama tanpa ada kabar kemudian ia membalasnya

“hati-hati di jalan ya Mas, aku ingin bicara ketika kamu sudah sampai” akupun melanjutkan dengan singkat

“siap aku tunggu”. Sebenarnya saat itu aku ingin langsung menelfon untuk berbicara dengannya, hanya saja waktu sudah malam ia mungkin perlu istirahat karena paginya ia masuk kerja untuk menjaga toko lalu aku mematikan gawai, menarik selimut lalu menutupkan mata.

Pagi hari yang segar matahari bersinar, aku mengangkat koper kedalam mobil jemputan menuju bandara lalu masuk kedalam ruang tunggu. Belum lama aku duduk, terdengar panggilan pesawatku sudah membuka pintunya dan siap terbang. Bersama pesawat itu aku mengitari birunya langit yang dihiasi putih sucinya awan selama satu jam kemudian mendarat di bandara kota beriman. Mobil jemputanku telah datang tepat jam 14:30, kemudian aku masuk kedalamnya untuk menuju kota tercinta selama 8 jam. Jalanan penuh lubang ditengah hutan yang mengakibatkan aku tidur tak tenang ditambah pikiran tentang Sekar yang ingin mengajakku berbicara mengenai suatu hal yang membuatku penasaran. Setelah aku melewati jalanan berlubang itu, malam hari terlihat lampu proyek tambang dan perkotaan dari kejauhan, sampailah aku di kota tercinta. Mobil jemputanku kemudian mengantar menuju rumah melewati jembatan. Sesampainya aku dirumah aku mencium tangan bapak dan ibu sambil menanyai kabar mereka kemudian aku menuju kamar, tas aku letakkan, baju aku lepas dan kipas aku nyalakan tidak lama setelah itu aku terlelap hingga esok.

Panas matahari yang menyengat di suasana siang hari, dering gawai ku berbunyi menandakan ada pesan yang masuk. Aku terbangun mengusap mata, terlihat gawaiku dimasuki sederet pesan dari Sekar menanyakan keadaanku

“nanti sore, setelah membeli takjil temui aku di danau ya” dengan rasa penasaran tanpa berpikir Panjang aku menanyakan

“mau ngomongin apa sih?”

“disana aja nanti kita bicara”

“yasudah” kataku mengakhiri pesan itu.

Sore itu aku bergegas tanpa membeli takjil terlebih dahulu menuju danau tempat aku memberikan hadiah kepada Sekar pada tahun kemarin berupa buku puisi karya Joko Pinurbo berjudul “malam ini aku akan tidur dimatamu”. Aku menunggunya di tepi sambil duduk menikmati suasana sore hari, tidak lama kemudian datanglah ia dengan motor matic miliknya memarkirkannya jauh berjarak dengan motorku. Sekar datang lalu kami bersalaman. Rasa tangannya masih halus dan harum, aku yakin pasti dia memberinya body lotion harum mawar. Kami berdua duduk di tepi danau dengan canggung, gengsi ingin mengeluarkan kata-kata duluan namun aku memberanikan diri untuk memulainya

“bagaimana hari ini?”

“senang dan sedih”

“senangnya?”

“baru-baru ini aku dilamar seseorang pekerja tambang dan akan menikah” mendengar kalimat itu keluar dari mulut Sekar rasanya aku ingin tenggelam di danau saja daripada dimatanya namun aku berusaha untuk tetap tegar dan lanjut bertanya

“selamat ya aku turut senang, lalu sedihnya kenapa?”

“aku ingin mengembalikan buku puisi ini”

“mengapa kau kembalikan? simpan saja agar jadi kenang-kenangan”

“aku sudah tidak pantas lagi menyimpannya, ambilah” kemudian, ia bergegas pergi meninggalkanku tapi aku menarik tangannya, memeluk dirinya untuk terakhir kali. Kedua air mata kami menjadi saksi diri kami yang sudah benar-benar berpisah. Sekar melepaskan pelukanku kemudian pergi setelah itu, namun hanya aku seorang diri berada di danau tersebut dengan buku puisi itu lalu membuangnya, membiarkannya tenggelam di danau bersama harapanku yang pupus. Aku cinta padanya, namun melepaskannya bahagia bersama lelaki pilihannya merupakan bentuk rasa cinta yang aku tunjukkan padanya. Aku memiliki angan-angan bisa menua bersama Sekar, banyak wanita berlalu lalang di tempatku merantau akan tetapi hanya Sekar lah yang selalu ada dalam kepalaku. Sebuah kasih tak sampai ini akhirnya membuatku ingin menyendiri dahulu, ingin belajar memahami diri sendiri sebelum aku beranjak menjalin hubungan kembali dengan wanita lain. Sepulangnya aku dari danau, malam hari itu saat aku dirumah, hujan turun dengan sangat deras. Aku merasakan jika alam merespon rasa sedihku, aku hanya termenung di pinggir jendela kamar meratapi tetes demi tetes air yang jatuh ke tanah dengan bersamaan. Tak ada lagi wajahnya dalam kepalaku deras terhapus dengan rasa sedihku. Diriku menjadi sebuah lukisan usang yang berwarna kemudian berubah menjadi hitam dan putih. Sambil membuka gawai, aku menghapus foto-foto Sekar agar aku tidak selalu mengingat dia lagi.

Seperti tidak jelas arahku ingin kemana ditinggal pergi sang pujaan hati. Kemudian, aku menyempatkan pergi ke ruang tengah untuk menikmati makan malam bersama orang tuaku. Mereka berkata, jika beberapa minggu yang lalu sebelum aku pulang, Sekar sempat datang kerumah berbicara kepada kami jika ia akan menikah dan meminta hadir pada acara pernikahannya ditambah dengan mengantar makanan. Mendengar berita itu pun semakin aku tidak selera makan. Makanan yang aku santap seperti tidak ada rasanya, datar dan hambar. Hari berganti, sepi yang paling sepi, hujan yang selalu datang bertubi akupun merasakan sudah tidak ada cinta di kota tercinta ini.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Cerpen
Tak Ada Cinta di Kota Tercinta
Bagaskara Dwitya Bima Asmara
Novel
Gold
Memorabilia
Bentang Pustaka
Novel
My Love G - Book #1
Amanda Bahraini / Rainy Amanda
Novel
Sephora
Noranita Vinka
Novel
Gold
Dunia Sukab
Noura Publishing
Novel
Gantari
Diana Febi
Flash
A Little Thing You Do
Donquixote
Novel
Gold
Senandika Prisma
Falcon Publishing
Novel
Bronze
My Sweet Fiancee
Lisa Aprilia
Novel
Bronze
Wedding Terror
Ratna Aleefa
Novel
Spring Dreams
Rana
Novel
Gold
Flaga
Noura Publishing
Novel
Gold
CINTA DAN SENJA
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Kembara Halimun Timur
FatmaCahaya
Novel
Bronze
I'm First
Karin Vayra
Rekomendasi
Cerpen
Tak Ada Cinta di Kota Tercinta
Bagaskara Dwitya Bima Asmara