Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Langit Kota Kaliwungu sore itu diselimuti awan kelabu, seolah-olah tahu bahwa seseorang sedang membuka lembaran lama yang seharusnya tak pernah disentuh lagi.
Dr. Lintang Prasetya memandangi surat lusuh itu di atas mejanya. Kertasnya kekuningan, tinta birunya nyaris pudar. Tapi tulisan tangan itu tak asing baginya. Ia bisa mengenali lekukan huruf “L” dan “S” yang terlalu miring ke kiri. Tangan milik seorang yang pernah menjadi mahasiswa kesayangannya—Salma Nuraini, gadis cerdas yang menghilang tanpa jejak tiga tahun silam.
Lintang menghela napas, menyesap kopi hitam yang sudah hampir dingin. Surat itu datang kemarin, tanpa pengirim. Hanya namanya yang tertulis di depan amplop, bersama alamat rumah lamanya di Kaliwungu yang sudah ia tinggalkan sejak ibunya meninggal dunia. Seseorang—entah siapa—telah menyampaikannya ke fakultas, dan petugas kampus menyerahkannya padanya seolah itu hal biasa.
Ia membaca ulang baris pertama:
> “Pak Lintang, kalau Bapak membaca ini, berarti saya sudah gagal sembunyi. Saya mohon maaf. Tapi semua jawaban ada di Kaliwungu. Mulailah dari rumah yang ditinggalkan sejak 1998. Hati-hati dengan kabut. Itu bukan hanya kabut.”
Lintang bergidik. Tahun 1998? Rumah siapa? Dan apa maksudnya kabut bukan hanya kabut?
Ia memutuskan untuk mencari tahu.
---
Perjalanan menuju ...