Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Aku sudah melihat banyak petualang di lautan. Namun tidak ada yang segigih Sinbad si pelaut dari Oman.
Aku selalu bangga setiap kali mengisahkan hidup Sinbad kepada Langit, Hutan, dan Daratan. Dia tumbuh bergelimang harta. Lalu belajar untuk lebih menghargai hidup. Namun, kali ini aku tidak akan mengisahkan pelaut kesayanganku itu, melainkan seorang anak durhaka yang hampir saja dikutuk menjadi batu.
Aku mendengar kabar dari Langit bahwa ada seorang pemuda bernama Malin yang tega menyakiti hati ibunya sendiri. Saking sakit hatinya, ia meminta Langit agar mengubah anaknya menjadi batu. Namun, langit tak bisa melakukannya karena Malin sedang berlayar di wilayah kekuasaanku. Langit pun meminta Aku menenggelamkannya saja. Aku menyetujuinya.
Maka pada suatu sore, ketika kapal yang ditumpangi Malin dan istrinya berlayar mengarungi lautan. Aku membuat ombak besar. Alhasil, kapal pun tenggelam. Namun, aku memutuskan untuk menyelamatkan seluruh penumpang dan hanya menenggelamkan si anak durhaka itu saja.
Aku adalah Samudera, penguasa semua lautan yang ada di bumi, aku dapat mendengar semua suara hati makhluk yang ada di lautan, baik yang ada di atas permukaan maupun di dalam. Termasuk suara hati pemuda yang aku tenggelamkan itu.
"Ibu ... maafkan aku." Batinnya berteriak.
Sungguh, aku ingin menangis mendengar kata-kata ajaib itu. Maka, sebelum ajal menjemput, aku angkat dia ke permukaan dan membawakannya sebatang kayu agar dia terapung.
🌊🌊🌊🌊
Sementara itu, di bagian lautan dunia lain, Sinbad sedang tertidur. Aku tahu, dia sedang merindukan kampung halamannya, tak terkecuali ayah dan ibunya. Maka aku akan membuatnya bermimpi tentang mereka dan penyesalannya dahulu.
Di masa lalu, ayah dan ibunya adalah seorang raja dan ratu kerajaan di suatu negeri jazirah Arab. Mereka adalah pemimpin yang sangat adil. Rakyatnya pun sangat mencintainya. Namun, semenjak kematian sang ratu karena sebuah penyakit, raja sangat bersedih. Hingga beberapa tahun kemudian, raja pun meninggal.
Akhirnya, Sinbad diutus menjadi raja baru. Hanya saja, dia bukan lah raja yang bertanggungjawab. Dia sering berfoya-foya dengan harta kerajaan hingga rakyatnya tak pernah diurusinya.
Rakyat pun geram. Mereka memutuskan untuk menurunkan takhta sang raja dan mengusirnya dari kerajaan. Namun, sebelum rakyat mengusir, Sinbad sudah kabur terlebih dahulu dengan membawa serta harta kerajaan.
Dengan harta yang melimpah itu, Sinbad membeli sebuah kapal dan memperkerjakan pelayan untuk menemaninya mengarungi laut. Sedari dahulu, dia memang bercita-cita menjadi seorang pelaut.
Di atas kapal, Sinbad bersama pelayannya hanya bisa bersenang-senang menghabiskan harta yang melimpah itu. Karena perangai Sinbad yang buruk, para pelayannya jadi membencinya. Hingga suatu hari, saat mereka berkunjung di sebuah pulau terpencil, para pelayan memutuskan untuk meninggalkan Sinbad di sana.
Setelah berbulan-bulan Sinbad hidup sendirian di pulau tersebut, dia menyesali perbuatannya. Ia menyadari hidup tanpa adanya kawan-kawan itu menyedihkan. Ia merindukan ayah dan ibunya. Ia menyesal sudah berbuat semena-mena terhadap anak buahnya.
Maka dari itu, aku yang bisa mendengar keluhan Sinbad segera membangunkan ikan paus yang selama ini ia tinggali. Iya, pulau tempat Sinbad terdampar sebenarnya adalah paus raksasa yang sudah lama tertidur, saking lamanya, punggungnya sudah banyak ditumbuhi berbagai pohon. Sang paus pun mengantarkannya ke pulau terdekat.
Sejak saat itulah, Sinbad berjanji untuk menjadi pelaut yang baik. Dia sudah banyak bertualang ke berbagai belahan dunia dan menghadapi banyak makhluk mengerikan untuk mendapatkan harta karun, seperti; elang raksasa, ular naga berkepala tiga, beruang buas, dan banyak lagi.
"Sinbad ...! Sinbad ...! Ada orang terapung!"
Seseorang di atas dek atas kapal berteriak-teriak memanggil sang kapten Sinbad dan membuatnya terbangun dari tidur.
Mendengar teriakan tersebut, Sinbad berlari menuju dek navigasi untuk mengambil teropong dan melihat ke lautan. Benar saja, di sana terlihat seseorang sedang terapung di permukaan laut berpegangan pada sebatang kayu.
"Arahkan kapal ke dekatnya, kita tolong dia," ucap Sinbad pada sang navigator. Kapal pun mendekati orang yang terlihat setengah pingsan itu dan menyelamatkannya.
Dia adalah Malin Kundang, pemuda yang aku tenggelamkan lalu aku selamatkan kembali. Setelah berhari-hari berada di kapal bersama Sinbad dan awak kapal lain, akhirnya dia siuman.
"Siapa kamu sebenarnya?" tanya salah seorang awak kapal.
Namun, Malin Kundang yang masih setengah sadar tidak menjawab, dan malah berteriak-teriak. "Ibu ... ibu maafkan Malin, Bu," ucapnya.
Salah satu awak kapal yang bertugas menjaganya terheran-heran karena tidak mengerti bahasa pemuda itu. Lantas ia keluar dari kamar dan memanggil Sinbad untuk memberitahu akan kesadaran Malin.
Sinbad pun tergesa-gesa pergi ke dalam ruangan untuk menemui pemuda itu. Beruntung, salah satu dari awak kapal mahir berbicara dalam berbagai bahasa. Akhirnya, dengan bantuan penterjemah itu, Sinbad bertanya.
"Siapa kamu sebenarnya? Di mana tempat tinggalmu?" tanya Sinbad.
Kemudian, Malin Kundang pun menceritakan semua tentang dirinya, dari mana ia berasal, dan bagaimana ia bisa terombang-ambing di lautan.
Setelah mendengar penjelasan Malin Kundang, Sinbad pun menawarkan pemuda itu untuk bergabung menjadi awak kapal dan bekerja bersamanya. Namun, permintaan itu ditolak. Karena dia hanya ingin pulang.
"Antarkan aku ke Pulau Sumatera. Aku adalah suami dari anak seorang saudagar kaya di sana. Kau akan aku beri harta sebagai imbalannya," ucap Malin.
"Bukan aku tidak mau, tetapi kami sedang mengejar sebuah harta karun di Pulau Alshan. Kabarnya, selain harta Karun peninggalan kerajaan Mojo yang terkubur, di sana juga ada tanaman anggrek darah yang dapat menyembuhkan pelbagai macam penyakit, dan itu harganya sangat mahal."
"Pulau Alshan? Bukankah itu satu jalur menuju Pulau Sumatera?"
"Oh. Apakah kamu mengetahui di mana Pulau tersebut?"
"Tentu saja ... siapa nama Anda?"
"Sinbad."
"Kalau begitu, aku ikut denganmu dan akan aku tunjukan padamu jalan menuju Pulau Alshan. Setelah itu, antarkan aku kepada keluargaku," ujar Malin Kundang.
Akhirnya, Sinbad pun sepakat dan menyetujui permintaannya. Kemudian, berlayarlah mereka mengarungi lautan menuju Pulau Alshan atas bantuan Malin Kundang dan salah satu awak kapal yang bertugas sebagai navigator.
Sesungguhnya aku sangat bahagia atas pertemuan mereka. Aku berharap Malin Kundang bisa bertemu kembali dengan ibunya dan meminta maaf, agar Langit dapat mengampuninya juga.
Setelah berhari-hari berlayar, tibalah kapal mereka di sebuah pulau tropis yang sangat indah, Pulau Alshan, dengan hutannya yang lebat. Kabarnya, harta Karun itu terkubur di atas gunung yang ada di tengah-tengah pulau itu. Sedangkan anggrek darah yang mereka cari ada di sebuah lembah di kaki gunung. Lalu berangkatlah mereka menuju lokasi tersebut dengan bantuan peta yang mereka miliki.
Walaupun aku tidak dapat melihat petualangan mereka, tetapi Hutan senantiasa mengabarkan aku apa yang terjadi pada Sinbad, Malin, dan awak kapal lainnya.
Menurut apa yang diceritakan oleh Hutan, mereka membagi kelompok menjadi dua. Satu kelompok ke lembah, dan yang lainnya ke puncak gunung.
Meski banyak tantangan yang dihadapi seperti kemunculan dua macan tutul di gunung dan ular piton raksasa di lembah, tetapi mereka berhasil mendapatkan beberapa bunga anggrek darah dan harta karun itu.
Akhirnya mereka kembali bersama peti berisi emas perhiasan dan bunga-bunga anggrek berwarna merah.
Atas keberhasilannya, mereka memutuskan mengadakan pesta di atas kapal. Seluruh awak kapal tampak bahagia, wajah mereka dihiasi tawa sepanjang malam. Namun, tidak demikian dengan Malin Kundang, ia terlihat gelisah dan bersedih memikirkan keluarganya.
"Jangan bersedih, Malin. Besok kita berangkat menuju pulau tempat tinggalmu. Jangan risau, kami akan mengantarkanmu pulang."
Kata-kata Sinbad membuat hati Malin menjadi tenang. Kemudian dia pun ikut larut dalam pesta merayakan keberhasilan mereka.
🌊🌊🌊🌊
Setelah jauh mengarungi lautan, akhirnya kapal berlabuh di Pulau Sumatera. Kapal mereka yang terbilang besar menjadi pusat perhatian para nelayan dan penduduk pulau sekitar pelabuhan. Sinbad, Malin Kundang, dan para awak pun turun dari kapal.
Aku sama sekali tak bisa melihat mereka. Rumah Malin terlalu jauh ke pelosok. Namun aku meminta daratan untuk memantau apa yang terjadi. Dan ini lah yang ia ceritakan:
Suara riuh obrolan para penduduk terdengar. Wajah-wajah mereka terlihat heran dan sekaligus takjub atas apa yang dilihatnya.
"Siapa mereka?"
"Kapalnya besar sekali, ya?"
"Kira-kira siapa mereka?"
"Bukankah itu Malin?"
"Malin? Apakah dia selamat juga dari badai itu?"
Rupanya salah satu dari penduduk nelayan mengenali Malin kundang.
Berita kembalinya Malin Kundang sampai di telinga istri dan mertuanya yang merupakan saudagar kaya di desa tersebut. Ia pun menyambut Sinbad, Malin, dan para awak kapal di rumahnya.
Semua awak kapal dengan lahap menikmati berbagai makanan yang disiapkan untuk mereka. Istri Malin sangat berterima kasih kepada Sinbad karena sudah menyelamatkan suaminya.
Namun, Sinbad dan anak buahnya tidak bisa lama-lama berada di rumah kediaman keluarga Malin. Mereka harus segera mengantarkan bunga-bunga anggrek darah itu kepada seorang raja di tanah jazirah Arab.
Akhirnya, Sinbad berpamitan dengan Malin dan keluarganya. Akan tetapi, sepertinya Sinbad merasa ada yang ganjil. Sejak kedatangannya di pulau itu, Ia tidak melihat ibunya Malin.
Sebelum Sinbad naik ke atas kapal untuk berangkat, ia menanyakan sesuatu kepada Malin. "Di mana ibumu, Malin? Bukankah dia yang kamu rindukan?"
Mendengar itu, istri dan mertuanya mengernyitkan dahi. Malin yang melihat raut wajah istrinya merasa risih. Dia pun menjawab. "Maaf, Sinbad, sebenarnya ibuku sudah lama meninggal."
Sinbad pun terkejut atas jawabannya. Namun, ia segan untuk bertanya kembali dan memilih diam meski merasakan ada keanehan atas jawabannya.
Itulah yang Daratan ceritakan.
Aku adalah Samudera, penguasa lautan yang ada di bumi. Aku dapat mengetahui isi hati semua makhluk yang ada di lautan, baik di dalam maupun di atas lautan, termasuk suara hati Malin.
Iya, aku tahu, ibunya belum lah meninggal. Karena itu, aku murka mengetahui jawaban dari pemuda yang pernah aku selamatkan itu.
Aku pun mengutuknya kembali. Sungguh aku sangat membenci orang-orang yang mempermainkan belas kasihku. Maka, setelah Sinbad berlayar jauh dari pelabuhan, aku segera menghantamkan ombak yang sangat besar untuk menenggelamkan Malin, istrinya, serta mertuanya dan meminta Langit untuk menurunkan petir agar Malin berubah menjadi batu seperti yang seharusnya.