Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Slice of Life
SHIRO
0
Suka
662
Dibaca

Perkiraan cuaca yang dikabarkan melalui siaran berita radio menyebutkan bahwa kemungkinan besar malam nanti salju akan mengguyur seluruh wilayah Kanto, kepada seluruh warga yang bermukim di Prefektur Kanagawa diharapkan untuk mempersiapkan diri menghadapi hujan salju yang mungkin dapat berubah menjadi badai seiring dengan berlalunya senja. Di salah satu sudut jalan berdekatan dengan Pelabuhan Yokohama, Pak Shigure yang berprofesi sebagai polisi baru saja kembali ke kōban, setelah melalui hari yang amat panjang. Usianya sudah tidak muda lagi, tapi semangatnya untuk membantu setiap warga yang menghadapi kesulitan dan kesukaran dalam suatu dan berbagai hal lainnya tidaklah pernah surut, seperti ombak di lautan yang tidak akan pernah berhenti menderu. Dalam bertugas biasanya Pak Shigure selalu ditemani dengan dua temannya, yang satu merupakan seorang anggota polisi yang juga sudah sama berumurnya dengan dirinya, namun hari ini kawannya terkena demam musim dingin jadilah dia hanya akan bersama teman yang satunya lagi, namun sejak tadi temannya itu belum juga muncul. 

Angin dingin terbawa melawati Teluk Tokyo berhembus hingga ke atas tubuh mungil Shiro, bulu tubuhnya berwarna putih susu menggelugut. Ekor Shiro bergoyang penuh semangat saat melihat punggung Pak Shigure yang hendak masuk ke dalam pos jaga.

Guuk, guuuk…. Shiro menyalak dan berlari ke arah Pak Shigure.

“Oh Shiro!” Pak Shigure melambaikan tanganya, tak kalah antusias dengan ekor Shiro yang terus berputar ke kanan dan ke kiri tanpa henti, inilah teman yang sudah dinantinya sejak tadi.

Guuk guuk…. Shiro menjulurkan lidahnya yang penuh air liur sebab dari jauh ia dapat mencium bau lezat dari dalam kōban.

“Kau pasti sudah dapat menciumnya dari jauh bukan Shiro? Nah ini makanlah sudah aku sisakan untukmu.” 

Mangkuk kecil berisi beberapa potongan oden diletakan Pak Shigure di hadapan Shiro yang segera mengendus-endus baunya dengan riang. 

Udara semakin terasa dingin dan kering, Pak Shigure memeluk tubuhnya sendiri dan mengusap kedua lengan tangannya beberapa kali hingga menciptakan gesekan hangat di atas kulit. Shiro masih asyik dengan mangkuk yang isinya sekarang sudah berkurang setengah.

“Shiro betapa nyamannya dirimu dengan bulu mu yang hangat.” 

Pak Shigure menatap bulu tebal di tubuh Shiro dengan cemburu, ia membayangkan betapa hangat dan nyamannya bila selalu dipeluk gumpalan bulu tebal dan empuk di saat musim dingin. 

“Hei Shiro, nanti kira-kira akan turun salju, semoga saja tidak terjadi badai. Cepatlah pulang dan jangan bermain terlalu jauh!”

Pak Shigure memperingatkan Shiro yang terkadang dapat lupa waktu dan tempat bila sedang menjelajah kota.

Shiro adalah anjing kecil lincah yang sejak bayi sudah sangat akrab dengan warga di wilayah penjagaan Pak Shigure. Dulu ia ditemukan di dalam kotak kardus yang ditinggalkan oleh seseorang di bawah lampu taman di suatu pagi musim panas yang berangin. Shiro memiliki sebuah kekurangan, di antara empat buah kakinya, salah satu kaki bagian belakang tubuhnya memiliki panjang yang sedikit lebih pendek di antara kaki lainnya sehingga ia mengalami kesulitan saat berjalan maupun berlari. Selain kekurangan tentunya Shiro juga memiliki kelebihan, wajahnya amat lucu, mata dan kepalanya sangat bulat dan kupingnya selalu menjuntai mengikuti gerak kepalanya, sikapnya juga selalu ramah dan tenang sehingga semua warga selalu senang hati dengan keberadaan Shiro di lingkungan tinggal mereka, namun belum ada yang berniat menjadikan Shiro sebagai anggota keluarga tetap di rumah mereka.

Shiro selalu suka berpetualang, bermain dengan anak kucing dan mengejar kupu-kupu bersayap indah adalah kegemaranya. Belum pernah ada yang menjumpai Shiro terlibat perkelahian dengan binatang lainnya, banyak anak kecil yang gemas dan sering bermain dengan Shiro di hari libur sekolah. Tempat yang paling disukai Shiro untuk beristirahat adalah di area taman, di bawah kaki perosotan atau di bawah bagunan kuil yang tenang dan hangat.

Mangkuk berisikan oden sudah kosong, Shiro menjilati sekitar mulutnya dengan hati dan perut yang hangat juga senang. Semua orang yang mengenal Shiro selalu mengasihinya sehingga jarang sekali perut Shiro kosong dalam kurun waktu yang lama, apalagi ada Pak Shigure yang sangat memperhatikannya, sebetulnya bila Bu Shigure tidak alergi dengan bulu binatang inginlah hati Pak Shigure untuk membawa Shiro pulang ke rumah.

“Nah Shiro apa perutmu sudah kenyang?” tanya Pak Shigure sambil memberikan mangkok kecil lain yang berisi air bersih.

Guuuk! Suara Shiro terdengar lantang.

“Bagus. Sekarang pergilah ke tempatmu beristirahat sebelum salju turun, nanti kau bisa mengalami kesulitan.” 

Guuuk!

Shiro berjalan meninggalkan Pak Shigure, dalam perjalanannya menuju tempat istirahatnya hari ini ia bertemu dengan beberapa orang yang akrab dengannya dan semua memberitahu Shiro agar ia bergegas ke tempatnya berlindung sebelum salju jatuh. Semestinya ia menuju ke bangunan kuil yang hangat tapi kaki Shiro sudah lelah untuk mendaki bukit, ia memutuskan untuk beristirahat di taman yang berjarak hanya beberapa blok dari tempatnya sekarang.

Matahari semakin redup, tungku pemanas mulai dinyalakan. Dahan pohon yang kering sudah tidak berbunga maupun berdaun tertiup angin dan menimbulkan bunyi gesekan cukup kencang, berarti angin bertiup cukup kuat. Shiro berusaha mempercepat laju jalannya dengan setengah melompat menggunakan tumpuan kekuatan dari ketiga buah kakinya yang normal.

Masuk ke dalam area taman, telinga Shiro yang sensitif mendengar suara yang tidak biasanya ia dengar. Shiro semakin mempercepat laju jalannya yang terlihat seperti terseok-seok dari kejauhan, ia penasaran dengan suara yang tidak biasanya itu. Shiro mencari ke segala tempat permainan, termasuk tempat yang paling disukainya untuk beristirahat tapi tidak ada siapa-siapa di sana. Shiro mengendus-endus berbagai macam bau di sekitarnya, ia menajamkan indera penciuman, pendengaran dan menyusuri insting binatangnya. Shiro berjalan hingga ke ujung taman, disana terdapat ayunan tua dengan semak-semak besar yang membentuk pagar di belakangnya. Di balik semak-semak itulah suara tidak biasa itu berasal. 

Ada seorang anak dengan pipi yang mirip dengan kue mochi, namun kedua pipi itu memiliki sentuhan warna kemerahan di atasnya juga di atas hidungnya. Merah itu bukan disebabkan oleh udara dingin melainkan karena badai tangisnya yang mendahului badai salju berdasarkan ramalan cuaca pagi tadi. Anak itu memiliki rambut jabrik yang terlihat tersentak ketika melihat Shiro berdiri di depannya.

Guuuk! Shiro menyapanya.

Anak itu tidak mengerti bahasa Shiro dan ini juga pertama kalinya ia melihat Shiro, ia tak akrab denganya sehingga tidak dapat memahami maksud gonggongan Shiro.

Guuuk!

Shiro kembali mengulangi pertanyaannya, tapi anak itu tetap tidak mengerti. Tetapi ia menjadi lupa akan tangisnya selama beberapa detik. Wajah Shiro yang bulat mengingatkannya dengan sebuah boneka binatang yang ada di dalam kamar tidurnya dan ia kembali menangis, kali ini tangisnya terdengar lebih kencang.

Shiro berlari mengitari tempatnya berdiri, ia bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Anak itu menutup kedua wajahnya dengan kedua telapak tangannya yang mungil yang sedari tadi ia gunakan untuk menutup kedua lututnya. Shiro tak putus asa, ia mendekati anak itu dan barulah ia dapat mencium dan melihat ada sesuatu yang aneh.

Guuk...guuk...guuk!

Lutut anak itu berlumur darah berwarna merah tetapi mata Shiro tidak mempunyai kemampuan untuk mengenali warna merah dengan baik, untungnya ia dapat mengenali dan mencium bau anyir dari kedua lutut anak itu. Shiro yang cerdas mengerti bahwa anak itu butuh pertolongan.

Guuk...guuk!!!

Gonggongan Shiro dimaksudkan untuk menenangkan si anak berpipi mochi dan menyuruhnya agar tenang sebab ia akan memanggil seorang penyelamat untuk datang dan menolongnya. Tapi anak itu tidak mengerti, tangisnya malah bertambah kencang ketika Shiro berlari meninggalkanya.

Shiro meninggalkan taman dengan langkah sebesar yang dapat ia usahakan. Musim dingin membuat hari jadi lebih pendek, langit sudah hampir berselubung gelap. Seluruh pintu rumah terlihat sudah tertutup rapat, jalanan terasa amat sepi, lampu jalan mulai terlihat benderang menuntun Shiro ke tempat yang ditujunya. 

Di perempatan pertama, karena Shiro terlalu fokus mengerahkan seluruh perhatian dan tenaganya pada ketiga kakinya agar berlari lebih kencang dan imbang dia sampai tidak menyadari bahwa dari arah samping ada seorang demae dengan satu lusin mangkok yang ia panggul dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya memegang kemudi sepeda yang sedang ia kayuh. Mangkuk-mangkuk itu berisi mie ramen dengan kuah penuh di dalamnya, kuah itu bergoyang kesana dan kemari sama halnya dengan sepeda yang masih berusaha mencari titik keseimbangan. Ternyata itu adalah Pak Ishikawa yang sudah berpuluh-puluh tahun menjadi seorang demae di sebuah kedai ramen. Dengan pengalaman dan kelihaiannya dalam mengayuh sepeda dan didukung dengan kekuatan tangannya yang terlatih akhirnya Pak Ishikawa dapat menyelamatkan seluruh isi ramen beserta setiap tetes kuah dari bencana, tapi ia menjadi sungguh amat marah kepada Shiro yang tidak berhati-hati.

“Shiro apa kau mau membahayakan nyawa seseorang! Anjing nakal!” seru Pak Ishikawa.

Guuk….

Senyum di wajah Pak Ishikawa yang selalu muncul setiap berpapasan dengan Shiro tidak terlihat malah berganti dengan bibir yang melengkung tajam ke arah bawah, nada bicaranya juga tinggi.

Guuk...guuuk...guuuk….

Shiro sungguh merasa bersalah dan ingin meminta maaf kepada Pak Ishikawa tapi ia juga teringat dengan anak yang masih menangis di taman. Shiro terus berlari lurus meninggalkan Pak Ishikawa yang masih terus mengomel di belakang.

“Sungguh aneh tak biasanya Shiro begitu. Hai Shiro!!! Berhati-hatilah jangan sampai melukai orang lain!!!” Pak Ishikawa memperingatkan Shiro dengan suara teriakannya yang sangat kencang.

Shiro terus berlari menyusuri jalan yang sudah sangat dihafalnya, kali ini ia lebih berhati-hati, ia lebih banyak menengok ke kanan dan kiri jalan. Sampailah Shiro di persimpangan jalan dimana di kanan kiri berbaris toko-toko yang menjual berbagai macam kebutuhan hidup. Ada toko sayur, toko penjual donat kari, toko daging, toko kelontong dan banyak lagi. Namun hampir seluruh toko terlihat sudah beberes dan siap menutup hari panjang yang telah mereka lalui, termasuk sebuah toko yang menjual hasil laut segar. Kesibukan pemilik toko tersebut membuat pandangan matanya luput pada tubuh Shiro yang mungil, sehingga air kotor dalam ember yang sebetulnya hendak ia buang ke jalan justru mengguyur tubuh Shiro yang malang. Shiro yang malang tidak tahu barangkali sesekali ia juga harus menengok ke atas saat berlari. 

Guuuk….

Shiro kaget dan berhenti sebentar, barulah si pemilik toko menyadari kesalahanya. Angin berhembus meniupkan hawa yang semakin dingin, menandakan sebentar lagi salju akan turun. Tubuh Shiro yang basah terlihat menggigil kedinginan. 

“Astaga maafkan aku anjing kecil.” 

Pemilik toko tadi berlari menghampiri Shiro, tubuhnya masih bergetar akibat angin yang baru saja menerjangnya. Bulunya yang tebal terlihat mengempis, warnanya yang semula putih susu sekarang telah berubah menjadi warna lebu dengan bau ikan yang menyengat.

“Mari kita bersihkan dan keringkan badanmu dahulu anjing kecil.”

Tangan pemilik toko sudah hampir menjangkau tubuh Shiro ketika seorang anak kecil keluar dari toko kroket yang bersebelahan dengan toko yang menjual hasil laut segar, anak itu memiliki pipi bulat dan kemerahan akibat rasa senang memiliki kroket hangat di tengah udara dingin, Shiro yang sejenak lupa kembali teringat dengan anak yang berada di taman.  

Guuk...guuk!!!

Shiro menyalak dan membuat orang-orang di sekitarnya kaget termasuk pemilik toko hasil laut segar yang tanganya masih menggantung di udara ketika Shiro berlari meninggalkannya.

“Hai anjing kecil apa kau tidak kedinginan? Biar aku bersihkan badanmu terlebih dahulu!!” pemilik toko merasa sangat menyesal dengan kecerobohannya.

Shiro terus berlari dan berlari tanpa menghiraukan udara dingin yang terus merekatkan dayanya yang sangat kuat pada tubuh basahnya. Shiro teringat dengan sebuah jalan kecil semacam jalan pintas yang pernah dilaluinya dulu, Shiro pun membelokan tubuhnya menuju arah jalan kecil. Jalan kecil itu gelap dan juga menyeramkan, tidak ada cahaya dari lampu perumahan yang berhasil jatuh hingga bawah. Di pertengahan jalan, kaki Shiro mulai gemetar, ingin rasanya ia berbalik arah tapi wajah anak yang menangis itu terus terlintas dalam kepalanya. Shiro berusaha memberanikan dirinya.

Auuk….

Suara Shiro terdengar seperti rintihan ketakutan tapi kakinya terus saja melaju ke arah depan meskipun gemetar. Semakin jauh ia melewati jalan kecil semakin cahaya hilang dari sekelilingnya. 

Auuuuuuuuuuuuuuuuuk….

Lolongan panjang Shiro tidak tertahankan. Tiba-tiba setitik warna kuning muncul dari kejauhan. Shiro pun penasaran dan terus memberanikan diri dan langkahnya mendekati kuning yang tampak semakin terang itu, ternyata terang itu berasal dari cahaya kunang-kunang. Shiro memiringkan sedikit kepalanya, ia belum pernah bertemu kunang-kunang di udara yang dingin seperti ini dan memang biasanya tidak ada kunang-kunang di musim dingin sebab mereka sedang sibuk dengan tidur panjang mereka. Shiro terus mengikuti cahaya yang mengapung dengan riang, ia sedikit bermain permainan kejar dan tangkap dengan kunang-kunang. Rasa takut Shiro sudah sepenuhnya hilang. Di ujung jalan cahaya dari perumahan kembali tersedia, senang sekali rasanya hati Shiro, segera ia berlari menuju ujung jalan kecil. Sesampainya di ujung jalan Shiro kembali menoleh menuju jalan gelap di belakangnya, ia ingin mengucapkan terima kasih kepada kunang-kunang yang telah membantunya melewati kegelapan, namun setitik cahaya kuning itu telah hilang dari pandangan Shiro. 

Guuuk!

Shiro mengucapkan rasa terima kasih dan salam perpisahannya, kemudian ia kembali berlari dalam lindungan lampu jalanan.

Pintu kōban terbuka lebar, Pak Shigure tampak sibuk, wajahnya seperti sedang berpikir dengan amat serius saat mengamati sesuatu yang tergeletak atas meja.

Guuk...guuk...guuk…. Shiro menyalak, membuat Pak Shigure kaget. 

“Shiro kenapa kau kembali?”

Shiro terlihat resah, tubuhnya berlarian kecil kesana dan kemari kemudian berlari dalam lingkaran kecil yang ia buat sendiri, seluruh kakinya terlihat gemetar dan kelelahan.

“Dan kenapa badanmu kotor begitu?” Pak Shigure berjongkok mendekati Shiro, tercium bau amis ikan dari bulu-bulu Shiro yang masih kempis. “Shiro kau bermain di mana tadi? Badanmu bau ikan begini dan juga basah kau bisa sakit anjing kecil.”

Guuk...guuk...guuk…guuuk….

Gonggongan Shiro tidak terdengar seperti biasanya, terdengar seperti ada sesuatu yang mendesak. Shiro berlari ke arah Pak Shigure dan menggigit ujung celana Pak Shigure, dengan kakinya yang kecil dan lelah ia seperti ingin mengajak Pak Shigure untuk pergi ke suatu tempat.

“Shiro kau bisa merobek celana ku, ada apa ha?”

Shiro terus mengerahkan seluruh tenaganya, giginya semakin erat menggigit celana Pak Shigure. Tubuhnya yang kecil tentu tidak dapat menarik tubuh Pak Shigure yang juga berusaha melepaskan taring mungil Shiro dari ujung celananya.

“Kau aneh sekali Shiro!” Pak Shigure heran dengan tingkah Shiro yang sangat luar biasa aneh petang ini. “Kau mau mengajakku kemana? Baiklah, baiklah aku akan pergi, sebentar.” 

Setelah menutup pintu kōban Pak Shigure mengikuti petunjuk langkah Shiro.

Sampai di depan taman suara tangisan itu masih terdengar jelas dan menggema di penjuru taman yang sepi. Salju mendarat di atas topi Pak Shigure. 

“Suara apa itu Shiro?”

Guuk...guuk!!

Shiro berlari menuju ke arah belakang taman dan Pak Shigure mengikuti tepat di belakangnya. Sebuah ayunan tua bergerak tertiup angin besar menimbulkan bunyi berdecit yang seram, membuat bulu kuduk orang yang mendengarnya merinding. Jelas sekali sumber suara tangisan berasal dari balik semak-semak. Pak Shigure menyibak semak-semak, wajahnya kaget saat melihat seorang anak tengah menangis dengan kedua lutut terluka dan berdarah. 

Mata anak itu terbuka lebar dan terlihat bulat seperti kelereng saat melihat Pak Shigure, butiran salju menyentuh pipinya yang semakin kemerahan. Shoyo adalah nama anak kecil itu. Pak Shigure berhasil menenangkan tangisannya kemudian ia membawa Shoyo di punggungnya, mereka pergi menuju kōban, Shiro kecil mengikuti Pak Shigure dan Shoyo. 

Pak Shigure membersihkan luka di kedua lutut Shoyo, setelah diberikan teh hangat akhirnya Shoyo bercerita bahwa ia tersesat saat mengejar seorang penjual ubi manis bakar, dia sudah berkali-kali berjalan dan juga berputar-putar berusaha mencari jalan ke arah rumahnya namun ia tak dapat mengenali suatu petunjuk jalan pun yang dapat mengarahkannya pulang sampai ia melihat sebuah taman dan menjelajahinya, saat melihat ayunan ia langsung menaikinya dan ternyata ayunan itu malah membuatnya terjungkal ke belakang hingga membuat kedua lututnya terluka. Pak Shigure menggaruk kepalanya yang sebetulnya tidak terasa gatal. Dia mencoba berpikir dengan keras dimanakah sebetulnya asal dan rumah Shoyo berada. Shiro mengamati Pak Shigure dan Shoyo bergantian.

Salju mulai menebal, setelah banyak pertanyaan dan kesabaran akhirnya Pak Shigure dapat menemukan dimana rumah Shoyo berada. Bulu Shiro yang basah sudah hampir kering tapi bau ikan masih sangat tercium dari tubuhnya. Pak Shigure segera mengambil sepedanya, Shoyo didudukannya di bagian belakang sepeda. Tak lupa Shoyo memasukan tubuh Shiro yang mungil ke dalam jaketnya dan memeluknya dengan erat.

Senang hati Shoyo dapat kembali pulang, rupanya ibunya sangat mengkhawatirkan dirinya yang tak kunjung pulang bermain sejak siang tadi.

“Terima kasih, terima kasih sekali karena sudah menemukan Shoyo kami.” Ibu Shoyo membungkuk dan memberi hormat yang sangat dalam kepada Pak Shigure dan pertolongannya.

“Bukan, bukan saya yang menemukan Shoyo tapi Shiro lah yang sudah menemukan dan menolong Shoyo.” Pak Shigure menunjuk Shiro yang sedang sibuk menjilati tubuhnya sendiri.

“Anjing kecil terima kasih sekali atas bantuanmu.” Ibu Shoyo mendekati Shiro dan mengusap kepala bulat Shiro dengan lembut.

Guuuk…. Terima kasih kembali ucap Shiro.

Malam semakin gelap Pak Shigure segera pamit pulang. Shoyo tak hentinya menatap Shiro. Ketika kaki Pak Shigure dan Shiro sudah setengah melangkah keluar dari rumahnya, Shoyo berlari mencegah Pak Shigure dan Shiro untuk melangkah lebih jauh.

Okaasan izinkan Shiro tinggal bersama kita, aku mohon.” Tubuh mungil Shiro sudah berada dalam pelukan Shoyo. 

“Shoyo, bagaimana bila keluarga Shiro mencarinya?” Ibu Shoyo menatap Pak Shigure.

“Keluarga Shiro adalah setiap orang yang dijumpainya di jalan.” Pak Shigure menatap Shiro yang terlihat nyaman dan aman dalam pelukan tangan Shoyo. “Sejak kecil Shiro selalu sendiri, meskipun ia anjing yang sangat baik dan menyenangkan karena kekurangannya banyak orang yang berpikir berulang kali untuk mengadopsinya.”

“Aku tak keberatan, bila tidak ada Shiro pasti sekarang aku masih menangis ketakutan sendirian di taman hingga membeku, sebab keberanian dan kepintaran Shiro yang melebihi kekurangannya sekarang aku bisa kembali bertemu dengan Okaasan.”

Kilauan air mata mulai terbentuk di mata Shoyo, pelukannya semakin tak terpisahkan dari tubuh mungil Shiro, ia benar-benar tak ingin berpisah dengan penolongnya.

Guuk….

“Baiklah, tapi kau yang harus menjaga Shiro bukan sebaliknya. Dan kau harus merawat Shiro dengan segenap hatimu Shoyo.”

“Hore!!! Kau dengar itu Shiro sekarang kau punya rumah! Sekarang kita akan terus bersama!” Shoyo gembira sekali, ia mengangkat tubuh mungil Shiro di udara.

Guuk! Guuuk! Shiro tak kalah antusiasnya dengan Shoyo mereka menari-nari bersama.

Pak Shigure berlinang air mata, ia sangat bahagia untuk Shiro akhirnya anjing kecil itu dapat menemukan rumah sesungguhnya untuk tempatnya menginap dan bermain dengan aman dan nyaman.

“Nah Shiro rasanya inilah saat perpisahan kita, aku harap kau tak akan melupakanku teman kecilku yang pemberani.”

Melihat tatapan sedih dari Pak Shigure, Shiro menyelinap dari pelukan Shoyo dan ia berlari dengan tertatih ke arah Pak Shigure.

Guuk...Guuuk! Jangan sedih temanku suatu hari kita pasti akan berjumpa lagi! Shiro menjilati pipi Pak Shigure.

“Hahaha baiklah, baiklah. Sudah Shiro aku harus kembali bekerja, nah jangan nakal anjing kecil.”

Sesuai dengan ramalan cuaca, malam hari badai salju turun dengan cukup lebat di wilayah Kanto. Shiro sudah mandi dengan bersih dan bulunya sudah kembali berwarna putih susu, perutnya kenyang dengan makanan enak dan sekarang ia sedang menghangatkan tubuhnya dengan bermain bersama Shoyo-Kun.






Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Slice of Life
Cerpen
SHIRO
Dian Y.
Cerpen
Bronze
Sebatang kara
Novita Ledo
Cerpen
Bahasa Bunga
zain zuha
Cerpen
Bronze
Bukan Tentang Nominal
Alifa abda khlq
Cerpen
Bronze
Transkrip
Muram Batu
Cerpen
Bukan Tak Cinta
Dewi Fortuna
Cerpen
Bronze
Lelaki Bermata Teduh Part-6
Munkhayati
Cerpen
Titik Jenuh
Rifa Asyifa
Cerpen
Bronze
SEVGILI ÇOCUĞUM
Citra Rahayu Bening
Cerpen
Bronze
Luka di Lutut Alberto & Kisah Monogusha Taro yang Ganjil
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Bronze
Beban di Pundak Pak Darmawan
Ron Nee Soo
Cerpen
Entitas
Oscar Zkye
Cerpen
Arwah Kunang-Kunang
Rafael Yanuar
Cerpen
Bronze
Mimpi yang Dikubur Hidup-Hidup
Muhaimin El Lawi
Cerpen
Off The Record
Nazila
Rekomendasi
Cerpen
SHIRO
Dian Y.
Cerpen
Satu Janji di Bryant Park
Dian Y.