Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Suasana warung Bang Mali mendadak riuh. Sesosok gadis cantik baru saja tiba di sana. Gadis itu bermata coklat tua. Tubuhnya proporsional rata-rata tinggi wanita asia. Wajahnya cerah dengan senyumnya yang mampu meluluhkan para lelaki yang melihatnya. Gadis itu sangat menarik perhatian. Punn menjadi dambaan pemuda di kampung tempatnya tinggal. Jasmine, pemilik wajah jelita dengan tutur kata yang sopan membuat para lelaki yang memandangnya jatuh cinta. Kuning langsat kulitnya kontras dengan warna merah dari mawar yang dibawanya.
Sekitar pukul sepuluh pagi di hari minggu itu langit seolah makin cerah dengan kedatangan Jasmine di warung Bang Mali. Ia hendak membeli pulsa agar bisa memesan ojek online.
"Bang pulsa yang sepuluh ribu ada?"
"Ada. Ke nomer yang biasa?"
"Iya." Jasmine mengambil uang dari dalam tasnya.
"Jadi dua belas ribu ya neng."
Jasmine memberikan uang tiga lembar lima ribuan. Bang Mali tampak sibuk mencari-cari uang receh buat kembalian. Ternyata tidak ada.
"Oii ... ada yang punya duit recehan gak? Tukerin!" Bang Mali bertanya sedikit berteriak ke para pemuda yang sedang duduk di warungnya. Namun, tak ada yang menggubris.
"Pada budeg apa ya nih bocah?" ucap Bang Mali melanjutkan.
"Udah nggak apa-apa, nanti aja kembaliannya Bang ... gampang itu mah," ucap Jasmine.
"Jalie?" Bang Mali memanggil salah satu pemuda.
"Eh iya, ngapa Bang?"
Spontan Jasmine menengok ke arah Jalie yang sedang duduk bersama teman-temannya. Jalie terlihat salah tingkah. Ia memang sudah sejak lama memendam rasa pada gadis manis yang tidak lain adalah seorang coach paduan suara di sekolah Farah, adiknya. Melihat Jalie salah tingkah, Ramli dan Rojak teman-teman seprofesinya sebagai driver ojek online pun menggoda-godanya. Sementara Mario tetap bersikap cool. Tidak seperti kedua temannya itu yang memang suka ngebanyol. Muka Jalie tampak merah. Malu. Sementara Jasmine hanya tersenyum melihat Jalie yang hanya bisa menunduk malu.
"Lo ada tukeran receh nggak?" tanya Bang Mali sambil menunjukkan uang lima ribuan.
Jalie memeriksa saku kemeja lalu kantong celananya.
"Wah nggak ada Bang," jawab Jalie.
"Sama bang nggak ada," jawab yang lain kompak.
"Ya sudah Bang gak apa-apa, lain kali aja," ucap Jasmine seraya tersenyum.
“Dah masuk pulsanya, Neng?” tanya Bang Mali.
“Udah, Bang.”
“Jasmine, itu mawar dari pacarnya ya?” tanya Ramli dengan maksud memanas-manasi Jalie.
“Ooo … hancur hatiku …,” ucap Rojak sambil melirik ke arah Jalie bermaksud menyindirnya.
Jasmine hanya tersenyum sambil membuka aplikasi ojek online-nya. Jasmine mengetik alamat tujuan dan memastikan titik penjemputan sesuai dengan posisinya saat ini berada.
“Emangnya pagi-pagi mau ke mana, Neng?” tanya Bang Mali.
“Mau ke depan sebentar, Bang.”
“Ngapain pakai order di aplikasi sih? Ini banyak bocah-bocah nih di sini,” ucap Bang Mali sambil keluar dari warungnya lalu berdiri di samping Jalie yang sedang berpura-pura melihat-lihat handphone-nya.
“Kan memang cara ordernya pake aplikasi bang. Lagian kan kalo abang-abang yang di sini bukan ojek pangkalan yang bisa langsung ditumpangi. Tetap harus pakai aplikasi.”
“Rojak, anterin nih si Jasmine,” pinta Bang Mali.
“Eh nggak usah, Bang.” Jasmine merasa tidak enak. Rojak memberi kode ke Bang Mali agar Jalie yang mengantar Jasmine. Namun Bang Mali tak menggubrisnya.
“Lo, Ramli?” pinta Bang Mali.
“Kopi saya belum habis ini Bang, ntar kalo dingin kan udah nggak enak.”
“Udah nggak apa-apa Bang Mali, saya order kaya biasa aja,” ucap Jasmine meyakinkan Bang Mali.
“Nah kalo lo, Mario?”
“Yaah Bang. Bukannya nggak mau, tapi ini pas banget ada orderan masuk dari customer.”
Sementara dengan kompaknya, semua mata tertuju ke Jalie. kecuali Jasmine. Ia tetap berusaha melakukan order ojek online namun sayang sudah beberapa kali mencoba namun belum juga ada driver yang mengambil orderannya. Bang Mali menjawil lengan Jalie. Sementara Jalie berpura-pura tak tahu. Ia berlagak cuek. Padahal di dalam hatinya ia sedang kegirangan. Jalie berharap, dialah yang akan mengantar Jasmine.
“Udah lo nggak usah pura-pura main hape, Jalie. Anterin si Jasmine noh, kasian dari tadi nggak dapat-dapat ojek.”
“Saya, Bang?” Jalie berbasa-basi.
“Ya iya lah elu. Masa gue suruh kang cilok yang nganterin.”
“O … I … iya Bang.”
“Pake belaga sok kagak mau lo. Padahal mah … ea … ea … ea…,” ledek Bang Mali.
“Iya … iya … saya yang anterin.”
“Udah sana Neng, naik sama si Jalie. Jangan mikirin ongkosnya. Biar ntar Bang Mali yang bayar.”
“Eh nggak usah, Bang.” “Udah sana anterin, Jalie.”
Jalie beranjak menuju motornya. Jasmine mengikutinya dari belakang. Entah mimpi apa Jalie tadi malam, yang jelas hatinya kini tengah berbunga- bunga. Raut bahagia yang terpancar dari wajah Jalie tak bisa ditutupinya. Ada perasaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Jalie menghidupkan mesin motornya. Tak berapa lama keduanya beranjak meninggalkan warung Bang Mali menuju sebuah tempat yang menjadi tujuan Jasmine yang entah ke mana.
“Kasihan gue ngelihat si Jasmine,” ucap Bang Mali sesaat Jasmine dan Jalie meninggalkan warungnya.
“Kasihan kenapa Bang?” tanya Rojak.
“Sejak bapaknya meninggal sebulan lalu, mukanya jadi sering murung.”
“Iya, nggak kaya biasanya,” timpal Ramli. “Oi, Mario … lo ngapa masih ngejublek aja di situ? Bukannya jalan. Katanya ada orderan.” “Cancle, Bang,” sedih Mario.
***
Sepanjang perjalanan Jalie berusaha mencairkan suasana. Jalie bertanya kepada Jasmine tentang mawar yang dibawanya. Jasmine pun menceritakan tentang bunga mawar yang ia bawa itu kepada Jalie. Setangkai bunga mawar merah itu akan Jasmine berikan kepada seorang lelaki paling istimewa dalam hidupnya. Seorang lelaki yang telah begitu banyak berjasa. Seorang lelaki tempat ia mencurahkan cinta pertamanya. Sesekali mata Jasmine berkaca-kaca saat menceritakan semua tentang sang lelaki istimewa. Beberapa kali ceritanya tertahan sebab Jasmine herus menahan tangisnya agar tidak terdengar Jalie yang sedang memboncengnya. Jalie bukannya tidak tahu perkara air mata Jasmine yang tertumpah dari kedua mata indahnya. Jalie mencuri-curi pandang ke Jasmine melalui kaca spionnya. Hanya saja Jalie sungkan menanyakan tentang air mata yang tertumpah dari mata seorang wanita yang sebetulnya telah lama mengisi hatinya.
Jalie masih bingung tentang siapa lelaki yang sedang dibicarakan Jasmine sehingga begitu berkesan di hatinya. Jalie pun bingung hendak ke mana Jasmine sebenarnya. Hampir lima menit perjalanan, Jasmine lupa memberitahukan kepada Jalie hendak ke mana tempat tujuannya. Sampai akhirnya Jasmine menepuk pundak kanan Jalie untuk menghentikan laju motornya. Motor Jalie berhenti di halaman parkir sebuah taman pemakaman.
Jasmine turun dari motor Jalie lalu menuju area pemakaman. Jalie masih di atas motornya masih mengamati Jasmine dari kejauhan. Jasmine tiba di satu gundukan tanah makam yang masih basah. Masih mewangi bunga-bunga segar di atasnya. Jasmine berjongkok seraya menatap nisan yang terbuat dari papan kayu yang masih tertulis nama seorang lelaki di sana. Nama lelaki yang sangat berarti dalam hidupnya. Cinta pertamanya. Jalie tahu siapa lelaki yang sejak tadi Jasmine ceritakan padanya. Tidak lain adalah ayahnya. Ayah Jasmine yang beberapa hari lalu tutup usia. Ayah yang sangat penyanyang, penyabar serta menjadi teladan keluarga telah kembali berjumpa kepada Rabb-nya.
****