Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Seperti Abu Tembakau
1
Suka
8,584
Dibaca

Adakah pilu sekeras ini? Begitu menghancurkan sampai dinding kamarmu pun tak sanggup memelukmu dan hancur lebur begitu menyentuhmu. Kak Agnar, untukku kamu adalah nestapa itu sendiri, segala rasa sakit dan luka itu. Namun, kamu menganggap kamu adalah kehancuran. Kamu tidak pernah membaginya padaku, terlalu tega bagimu jika melakukannya. Namun, Kak Agnar, mimpiku bukanlah apa-apa dibandingkan kebahagiaanmu bersamaku.

***

PRANG! Genap sudah piring kedua puluh yang ia pecahkan. Menginjak-injak piring itu menjadi kepingan tak peduli darah yang mengalir menggenangi lantai kamarnya, membasahi kaus kakiku. Aku diam memandanginya. Aku tidak menghentikannya sampai ia berhenti dengan sendirinya, menyadari kakinya mulai sakit.

“Agnar!” seru bibiku dari luar kamar Kak Agnar. “Missa! Kenapa tidak Kamu hentikan kakakmu?! Cepat ambil obat!” aku mengangguk, melepaskan kaus kakiku sebelum pergi.

Aku akan membela diri. Beberapa hari lalu, kakak melemparku ke meja belajarnya saat aku mencoba menghentikan dia. Orang aneh. Dia marah kepada dirinya sendiri karena membuatku terluka, tapi malah kembali melukai.

Aku berlari kecil untuk memberikan obat-obatan juga perlengkapan yang dibutuhkan. Bibiku, dia adalah seorang dokter, jadi aku selalu menyerahkan urusan ini kepadanya yang jelas lebih mengerti.

Begitu aku sampai di kamar Kak Agnar, aku melihatnya sudah berada di dalam pelukan bibi sambil menangis dan meraungkan maaf. Menyakitkan. Tanpa berkata apa-apa, aku meletakkan perlengkapan dan obat di kasur dan kembali keluar kamar untuk mengambil sapu, pengki, dan kain pel.

“Tidak ada yang menyalahkanmu, Agnar. Tidak apa-apa, itu bukan salahmu” bibi masih menenangkan Kak Agnar sembari mulai membersihkan lukanya.

“Tidak, Bibi. Kalau saja aku tidak meminta pergi ke sana, semuanya pasti masih baik-baik saja…”

“Agnar, itu kecelakaan-”

“Ya. Dan kecelakaan itu aku yang menyebabkannya terjadi! Jangan berkata seperti itu, Bibi. Lebih baik Bibi salahkan aku karena telah membunuh adikmu!”

“Tidak, Agnar. Tidak. Meskipun Kamu salah sekalipun, Bibi memaafkanmu, Agnar. Jadi, berhentilah merasa bersalah. Bibi memaafkanmu” pelukannya tampak semakin erat sebagaimana aku mengeratkan peganganku pada gagang sapu dan pel.

Sejujurnya aku sendiri tidak begitu ingat apa yang terjadi saat itu. Yang kuingat hanya saat Kak Agnar susah payah mengeluarkanku dari mobil, aku yang dibawa ke rumah sakit, dan mendapatkan kabar bahwa aku tidak lagi bisa menggunakan kakiku seperti biasanya. Kakiku tidak lagi kuat hanya untuk berjalan terlalu jauh. Juga kabar bahwa orang tuaku meninggal karena kecelakaan itu. Aku tidak mengerti, tapi seperti itulah. Dan sejak aku keluar dari rumah sakit, Kak Agnar menjadi kehilangan akalnya seperti ini.

“Betul, Missa?” panggilan bibi menarikku dari lamunan kelamku.

“Ya?”

“Kamu juga tidak menyalahkan kakakmu, bukan?”

Aku mengangguk-angguk. “Ya. Tentu saja. Aku selalu memaafkanmu, Kak.” Aku berjalan mendekat. Meletakkan sapu dan pel di dekat meja. Kemudian kupeluk tubuhnya yang kurus itu. “Aku tidak pernah menyalahkan Kakak. Aku tidak apa-apa. Yang penting Kakak dan aku masih bersama sekarang.”

Kak Agnar semakin meraung sembari mencengkeram bajuku. Hatiku kembali teriris mendengarnya, aku pun tak rela rasanya melepaskan pelukan ini.

***

Malam datang, merangkak naik perlahan bersama rembulan. Aku tidak bisa tidur. Meski aku sudah mengambil posisi paling nyaman sekalipun. Sesuatu menggangguku. Seperti ada yang berteriak di bawah kesadaranku, ingin mengoyak seluruh jiwa dan ragaku. Perlahan sesuatu mencekik dan menekan dadaku, membuatku ingin merobek dadaku sendiri untuk bisa bernapas.

Aku memtuskan untuk duduk dan mengamati seisi ruangan kamarku yang remang. Sesekali mengedip saat cahaya kendaraan yang lewat masuk melalui jendelaku. Ada yang kosong. Aku merasakan kekosongan yang tak berdasar. Kekosongan yang membuatku ingin menangis, rasanya seperti kesepian.

Tak mau membiarkan perasaan itu menelanku, aku keluar kamar untuk mencari sesuatu yang bisa kumakan. Makan selalu berhasil mengisi lubang di dada yang terkadang muncul tiba-tiba. Namun, langkahku terhenti begitu melihat segaris cahaya dari kamar Kak Agnar. Aku mengubah arah tujuanku.

Kuketuk tiga kali pintu kamarnya. Tak ada jawaban, tapi tidak membuatku mengurungkan niatku untuk masuk. Kehadiranku rupanya cukup membuat kakak kaget.

Mataku terbelalak. “Apa yang Kakak lakukan? Untuk apa tas besar itu?” sekelebat pikiran buruk membuatku semakin panik.

“I-ini…”

“Apa? Mau ke mana Kakak dengan tas-tas itu?” tanyaku sedikit berteriak.

Kak Agnar tersenyum sedih. Ia terdiam sebelum menjawab. “Aku tidak akan menjadi penghalangmu lagi.”

“Penghalang?”

“Kamu selalu kehilangan mimpimu karena aku, Missa. Saat kecil, maupun sekarang juga. Karena itu, aku akan pergi dari hidupmu, Missa. Aku tidak pantas menjadi kakakmu.”

“Pergi? Maksudnya?!” perasaanku campur aduk. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang Kak Agnar pikirkan.

“Aku akan pergi ke manapun, Missa. Ke tempat yang jauh sampai Kamu bisa melupakanku,” ucapnya tak menghiraukanku.

“Kakak…” air mataku mulai menetes dari sudut mata kiriku. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.

Kakak memelukku. Membisikkan kata-kata penenangnya. Kurasakan ia membawaku ke ranjangnya, memelukku sepanjang malam sampai aku lengah dan tertidur.

Esok paginya tak kutemukan kakakku di kamarnya, di sudut manapun di rumah besar ini. Hal ini tentunya membuat bibi panik, sedangkan aku hanya bisa terdiam duduk di atas ranjang kakakku itu.

Aku ingin menangis meraung. Aku ingin menyalahkannya karena pergi saat aku menginginkannya di sisiku.

“Missa! Di mana kakakmu?!” bibi mengguncangkan bahuku.

“Missa tidak tahu…. Kakak bilang, kakak mau pergi. Missa tidak bisa menghentikannya…. Maaf.” Akhirnya aku melepaskan itu semua. Semraut di kepalaku yang kutahan, seakan aku bisa menahan kakakku.

***

Bulan-bulan terlewat yang tak mampu kuhitung lagi. Kak Agnar seakan benar-benar ditelan bumi. Namun, tak kusangka, seseorang memasukkannya ke berita. Seorang pria berusia dua puluh satu tahun menjadi gelandangan yang selalu tidur di pemakaman umum. Pria itu sempat diusir beberapa kali, tapi orang-orang menjadi iba padanya bahkan memberikannya selimut dan kasur bekas. Maka dari itu, hari ini aku bergegas ke tempat itu.

Begitu sampai, aku langsung pergi ke dua makam yang berdampingan di paling pojok TPU, makam orang tuaku. Antara sudah kuduga tapi juga tidak, pria itu, kakakku itu bersandar di pohon di belakang dua makam orang tuaku. Matanya yang sayu nan kosong, rambut yang lepek. Ia kurus dan tidak berkeringat. Kotor, putus asa. Kedua tangannya menangkup seolah meminta pengampunan entah dari siapa.

Dia sudah mati. Tak ada lagi Kak Agnarku di tubuh yang hampa itu. Putus asa dan rasa bersalah menguburnya begitu dalam. Sangat dalam hingga membuatku terusik untuk ikut terkubur di sana. Jiwanya hancur, melebur bersama abu tembakau di depannya, yang sempat tersemat di antara kedua jarinya.

Kakakku mati dan aku tidak bisa menyelamatkannya.

***

TAMAT

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Skrip Film
nice to meet you! Bye..
Melisa Chandra
Cerpen
Bronze
Cinta yang Pudar
Dewi Fortuna
Cerpen
Seperti Abu Tembakau
Adinda Haifa Febru
Novel
Antara ADA (Aku dan Ayah)
Niktan' Nissa Mitza Gallish
Novel
BERLIAN DALAM LUMPUR
Gevi E Setiasari
Skrip Film
MENGEJAR BINTANG FILM
Bhina Wiriadinata
Flash
Deadline
anifah setyawati
Flash
Harapan Ayah
nirjana
Cerpen
Bronze
Merpati Putih
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Sang Perwira : Penikaman Seorang Patriot
Arkasena Majdi Wiratmojo
Cerpen
Beruntungnya Menjadi Orang Gendut
Muhammad Ilfan Zulfani
Novel
Bronze
Akankah Esok Berubah Cerah?
Achmad Biondi Adiyarta
Skrip Film
Aku Menyayangimu Ayah (Script)
Rahmawati
Novel
Bronze
Tumbal Mustika Pengasihan Panji Anom
Efi supiyah
Novel
Kita (Tidak) Baik-Baik Saja
Fey Mega
Rekomendasi
Cerpen
Seperti Abu Tembakau
Adinda Haifa Febru
Cerpen
Dua Kaki Anak Kelinci
Adinda Haifa Febru
Cerpen
Penebusan Dosa Kucing
Adinda Haifa Febru
Cerpen
Sorrow Lady
Adinda Haifa Febru
Cerpen
Suara dari Salju Utara
Adinda Haifa Febru
Cerpen
Bisik-Bisik Kehancuran
Adinda Haifa Febru
Cerpen
Effugium Cafe
Adinda Haifa Febru
Cerpen
Hujan Rea
Adinda Haifa Febru