Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Dalam dingin yang menusuk hingga ke tulang, perempuan itu merasa tubuhnya semakin melemah setiap detiknya. Tak ada yang tahu soal penyakit yang dideritanya selama ini. Tak ada yang ia katakan pada orang sekitarnya karena menurutnya percuma, orang akan melupakannya dengan cepat. Namun, yang lebih menyakitkan untuknya adalah bagaimana ia terikat oleh satu hal yang tak pernah bisa ia miliki: cinta masa lalunya. Cinta yang tak pernah berbuah di kehidupannya. Meskipun ia merindukan dan ingin memilikinya, takdir berkata lain, memisahkan mereka oleh waktu dan tempat yang tak pernah merestuinya. Dan di malam yang dingin ini, ia meras bahwa ini bisa menjadi akhir dari penderitaannya atau mungkin hanya awal dari segala kehidupan penuh rasa sakit yang harus ia rasakan sekali lagi nantinya.
Aku merasa tubuhku sangat ringan dan keluar melayang perlahan dari ragaku yang terbujur kaku, aku bahkan dapat melihat para dokter dan perawat yang berdiri mengelilingiku sambil menundukkan kepala mereka.
Akhirnya aku sudah pergi meninggalkan dunia yang kukenal, selamat tinggal semuanya…
.
.
.
Aku tidak tahu sudah berapa lama aku berada di tempat ini. Semuanya terasa gelap, sangat dingin, mencekam dan banyak suara-suara aneh yang sangat menakutkan, tapi lama-lama aku terbiasa dengan tempat aneh ini. Terasa sangat singkat, namun juga sangat lama pada satu waktu. Kenapa aku masih berada disini, apakah aku melakukan suatu kesalahan fatal ataukah ada urusan semasa hidupku yang belum terselesaikan?
Aku mengernyitkan mataku karena ada cahaya yang muncul seterang itu untuk pertama kalinya di tempat ini, dan rasanya aku terbawa masuk ke cahaya tadi. Aku ingat adegan serupa di sebuah film dengan tema mesin waktu, dan seperti itulah yang dapat kugambarkan. Perlahan, cahaya tadi memudar dan pemandangan di sekeliling berubah menjadi sebuah tempat yang terasa familiar untukku. Sebuah rumah yang ketika masa hidupku kudambakan untuk tinggal di dalamnya.
Langit sudah gelap dan kupikir sudah malam hari di tempat itu. Sepertinya, aku menjadi gentayangan? Aku merasa diriku melayang sangat ringan bagaikan bulu dan dengan mudahnya mengikuti arah yang kuinginkan untuk kutuju. Aku melihat jendela di lantai dua rumah itu terbuka dan aku melihat sesosok manusia kecil menangis di kamar yang tengah dipadamkan lampunya tersebut. Aku sangat mengenal bayi itu, dia adalah anak dari pria yang amat sangat kucintai semasa hidupku. Aku melayang perlahan untuk mendekatinya, sepertinya dia kedinginan dan kehausan? Aku mencoba meraih sesuatu untuk menghangatkan bayi tersebut, namun aku tertampar dengan fakta bahwa aku sudah menjadi hantu yang bahkan tidak memungkinkan untukku menyentuh benda apapun di dunia ini. Hatiku mencelos dan aku mencoba menembus tembok, namun aku malah melihat dua orang yang sangat kukenal. Pemandangan yang sebenarnya sangat kubenci dan tak bisa kuhindari.
Selama aku mengenalnya, aku tak pernah mengetahui kalau dia telah memiliki dua orang spesial itu dalam hidupnya, dan hal ini kuketahui tidak lama sebelum kondisiku semakin kritis. Aku bahkan tidak memberi tahunya kalau aku tidak akan pernah mempunyai waktu yang cukup untuk memberi tahunya dan menemaninya lagi. Jadi, kupikir tidak akan masalah walaupun dia tidak mengetahui tentang penyakitku. Toh, aku hanya seseorang yang sekedar lewat dan tidak berarti dalam kehidupannya kan?
Syukurlah, karena bayi itu menangis, wanita itu langsung memasuki kamar dan sepertinya menidurkan bayinya karena ia tak kunjung keluar dari ruangan dengan jendela terbuka tadi. Aku menatap pria ini dan kuakui hatiku sedikit sakit karena ia bahkan terlihat baik-baik saja dan bahagia selepas kematianku. Dia beranjak dari sofa tersebut dan berjalan menuju ruangan yang dulu kuketahui sebagai ruangan musiknya. Dia banyak menghabiskan waktu disini, mencurahkan segala pikiran dan isi hatinya melalui rangkaian melodi yang sangat indah… Aku sangat menyukai karya yang dibuatnya. Dia membuka tutup piano kesayangannya tersebut dan mulai menekan tuts perlahan dan aku sedikit terkejut karena dia memainkan lagu yang biasa kumainkan ketika berlatih dengannya.
♪♪♪
Setelah alunan lagu itu terhenti, pria itu menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan nafasnya terdengar sangat berat setelah melihat sebuah foto yang dibingkai pigura hitam dengan ornamen emas di sekelilingnya. Aku sedikit mendekat dan mungkin kalau aku masih hidup sebagai manusia saat ini, jantungku akan berhenti berdetak detik ini juga. Itu adalah foto kami, foto yang diambil saat pertama kalinya aku bertemu dengannya.
“…Maaf," Aku memiringkan kepala dan berdiri di sampingnya, mencoba mencerna apapun yang dia katakan, “Semua sudah sangat terlambat dan aku tidak bisa lagi memperbaiki apapun…”
Oh astaga… Aku terkejut karena dia mengeluarkan sesuatu dari penyimpanan yang terletak di kursi piano, aku juga mengenal benda itu. Itu adalah buku yang biasanya kupakai untuk mencurahkan segala isi hatiku karena aku tidak punya siapapun untuk diajak berbicara tentang hal yang satu ini. Tentu saja posisiku tidak baik-baik saja. Kalau aku menceritakan hal ini pada orang lain, aku sangat paham bagaimana cara berpikir manusia kebanyakan, mereka akan langsung mencap-ku sebagai gadis selingkuhan atau gadis simpanan. Padahal, nyatanya tidak ada yang tahu menahu soal kenyataannya. Jadi, selain menuangkan segalanya pada musik yang biasa kubuat, aku menumpahkan semuanya lewat tulisan. Aku sedikit bingung bagaimana buku itu bisa ada padanya?
Aku mengamati semua yang dia lakukan, terkadang dia mengulum senyum dan terkadang dia mengenggam kertas itu seakan ingin merobeknya. Aku tahu pasti tentang apa yang kutulis disitu. Sesuatu tentang bertemu orang yang akhirnya memberiku semangat hidup, cahaya dalam dunia gelapku, walaupun akhirnya hatiku pun jauh lebih remuk karenanya, tapi aku sungguh senang karena dipertemukan dengannya walaupun itu sudah bisa dikatakan saat-saat terakhirku. Aku tidak pernah menyalahkannya, dan aku selalu berusaha untuk tidak membenci wanita yang selama ini menjadi istrinya, itu bukan salahnya pula. Semua ini hanya karena waktu dan situasi yang seharusnya tidak perlu terjadi dan tidak perlu ada pihak manapun yang harus tersakiti karena semua ini. Di dalam tulisan itu, aku selalu berharap bahwa dia juga merasakan hal yang sama denganku.
Apakah aku masih bergentayangan disini karena bahkan setelah kematianku, aku masih sangat cinta padanya? Ataukah karena janji yang sudah kuucapkan bahwa aku akan selalu bersamanya dalam keadaan apapun?
Ketika aku tenggelam dalam pikiranku sendiri, aku tidak menyadari bahwa dia mulai mengambil pena dan mulai menulis sesuatu di buku milikku, dan aku baru pertama kali melihat sosoknya yang begitu hancur dan rapuh sepanjang bertemu dan mengenalnya. Aku berharap aku bisa memeluknya erat saat ini dan menghiburnya sedikit. Aku harap dia bisa merasakan kehadiranku disini…
.
.
.
Halo…
Sepertinya ini sudah setahun sejak kau pergi meninggalkanku ya…?
Aku sangat marah dan kecewa padamu tentunya, karena dulu kau berjanji akan selalu bersamaku dengan situasi, alasan dan bentuk apapun, tapi ternyata alam menghukumku seperti ini.
Hari itu, aku sangat terkejut ketika seseorang yang mengaku sahabatmu datang dengan keadaan sangat marah padaku dan memberikan kabar bahwa kau meninggal. Aku mati rasa dan langsung meninggalkan pertemuan penting kala itu dan menuju rumah sakit tempat kau dirawat. Aku tentu sangat tidak percaya dengan apa yang terlihat, kau sudah terbujur kaku dan pucat, terlihat sangat parah dan itu sama sekali bukan ingatan tentangmu yang ingin kuingat. Yang kuingat adalah kau selalu tersenyum, tidak banyak bicara, selalu mengingat hal-hal kecil yang bahkan orang lain tidak mau repot-repot mengingatnya. Kau selalu tersenyum padaku walaupun sebenarnya hatimu sangat sakit, kan? Kau tidak pernah marah padaku sekalipun, kau selalu memaafkanku dan takut akan menyakiti perasaanku tanpa memperdulikan keaadanmu sendiri, kau selalu mendukung apapun yang kulakukan tanpa pernah mempertanyakan apapun, kau selalu menyukai musik-musik yang kubuat dan aku baru tahu belakangan kalau kau selalu memutar salah satu musikku yang sebenarnya amat sangat tidak kusukai.
Aku masih teringat ketika kita pertama kali bertemu kala itu. Diantara lautan manusia lebih tertarik dengan penyanyi yang tengah naik daun tersebut, kau malah berdiri terdiam di depan sebuah piano yang terletak sedikit terpencil. Tentu saja aku penasaran, apa yang membuatmu lebih memandangi piano tersebut dengan penuh kerinduan? Ketika aku menghampirimu, kau bahkan terlihat panik dan cepat-cepat menutup piano itu, tentu saja aku menghalangimu dan aku semakin penasaran karena tiba-tiba tatapan tadi berubah menjadi tatapan penuh ketakutan. Aku memintamu untuk memainkan sebuah lagu untuk menahanmu tetap disitu, dan aku terkesiap karena lagu yang kau mainkan adalah lagu yang mungkin tidak banyak orang tahu, tapi itu adalah lagu yang menurutku penuh dengan makna dan kau memainkannya begitu indah. Kurasa, itulah pertama kalinya aku tertarik dengan permainan piano seseorang. Hari demi hari kita akhirnya bisa lebih banyak berbicara dan lagi-lagi aku semakin terpana karena kau mengerti sejauh itu tentang musik, dan seumur-umur, aku tidak pernah bertemu dengan orang yang begitu cocok membicarakan topik ini denganku.
Sampai suatu hari aku berpikir untuk membuatkanmu satu lagu sebagai tanda terimakasihku karena kau sudah menjadi teman bicaraku pada beberapa waktu ini. Aku tidak menyangka kalau kau sangat senang dan suka pada musik itu. Aku bahkan diam-diam tahu kalau kau sering menggunakan musik itu untuk latihan kan? Sampai akhirnya kau memintaku untuk memainkan satu duet denganmu, namun, sampai saat terakhir, aku tidak memenuhinya dan malah melupakan janji yang mungkin adalah mimpi selama hidupmu. Aku malah merusak semuanya dengan pertemuan secara tak sengaja kita tepat satu tahun hari dimana kita saling mengenal, hari yang seharusnya menjadi hari kita untuk memainkan musik bersama, kau malah harus melihat hal yang paling ingin kusembunyikan darimu selama ini. Bukannya memperbaiki keadaan, aku malah berlari kabur darimu dan tidak bicara lagi denganmu sejak kejadian itu. Dan ternyata kabar terakhir yang kudengar tentangmu adalah kematianmu.
Setelah hari itu, aku tidak pernah bisa berhenti mengujungi tempat peristirahatan terakhirmu. Aku marah pada diriku sendiri, aku membenci diriku sendiri karena tidak pernah punya keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya dan pada akhirnya, itu malah membuatmu pergi untuk selamanya. Aku ingin memberi tahumu tentang semuanya, aku juga tidak berniat untuk mendiamkanmu setelah kejadian itu. Aku tidak bisa berbohong pada perasaanku sendiri, aku tidak menyangkal bahwa akhirnya akupun jatuh cinta padamu, tapi aku tidak mungkin meninggalkan apa yang sudah kupunya terlebih dahulu. Padahal, aku juga mengetahui ketakutan dan trauma terbesar selama hidupmu, dan aku malah menjadi orang yang membuka luka itu lagi.
Aku tidak pernah menganggapmu bukan siapa-siapa, kau akan selalu punya tempat spesial di hatiku walaupun kondisinya seperti ini. Aku harap aku juga bisa memberi tahumu bahwa mencintai dalam diam dan sepihak itu sungguh menyakitkan, dan aku tidak pernah menyangka kalau kau juga harus merasakan hal itu sendirian selama ini. Kau juga tak pernah memberi tahuku soal apa yang selama ini kau rasakan dan kau pendam, andai saja kau membiarkanku untuk sedikit tahu, aku tidak akan setakut ini untuk menghadapi semuanya.
Aku bersalah atas semua yang kau alami selama ini, aku tahu kata maaf tidak akan pernah cukup untuk segalanya. Seandainya saja aku bisa memutar waktu dan aku tahu waktu yang kita punya hanyalah sesingkat ini, aku akan memperlakukan dan lebih menghargai semua waktu yang kita lalui bersama. Sekarang, aku hanya bisa memutar segalanya lewat memori dan terkadang aku bermimpi kau masih disini bersamaku seperti dulu.
Aku lebih sering menyendiri dan beberapa orang bahkan berkata bahwa aku terlihat pucat ketika melihat piano di tempat-tempat yang pernah kita datangi bersama. Tanpa sadar, aku meneteskan air mata ketika mendengar lagu kesukaanmu dan lagu yang selalu kau mainkan. Aku mencoba lagi untuk membuat lagu dan musik, tapi aku bahkan tidak sanggup untuk berpikir nada seperti apa yang harus kurangkai. Seandainya ada nada yang bisa membangkitkan orang mati, aku sudah pasti akan membuatnya. Aku hanya ingin kau tahu bahwa kau adalah bagian terindah dalam hidupku yang tak akan pernah bisa kuulang kembali, aku akan selamanya mengenangmu dalam memoriku. Terimakasih karena sudah mencintaiku dengan tulus dan dengan situasi seperti ini, aku yakin dan akan terus percaya bahwa kita akan bertemu lagi di kehidupan selanjutnya, aku berjanji akan memperlakukanmu lebih baik dan apabila semesta memberikan kesempatan, aku tidak akan pernah ragu untuk mengambil pilihan itu. Kita akan bertemu lagi nanti di sebuah hari yang indah dan cerah, dengan merpati putih berterbangan menghiasi langit biru itu dan bunga-bunga bermekaran, aku akan mengenali dirimu dalam bentuk apapun…
.
.
.
Ah… Mimpi ini lagi.
Aku terbangun dengan keadaan sehabis menangis dan entah kenapa hatiku terasa sangat sesak. Sudah satu bulan ini aku selalu memimpikan gadis hantu dan pria yang dicintainya itu. Masih terekam jelas bagaimana kehidupan percintaan mereka berdua begitu membingungkan dan memilukan dalam satu waktu.
Pesan Masuk Terbaru:
Kau sepertinya kelelahan karena pekerjaanmu, dan kau sengaja membangun mood mencekam itu kan untuk menghindari kenyataan hari ini? Aha..! Lebih baik kau menenangkan dirimu dan pergilah ke taman.
Aku merutuki pesan balasan dari sahabat dekatku tersebut, dia selalu saja meledekku setiap kali aku menceritakan tentang mimpi aneh itu padanya. Yah, tidak perlu terlalu kupikirkan karena itu hanya mimpi kan?
Hari ini aku berjalan-jalan di sebuah taman kota yang baru saja diresmikan beberapa waktu lalu. Aku suka sekali mengunjungi tempat ini, dengan pepohonan berwarna-warni mirip seperti bunga sakura yang sedang bermekaran. Tempat ini punya suasana yang tenang dan indah, taman di tengah kota dengan jalanan bebatuan dan beberapa bunga yang ditanam dengan teratur, sedikit mengingatkanku pada taman indah di film-film fantasi keluaran Hollywood. Spot favoritku tentu saja terletak di gazebo dengan arsitektur bergaya Yunani Kuno yang terletak di samping danau angsa, dan terdapat sebuah grand piano berwarna putih disitu. Ketika duduk disitu, rasanya aku seperti berada di negeri dongeng karena pemandangannya sungguh luar biasa. Melihat kedepan, kau bisa menemukan hamparan langit dan aneka bunga bermekaran. Bahkan, kalau kau beruntung, kau akan menemukan beberapa hewan yang saling berpasangan seperti kupu-kupu, angsa dan burung merpati.
Pikiran-pikiran bahagia sudah memenuhi otakku, namun dalam sekejap, aku menjadi jengkel karena ada orang lain yang menempati spot favoritku. Tidak biasanya, karena tempat itu jarang disukai dan dikunjungi orang. Aku berjalan pelan menuju tempat itu, dan aku mendengar melodi yang asing, namun juga familiar dalam ingatanku. Aku melihat seseorang sedang memainkan piano itu, aku sedikit penasaran siapakah orang ini?
Tanpa kusadari, kakiku bergerak sendiri untuk mendekat dan aku mengamati orang ini, dia adalah seorang pria tampan yang sepertinya lebih tua dariku, ia menggunakan kemeja putih yang terlihat longgar dan dia memainkan piano itu persis seperti caraku memainkan dan merasakan nada-nada yang terangkai ketika menyentuh tutsnya. Dalam sekejap, aku tersihir dengan permainannya, ia sepertinya menyadari kehadiranku dan ia menoleh memandangku. Ia tidak banyak bicara dan hanya mengulum senyum, kemudian mengisyaratkanku untuk duduk di sebelahnya.
♪♪♪
Anehnya, tanganku menyambung melodi yang ia mainkan tadi dan aku seperti telah lama tahu dan mempelajari lagu itu, yang bahkan aku tidak ingat kapan aku mendengar dan menghafalkannya. Kami berduet dan setelah ia menghakhiri permainan piano itu dengan memukau, aku mendengar beberapa orang bertepuk tangan riuh sambil memandangi kami. Dia menoleh lagi dan mengunci pandanganku dengan tatapannya sambil tersenyum lebar. Dimana aku pernah melihatnya ya…?
Ketika aku kebingungan dengan suasana ini, dia akhirnya membuka mulutnya untuk pertama kalinya.
“Hallo…”