Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Itu sebuah hari bajingan di malam Senin. Jalan Daan Mogot padat kendaraan yang merayap, hendak kembali ke garasi masing-masing. Lalu lintas adalah hal yang paling kubenci di dunia ini setelah tukang parkir. Khususnya lalu lintas jalanan di Jakarta. Dari semua jalanan di Jakarta yang kulewati untuk kembali pulang, aku paling benci jalanan bernama Daan Mogot. Jalanan itu bak neraka. Siapa saja yang lewat jalan itu seolah tidak punya tenggang rasa. Mereka semua punya hasrat ingin membunuh, hanya untuk bisa sampai di tempat tujuan. Tak terkecuali aku.
Malam itu, malam yang gelap. Pemerintah di kota ini tidak menyediakan lampu jalan walau ini sudah mendekati waktu Pilkada. Kendaraan saling menyalip untuk bisa mencapai tempat tujuan. Aku mengemudikan sepeda motor matic yang baru saja kulunasi dari cicilan tiap bulan yang cukup mencekik saat kau punya upah di bawah UMR. Motor matic itu memang masih baru, tapi pengalamannya sudah banyak. Setidaknya sudah ratusan ribu kilometer ditempuhnya hanya karena setiap hari ia menyeterika jalanan Jakarta-Tangerang.
Motorku melaju agak cepat. Mungkin kecepatan rata-rata mencapai 60 Km/jam saat itu. Aku adalah manusia paling waspada di jalanan. Sepanjang aku mengemudi, aku punya rekor bersih tak pernah kena tilang dan tabrakan terlepas dari hinggapnya rasa penat pada diri setiap kali pulang-pergi ke kantor tempatku bekerja. Tapi malam itu, anjing memang. Apesnya orang, tidak ada yang tahu.
Sebuah mobil sedan tua berwarna hijau tua mengerem mendadak di area pertigaan dekat dengan bengkel tambal ban. Sialnya, lampu belakangnya matot alias mati total. Aku baru menyadari di de...