Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
“Gini nih nasib anak yang sudah bisa nyetir mobil," gerutuku dalam hati.
Seharusnya jam segini aku masih di alam mimpi, nyaman rebahan di tempat tidur yang empuk. Tapi baru dua jam aku tertidur, sudah diteriakin ibu untuk mengantarnya menjemput bude dan pergi ke stasiun kereta. Mereka berdua ternyata akan berlibur ke Yogyakarta seminggu.
Tapi apa boleh buat, sebagai anak yang berbakti, sambil mengeluh, aku mencuci muka, mengambil cardigan putih kesayanganku, dan naik ke mobil. Sekarang pukul 05.30 wib.
Jalan masih gelap dan masih sepi. Biasanya untuk sampai rumah bude butuh waktu satu jam. Tapi subuh ini hanya butuh 30 menit. Aku membuka kaca mobil saat memasuki perumahan modern dan menyapa satpam yang menjaga semalaman itu. “Pagi pak.”
Tidak jauh dari gerbang, sudah dapat terlihat rumah bude. Tapi kali ini rumah tersebut dipenuhi dengan mobil dan motor.
Dalam perjalanan, aku sempat bertanya ke ibu, kenapa bukan anaknya bude yang mengantar ke stasiun. Bude punya dua anak laki-laki. Anak pertamanya, Bang Dika dua tahun di atas aku, dan adiknya, Gading satu tahun di bawahku. Dan ibu bilang mereka berdua ada acara dengan teman-temannya. Jadi sepertinya motor dan mobil yang terparkir sudah menjawab semuanya. Teman-teman bang Dika dan Gading sedang berkumpul di rumah bude.
Aku memarkirkan mobil di depan teras tetangga bude karena tempatnya sudah penuh. Ibu menyuruhku yang turun untuk memanggil bude supaya lebih cepat, sekalian aku juga butuh ke kamar mandi.
Suara ramai dari dalam sudah terdengar di depan.
Abang Dika sejak sekolah memang murid popular. Dia pemain basket, bagian dari osis, dan siswa beprestasi. Begitu juga dengan Gad...