Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Sebuah Keputusan
0
Suka
119
Dibaca

Melisa berusaha keras tidak merespon apa yang baru saja ia lihat. Dirinya berpikir cepat untuk melakukan tindakan apa yang harus ia lakukan setelah hari ini. Ditatapnya smartwatch milik Niko, suaminya, dengan getir. Lagi dan lagi, Melisa harus menemukan hal yang tak pernah ingin ia tahu. Niko terus berulah dan tak juga sadar setelah berkali-kali Melisa memberinya kesempatan untuk memperbaiki rumah tangganya. Biasanya Melisa akan langsung bertanya dan minta penjelasan pada Niko. Tapi kali ini tak ia lakukan karena ia sudah terlalu lelah. Ia sudah mulai paham polanya. Niko berbuat salah, Melisa minta penjelasan dengan penuh amarah tapi Niko tak akan menggubrisnya. Lalu melakukan silent treatment pada Melisa berhari-hari bahkan bisa berbulan-bulan dan setelah itu Niko selalu bersikap seolah tak pernah ada masalah besar diantara mereka. Melisa sudah dititik muaknya. Ingin sekali ia melepaskan rumah tangganya yang sudah kepalang tak bisa diselamatkan. Hanya saja situasinya sulit, mereka tidak sedang tinggal di Indonesia. Ditambah lagi, Melisa hanya seorang pekerja lepas yang sudah pasti pendapatannya belum bisa ia pakai untuk mencukupi dirinya dan ketiga anaknya. Ia harus benar-benar berpikir matang sebelum mengambil keputusan berpisah dari Niko.

Pusing dengan situasi yang baru saja terjadi, Melisa melangkah menuju kamar tempat anak-anaknya sedang tertidur. Ia menatap satu per satu wajah tenang anak-anaknya. Terbayang wajah-wajah ceria mereka siang tadi yang begitu senang karena akhirnya mereka sekeluarga melakukan liburan menginap di luar kota, meski bukan itu tujuan utamanya. Melisa tak ingin merusak suasana. Ini juga alasan tambahan mengapa Melisa tak ingin menanyakan langsung tentang apa yang baru saja ia temukan. Momen yang paling ditunggu anak-anaknya selama berbulan-bulan bahkan sudah dua tahun terakhir. Empat tahun sudah Melisa tinggal di Saudi Arabia bersama keluarga kecilnya. Ia dan anak-anaknya yang semula melakukan LDM (Indonesia-Saudi) dengan Niko akhirnya meyusul Niko yang bekerja di sana. Bukan tanpa alasan akhirnya Melisa dan anak-anaknya menyusul. Niko telah berkhianat. 5 tahun LDM, 5 tahun itu pula Melisa dan anak-anaknya dikhianati oleh Niko.

"Jadi, siapa perempuan ini?" Melisa mengirim foto seorang wanita yang menghubunginya untuk meminta akta cerai dirinya dan Niko 5 tahun lalu.

Lama Niko tak membalas meski ceklis dua sudah berwarna biru. Melisa berusaha menelepon tapi Niko tak menjawab. Melisa kembali mengirim pesan beserta tangkapan layar percakapannya dengan seorang perawat di klinik yang ada di Saudi.

"Dia ngaku pacar kamu nih. Bahkan kalian udah saling nginep. Tuh,"

Ceklis dua langsung berubah berwarna biru dan Niko terlihat typing. Melisa menunggu jawaban dan ketika balasan tiba, dunia Melisa terasa runtuh.

"Iya, sesuai aja sama apa yang dia bilang." Begitu jawaban Niko.

"Kenapa?" hanya satu kata itu yang Melisa kirim pada Niko ketika ia sudah berusaha menguasai dirinya. Air mata tak henti-henti menetes dan membasahi wajahnya. Waktu masih pukul dua dini hari, ketika seorang wanita yang mengaku kekasih Niko menghubunginya. Khawatir ada salah satu anaknya yang terbangun, Melisa beranjak dengan susah payah menuju kamar dan menutup pintu kamarnya.

Jawaban Niko cukup panjang tapi tetap tak masuk logikanya Melisa. "Aku minta maaf. Aku yang salah. Aku memang yang bajingan, brengsek. Jujur aku malu sama kamu cha (Ica, panggilan Niko pada Melisa). Aku ngga tau harus gimana sekarang. Terserah kamu aja. Tapi aku minta tolong jangan bilang kekeluargaku dulu."

"Gimana?" Melisa tak bisa bertanya lebih banyak. Hanya kata-kata singkat saja yang bisa ia ketik lalu ia kirim kepada suaminya. Terlalu lemas raganya saat itu. Namun Nikopun jauh lebih bingung. Permainan yang selama ini ia sembunyikan dengan sangat rapi tiba-tiba terbongkar tanpa aba-aba. tidak ada persiapan untuk menghadapi kekecewaan istrinya.

Selama dua bulan setelah kejadian itu, Melisa sibuk menyalahkan diri sendiri. Tak sedikitpun ia ceritakan sakitnya kepada keluarga. Ia hanya meminta kepada Tuhannya, sujud di sepertiga malam setiap hari demi untuk sembuh dari luka batinnya juga untuk mendapat solusi terbaik. Namun, Melisa masih belum menemukan solusi. Niko tak bisa pulang ke tanah air untuk menyelesaikan masalah mereka meski Melisa memintanya berkali-kali. Bahkan sekedar diskusi via telepon saja tak bisa. Semua terasa buntu bagi Melisa. Alih-alih diskusi bersama untuk perbaikan rumah tangganya, Niko malah melanjutkan hubungan terlarangnya dengan sang perawat. Meski awalnya tak mengakui, tapi akhirnya Niko tak bisa mengelak lagi ketika Melisa, Perawat dan Niko melakukan panggilan video bersama.

"Halo mbak, sebelumnya salam kenal dan aku minta maaf karena udah masuk ke rumah tangga kalian." begitu kalimat pembuka dari sang perawat ketika sambungan video call dimulai. Melisa terdiam, ekspresinya datar. Ditatapnya Niko yang terlihat berantakan. "Aku Ariana Mbak, Pacarnya Niko. Kami udah menjalin hubungan kurang lebih 6 bulan." Ariana melanjutkan, Baik Melisa ataupun Niko masih sama-sama diam.

"Aku tau mbak sakit banget tau tentang fakta ini, tapi aku juga sakit mba. Karena awalnya aku ngga tau kalo Niko masih ada istri. Dia bilang sama aku, kalo dia Duda dengan 2 orang anak. Katanya, kalian cerai dua tahun lalu." Melisa mulai bercerita dan memang terdengar sudah sangat jujur.

"Halo Ariana, salam kenal. Maafin kelakuan suami saya ya." Begitu Melisa menanggapi cerita Ariana.

"Iya, ngga apa-apa mbak. Aku minta maaf juga kalo harus ngobrol bertiga begini. Karena Niko masih terus mau melanjutkan hubungan sama aku. Niko bilang kalian sedang proses cerai, jadi dia ngga mau lepasin aku." Mendengar ucapan Ariana, emosi Melisa mulai naik.

"Proses cerai? gimana bisa mbak? untuk pulang ke Indonesia aja dia ngga mau. Ngirim pengacarapun ngga. Jadi gimana caranya proses cerai berjalan?" Melisa bertanya dengan suara agak gemetar. Panas dingin tiba-tiba menguasai dirinya.

"Ya, justru itu mbak. Alasanku ngobrol bertiga gini karena aku mastiin ini. Karena jujur aja mbak, kami masih pacaran. Bahkan aku masih menginap di kosannya." Ucap Ariana dengan nada yang agak merasa bersalah.

"Ariana, apa sih maksudnya?" Niko yang sejak awal terdiam, tiba-tiba bicara seakan ingin memotong cerita Ariana.

"Niko, kamu harus milih. Aku ngga bisa lanjutin hubungan ini kalo kamu masih sama Mbak Melisa. Aku ngga mau jadi luka buat istri kamu." Ucap Ariana cepat. "Mbak, selama dua bulan ini kami masih berhubungan seperti biasanya. Kami teleponan, video call-an, bahkan sesekali ketemuan dan menginap bersama. Yang berbeda hanya aku ngga boleh posting apapun tentang kami, terutama di media sosial yang terhubung dengan akunmu Mbak. Lama-lama aku mikir, ko aku kayak selingkuhan. Padahal Niko bilang kalian sedang proses cerai, tapi kenapa aku diumpetin gini." Ariana lanjut bicara dengan Melisa, kali itu nadanya terdengar kesal.

"Ariana, cukup." Niko memaksa Ariana untuk berhenti cerita. Suaranya terdengar lesu dan putus asa.

"Nginep bersama? kalian udah HS?" Tanya Melisa tanpa ragu.

"Sudah mbak." Arina menjawab singkat dan pelan. "Dan setiap kali nginep bersama." Lanjutnya juga dengan suara pelan.

"Ariana cukup, cukup. Tolong." Niko masih berusaha menghentikan cerita Ariana. Melisa sudah tak tahu harus berbuat apa. Ia hanya terdiam menatap 2 wajah di layar ponselnya.

"Niko, kamu harus jujur sama istri kamu dan yang terpenting kamu harus milih. Karena aku ngga mau dipoligami kalo istrimu ngga mau." Ucap Ariana dengan intonasi yang mulai meninggi.

"Iya aku tau tapi ngga perlu kamu ceritain semua ke Melisa." Niko menjawab juga dengan intonasi yang mulai meninggi.

"Kenapa? Mbak Melisa harus tau semuanya dan aku ngga mau jadi selingkuhan. Kamu tau aku janda anak satu, aku ngga bisa main-main lagi." Melisa makin terdiam dengan pengakuan Ariana sebagai janda anak satu.

"Kita bisa obrolin nanti," Niko berusaha membujuk Ariana untuk tetap tenang. Namun, Ariana memotong cepat, "Nanti kapan? Aku udah ngga mau diumpetin lagi. Sekarang kamu jujur, kamu sama aku cuma main-main aja kan? cuma buat sex aja kan? kamu ngga pernah sayang atau peduli sama aku?" Ariana meracau kemana-mana.

"Ariana, tolong tenang dulu. Kita bisa ngobrolin semuanya baik-baik tapi ngga usah kamu ceritain semuanya ke Melisa." Ucap Niko agak panik.

Melisa yang sejak tadi terdiam dan menyimak tiba-tiba tertawa kecil dan berkomentar, "Ko jadi kayak lagi nonton drama cinta anak remaja plus plus ya."

Mendadak Melisa merasa geli dengan apa yang sedang ia lihat, "apa-apaan sih mereka?" ia membatin.

"Niko! coba tegas sedikit, jawab pertanyaan-pertanyaan aku. Itu istrimu malah ngetawain. Ngeledek banget." Ariana mulai terpancing emosinya.

"Maaf ya mbak, tapi beneran deh kaya lagi nonton kisah cinta remaja plus-plus. Jadi lucu aja karena kalian kan bukan anak remaja lagi." Melisa berkomentar masih tetap sambil tertawa.

Merasa tak terima ditertawakan, Ariana berkata pedas, "kaya gini yang dibilang baik? suka nyindir pake story atau status, ngeledek, ngga ngertiin kecewa dan sakit hati orang lain. kaya gini yang kamu bilang istri yang baik Niko? coba jawab."

"Loh, salahnya dimana kalo aku bikin story atau status? bentuk kekecewaan istri sah aja itu mah. Wajar." Melisa menanggapi santai.

"Niko, buruan deh aku mau kerja ini. Kamu masih mau lanjut sama aku tapi cerai atau kamu masi mau lanjut sama istrimu?" Ariana bicara tak sabar.

"Maaf ya, Aku ngga bisa cerai dengan Melisa. Tapi bukan karena aku main-main sama kamu." Jawab Niko pelan.

"Oh gitu. Jadi benar ya, selama ini kamu sama aku cuma buat sex aja. Kamu ngga sesayang itu sama aku." Arina menjawab dan mulai menangis. Melisa masih tetap diam dan menyimak.

"Ngga gitu Ariana. Kalo aku ngga peduli atau ngga sayang sama kamu, aku ngga akan terus lanjut sama kamu setelah Melisa tau." Jawab Niko.

"Yaudah, kamu mau lanjut sama siapa? aku ngga mau jadi istri kedua kamu kalo Mbak Melisa ngga terima."

"Maaf Ariana, aku harus milih Melisa." Niko akhirnya memutuskan. Melisa tetap terdiam tak merasa menang atau merasa dipilih. Justru ia merasa ini akan menjadi beban baru baginya.

"Oke," Ariana menjawab lemah. "Niko, jangan pernah hubungin aku lagi. Aku udah ngga mau ada hubungan atau sekedar berkomunikasi dengan kamu lagi juga dengan istrimu. Mulai hari ini aku izin ngeblok semua akses yang terhubung dengan kalian." Ucap Ariana yang akhirnya menyerah.

"Oke," Melisa bicara lagi, diam sejenak untuk merangkai kalimat agar tak menambah luka bagi Ariana. "Mbak Ariana, sekali lagi saya minta maaf atas perbuatan suami saya, juga atas story atau status-status yang pernah saya buat dan menyinggung kamu. Saya doakan kamu bisa dapetin gantinya Niko yang lebih baik lagi, dan kamu bisa bahagia terus."

"Iya, makasi mbak. Maafin aku juga ya. Udah ya mbak, aku mau kerja dulu." Ariana mengakhiri percakapan dan memutus sambungan telepon. Tersisa Niko dan Melisa yang masih saling diam. Melisa yang sudah dipuncak lelahnya, akhirnya bertanya, "Jadi gimana? mau cerai aja?"

"Ngga mau. aku mint maaf. Jujur aku malu banget, tapi aku minta dikasih kesempatan sekali lagi. Aku masih mau hidup bareng sama kamu dan anak-anak." Ucap Niko yang terdengar putus asa.

"Tapi aku ngga bisa kalo lanjut LDM kaya gini terus. Ngga ada yang bisa jamin kamu ngga main-main lagi setelah ini." Melisa menanggapi dengan datar.

"Yaudah aku akan urus kepindahan kalian ke sini. Karena aku masih belum bisa berhenti dari tempat kerjaku sekarang untuk bekerja di Indonesia. Tolong kasih aku kesempatan sekali lagi." Kali ini Niko terdengar sedikit memohon.

Melisa berpikir menimbang-nimbang lalu berkata,"Nanti aku pikir-pikir dulu." lalu Ia izin menyudahi perckapan mereka karena ia ingin istirahat.

Tiga bulan setelah percakapan itu, Melisa dan kedua anaknya menyusul Niko dan metap diSaudi sampai hari ini. Bahkan, Melisa dan Niko sudah dikarunia seorang anak lagi beberapa bulan yang lalu. Tapi, bukan berarti Niko sudah benar-benar lurus dan bertaubat. Empat tahun ini hidup Melisa terasa Jungkir balik karena harus menemukan fakta-fakta baru yang menyakitinya terus menerus. Ya, Niko masih tetap saja berselingkuh, kali ini dengan wanita yang berbeda. Tapi yang membuat Melisa kaget adalah ternyata hubungan Niko dengan wanita ini sudah terjalin sejak lama. Bahkan jauh sebelum Niko berhubungan dengan Ariana. Sudah lima tahun hubungan wanita ini dengan Niko menurut pengakuan Niko dan wanita itu ketika pertama kali Melisa mengetahui hal itu, yang berarti Niko mulai berselingkuh setahun setelah Ia dan Melisa menjalani hubungan LDM. Parahnya, Niko seperti tak bisa lepas dari wanita itu begitupun sebaliknya meski Melisa dan anak-anaknya sudah berada satu atap dengan Niko. Bahkan mereka tetap menjaga hubungan walaupun Melisa sudah menegur mereka berkali-kali.

Dan hari ini adalah puncaknya bagi Melisa. Ia sudah melewati batas lelahnya yang bahkan sudah mencapai titik muak. Ia harus tegas dengan Niko yang sebenarnya sudah tidak peduli dengan rumah tangganya, bahkan pada bayinya yang sedang lucu-lucunya. Selama empat tahun terakhir ini pertengaran atau saling diam terjadi hanya karena sering kali Niko tertangkap basah masih berhubungan terus menerus dengan wanita yang pernah ia sebut sebagai pengusaha janda dengan 4 orang anak. Tak pernah Melisa berbuat kesalahan yang fatal. Pertengkaran terjadi karena Niko yang selalu berulah. Berkali-kali Melisa mengajak diskusi untuk permasalahannya, tapi Niko selalu memilih untuk diam dan memaksa Melisa untuk bersikap seolah tak terjadi apa-apa.

"Niko, kita harus ngobrol. Harus cari solusi dari masalah ini." Melisa membuka percakapan beberapa hari setelah ia menemukan tangkapan layar video call tak pantas dari ponsel Niko untuk pertama kalinya. Niko yang sudah tahu arahnya, hanya diam.

Melisa yang merasa gemas, mulai bertanya, "Siapa perempuan itu? dan kenapa masi lanjut?"

"Kamu kan udah ngobrol langsung sama Tasya (nama wanita itu). Yaudah yang dia ceritain udah bener ko. Aku ngga ngebantah sama sekali." Jawab Niko malas-malasan. Slalu begitu jawabannya, Melisa

"Terus kenapa kamu masih lanjut sama dia padahal ada aku sama anak-anak di sini?" Melisa menuntut jawaban.

"Ngga apa-apa." Jawab Niko singkat dan mulai memasang wajah galak sebagai ancaman tersirat yang meminta Melisa untuk tidak melanjutkan percakapan.

Tapi Melisa tidak peduli dan terus bertanya, "Aku ada salah atau apa?"

"Ngga ada." Masih dengan jawaban singkat yang mebuat Melisa menjadi gemas.

"Lah terus kenapa masih lanjut? apa karena udah terlanjur cinta?" tanya Melisa lagi.

"Ngga juga. Udah sih, ngga usah dibahas. Udah kelar juga, ngga akan ada urusan lagi sama dia." begitu jawaban Niko pada akhirnya.

Melisa yang belum puas dan merasa belum mendapatkan solusi akhirnya memilih untuk tidak melanjutkan obrolan karena tangaapan Niko yang tidak bisa diajak diskusi. Hari itu, Melisa memilih untuk tidak lagi percaya sepenuhnya dengan Niko. Hal yang harusnya sudah ia lakukan sejak adanya Ariana dalam cerita rumah tangga mereka. Benar saja, beberapa bulan setelahnya, lagi-lagi Melisa menemukan kenyataan bahwa Niko masih menjaga hubungan dengan Tasya. Saat itu Melisa masih merasa marah, tambahan lagi nyatanya Niko membujuk Tasya untuk menikah dengannya sebagai istri kedua. "Gila." Melisa menjerit dalam hati.

Namun respon Niko atas kemarahan Melisa tetap sama. Diam dengan wajah marah, tak ada permintaan maaf dan tidak nampak pula kepedulian atas luka yang ia buat untuk Melisa. Saat itu Melisa meminta cerai, tapi Niko menolak dan membuat janji kosong lagi dan lagi. Hingga hari inipun tak ada janjinya yang ia penuhi pada Melisa. Sudah berkali-kali Melisa menemukan fakta bahwa Niko memang tak bisa lepas dari Tasya. Usahanya dalam membujuk Tasya mau menikah dengannya pun masih ia lakukan. Niko tetap menjaga cintanya pada Tasya, sembunyi-sembunyi, di belakang Melisa. Melisa pun sudah berkali-kali bicara pada Tasya, namun Tasya tak jauh berbeda dengan Niko. Tasya malah menyalahkan Melisa karena kurang memperhatikan Niko dan terus menerus mengatakan pada Melisa bahwa suaminya lah yang mengejar-ngejar Tasya. Padahal selama ini Melisa masih benar-benar menjalakan perannya sebagai istri yang sesuai dengan agama meski berat karena kecewa yang sudah terlalu sering ia terima.

Dan hari ini sampailah Melisa pada titik muaknya. Ia tak bisa lagi mentolerir perbuatan Tasya dan Niko. Ia harus membuat keputusan yang tegas. Bukan untuk menghukum Niko dan Tasya, tapi untuk kebaikan dirinya dan anak-anaknya. Tapi ia masih harus menahan diri agar tak merusak liburan yang sudah ditunggu sejak lama oleh anak-anaknya. Setidaknya sampai liburan kali ini selesai dan mereka kembali ke rumah.

Melisa berusaha tidur lebih cepat karena besok pagi ia dan keluarga kecilnya harus mengurus dokumen si bungsu yang baru lahir beberapa bulan lalu. Ia rebahkan dirinya di samping bayi mungil yang tampak tertidur pulas namun sesekali menggeliat. Mata Melisa terpejam tapi pikirannya begitu penuh dan hampir membuatnya sulit untuk bernafas. Tubuhnya terasa sakit semua, kelelahan karena pejalanan keluar kota yang cukup memakan waktu. Terdengar pintu kamar mandi terbuka, Niko telah selesai dengan ritualnya. Melisa semakin berusaha untuk tertidur. Ia tak ingin ada percakapan seringan apapun dengan Niko saat ini.

Pernikahan mereka memang sudah di ujung tanduk. Selama empat tahun terakhir, hubungan mereka tak semakin baik justru malah semakin renggang. Terlebih ketika akhirnya Melisa kembali hamil untuk ketiga kalinya. Niko tampak semakin jelas menjauhi Melisa. Ia hanya bertanya atau membantu seperlunya, bahkan terkadang malah bisa disebut abai. Melisa tak ambil pusing dengan sikap Niko karena ia tahu dengan jelas apa alasannya. Pertama bisa karena Niko merasa tanggungannya akan bertambah dan itu membuatnya pusing, kedua karena Niko tak bisa lepas juga dari Tasya bahkan ketika Melisa hamil. Mereka semakin jarang bicara. Hanya seperlunya saja. Sudah sejak lama mereka tidak tidur dalam satu kamar yang sama. Lagi dan lagi, Melisa sudah tidak mempermasalahkan hal itu. Ia hanya memikirkan tentang bagaimana ia dan anak-anaknya bisa lepas dari genggaman Niko yang dinilai cukup Toxic untuk dirinya dan anak-anaknya.

Keesokan paginya, seperti biasa Melisa bangun lebih dulu. Usai sholat subuh, ia menghangatkan makanan untuk sarapan yang mereka beli semalam sebelum tiba di penginapan. Harumnya masakan cukup untuk membangunkan anak sulung dan anak kedua Melisa. Melihat anak-anaknya sudah berdiri di depan pintu kamar, Melisa mengingatkan mereka untuk sholat subuh lalu sarapan jika memang sudah lapar. Melisa juga mengingatkan kalau mereka akan pergi pagi-pagi untuk lebih dulu mengurus dokumen adik bayinya. Kedua anaknya menurut tanpa bantahan. Selesai menghangatkan makanan, Melisa buru-buru sarapan karena memang sudah lapar dan tidak ingin keduluan dengan bangunnya anak bayi. Selalu tepat waktunya, ketika Melisa selesai dengan urusannya langsung disambut dengan tangisan bayinya. Dengan sigap Melisa mengurus bayinya untuk bersiap mengurus dokumen.

Pengurusan dokumen berjalan dengan lancar tanpa drama. Selesai dari konsulat Indonesia keluarga kecilnya melanjutkan rencana liburannya. Mereka cukup menikmati liburan kali ini. Anak-anakpun tampak senang dan ceria. Meski Melisa merasa tidak tenang, tapi ia tetap berusaha seolah memang tidak ada hal yang bergejolak dalam hatinya. Sekali lagi, Ia hanya tak ingin merusak suasana.

Akhirnya liburan empat hari tiga malam mereka selesai. Melisa dan keluarganya kembali ke kota kecil di Saudi tempat di mana mereka menetap. Sepanjang jalan hening sekali karena anak-anaknya tertidur lelap semua. Tidak ada percakapan apapun antara Melisa dengan Niko. Melisa tak ingin banyak bicara dulu, khawatir dirinya tak bisa menahan diri. Setelah 4 jam perjalanan, tibalah mereka di rumah. Dengan sigap Melisa memasak nasi karena anak-anaknya mengeluh lapar. Kebetulan ia memang sempat mampir ke restoran ayam goreng dekat rumahnya. Setelah memasak nasi, Melisa mengurus bayinya lebih dulu dan menidurkannya. Selesai semua urusan Melisa, dilihatnya kedua anak Melisa dan Niko sedang menikmati makan malam mereka di lantai dua. Memastikan situasi aman, tanpa basa basi Melisa langsung bertanya pada Niko tentang apa yang ia temukan di smartwatchnya saat mereka di penginapan beberapa hari lalu. Seperti biasa, awalnya Niko menyangkal. Tapi Niko berubah menjadi diam saat Melisa memperlihatkan buktinya. Melihat Niko yang kembali bungkam, rasa muak semakin menyeruak di dalam diri Melisa.

"Gue mau cerai." Ucap Melisa tenang namun tidak dengan bahasa yang yang biasanya. Niko hanya diam menatap layar TV di depan mereka.

"Lo harus milih, mau terus sama gue tapi tinggalin Tasya atau lo lanjut sama Tasya dan cerein gue." Melisa bicara lagi. Namun, NiKo tetap diam tak bergeming.

Melisa tak punya pilihan lain, ia mengambil ponselnya dan mengirim pesan singkat pada ibu mertuanya juga kakak ipar tertuanya sekaligus keluarganya sendiri bahwa ia ingin cerai dari Niko. Tindakan ini sudah ia pikirkan matang-matang selama liburan kemarin. Hal yang selalu diminta Niko setiap kali tertangkap basah berselingkuh adalah jangan sampai ibunya tahu masalah mereka dan tak perlu Melisa membagikan cerita apapun pada keluarganya. Sebelumnya, memang Melisa masih mengikuti permintaan Niko demi menjaga ketenangan keluarga Niko dan keluarganya. Tapi kali ini ia tak bisa tahan lagi.

Niko tak pernah bisa menjaga ketenangan dirinya, lantas mengapa ia harus selalu menuruti kata-katanya? Karena Niko seorang suami yang haus selalu dihormati? Apa Niko yang tak bisa setia adalah contoh suami yang harus selalu dituruti? apakah suami yang baik boleh berselingkuh? kenapa Niko sering sekali membawa agama untuk membentengi perbuatan dosa dan dzalimnya? Banyak pertanyaan lain dalam pikiran Melisa yang mengantri menunggu jawaban tapi tidak pernah ada satu pertanyaanpun yang terjawab. Semua karena Niko selalu bungkam, lari dari masalah yang ia buat sendiri. Lima belas tahun Melisa bertahan dengan Niko yang tak pernah berubah, malah semakin parah. Selama itu pula Melisa dibuat merasa bersalah dan dibungkam.

"Gue udah hubungin keluarga temasuk mamah. Gue bilang gue mau cerai sama lo. Terserah lo mau gimana. Yang jelas keputusan gue udah bulat." Melisa memberitahu Niko setelah selesai menghubungi keluarga mereka. Niko yang sejak tadi diam dan menatap TV, langsung menatap marah ke arah Melisa. Belum sempat Niko bicara, ponsel Melisa berdering. Begitu pula ponsel Niko. Keluarga mereka menghubungi meminta kejelasan. Niko berusaha mengabaikan ponselnya yang terus berdering, sedangkan Melisa sudah bicara dengan Kakak tertuanya yang kemudian Kakak tertua Melisa meminta untuk bicara dengan Niko. Masih dengan tatapan marah, Niko menerima panggilan kakak iparnya.

Setelah obrolan yang memakan waktu kurang lebih dua jam, Niko memutuskan untuk memulangkan Melisa dan anak-anaknya minggu depan ke Indonesia. Niko yang awalnya menolak dengan keras, tak berkutik ketika kakak iparnya bilang bahwa ibunya Niko sudah menghubungi keluarga Melisa dan meminta maaf ketika mereka sedang berbicara di telepon.

"Yaudah, saya akan pulangkan Melisa dan anak-anak minggu depan." Ucap Niko pada kakak iparnya. Melisa tersenyum pahit tapi dalam hatinya merasa lega.

"Saya siapkan dulu tiket dan surat kepindahan sekolah anak-anak. Nanti saya kabari lagi." Lanjut Niko.

"Baik, saya tunggu kabarnya. Saya minta tolong untuk terakhir kalinya jaga Melisa sampai ia dan anak-anak kalian kembali ke tanah air. Saya ngga akan banyak tanya tentang masalah kalian. Melisa pun tidak mau bercerita banyak. Hanya saja kalau sampai Melisa sudah membulatkan tekadnya untuk bercerai, artinya ia sudah tidak bisa bertahan lagi dalam rumah tangga kalian. Mohon jangan siksa batin adik perempuan kami satu-satunya. Tolong lepaskan saja." Kakak tertua Melisa bicara panjang menutup diskusi. Sambungan telepon terputus.

"Gue akan pulangin lo sama anak-anak minggu depan. lo siap-siap aja sambil nunggu gue cari tiket dan ngurus surat pindah sekolah anak-anak." Niko bicara dingin pada Melisa. Melisa tak menjawab. "kalo udah di Indonesia, lo urus aja perceraiannya. kemungkinan gue ngga bisa datang, gue juga ngga bisa nganter lo sama anak-anak pulang. Uang tiketnya khawatir cuma cukup buat kalian aja." Lanjut Niko.

"heu, lagi-lagi mengeluh masalah kekurangan uang." Melisa membatin, dan menjawab, "terserah yang penting gue sama anak-anak pulang dulu aja." lalu pergi meninggalkan Niko yang langsung fokus dengan ponselnya.

Satu minggu yang terasa sebulan bagi Melisa akhirnya datang juga. Kali ini Niko menepati janjinya untuk memulangkan Melisa dan anak-anaknya ke tanah air. Dan sesuai ucapannya minggu lalu, Niko tidak bisa ikut pulang ke Indonesia. Melisa merasa tidak masalah. Toh ia sudah pernah melakuan perjalanan panjang hanya bersama kedua anaknya saja saat mereka menyusul Niko ke Saudi empat tahun lalu. Meski saat ini ada seorang bayi, setidaknya kedua anaknya yang beranjak remaja sudah cukup terlatih untuk membantu dirinya mengurus adik bayinya. Melisa sudah tak takut apapun kecuali tuhannya. Pada akhirnya ia mengambil keputusan besar untuk melepas rumah tangganya pun bukan tanpa alasan atau sekedar ingin hidup dengan bebas saja. Semua sudah ia pikirkan selama empat tahun terakhir ini.

Niko mengantar Melisa dan anak-anak sampai bandara. Masih ada waktu dua jam lagi sebelum pesawat yang ditumpangi Melisa dan anak-anaknya lepas landas. Keluarga kecil yang sedang diambang kehancuran ini, memanfaatkan sisa waktu untuk makan siang bersama. Makan siang terasa hening ditengah keramaian. Tak ada satu orangpun dari keluarga kecil ini yang bicara. Hanya ada suara sendok yang berbenturan dengan piring atau sesekali celotehan anak bayi. Semua makan ditemani dengan sibuknya pikiran masing-masing. Segudang pertanyaan sudah tersusun rapi dalam pikiran kedua anak Melisa dan Niko. Sementara Melisa sibuk memikirkan langkah apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Dan Niko masih sibuk memikirkan cara untuk menenangkan ibunya, orangtua yang tinggal satu-satunya.

Makan siang selesai. Waktunya mereka berpamitan. Meski Niko masih dingin menatap Melisa, tapi dengan tulus ia meminta, "Tolong jaga anak-anak, rawat sebaik-baiknya. Kabarin gue kalo anak-anak butuh apa-apa."

"Ngga usah minta tolong. Mereka anak-anak gue juga. Ngga mungkin gue telantarin." Jawab Melisa datar.

"Ka, titip adek-adek ya. Jagain bunda juga. Kalo ada apa-apa hubungi ayah ya." Kata Niko kepada anak sulungnya sambil memeluk anak-anaknya satu persatu. Anak sulung mereka hanya mengangguk bingung.

Setelah sesi pamitan selesai, mereka segera berpisah karena harus masuk pesawat. Melisa menggendong bayinya sambil membawa tas berisi paspor dan ponsel, sementara anak sulungnya membawa koper kecil berisi oleh-oleh yang akan diletakkan di kabin, dan anak kedua menggendong tas bayi. Sungguh kerjasama yang luar biasa. Niko melepas Melisa dan anakk-anaknya dengan perasaan aneh. Separuh berat, separuh lega. Namun ia tetap berusaha tegar karena ia sadar ini adalah hasil dari kesalahannya yang selalu ia ulang.

Di pesawat Melisa dan anak-anaknya sudah duduk di kursi masing-masing dan siap menggunakan seatbelt. Menunggu pesawat yang akan lepas landas dalam hitungan menit. Mereka semua memandang ke arah Jendela. Dan saat pesawat mulai berjalan, tiba-tiba anak sulung bersuara.

"Bun, bunda sama ayah divorce ya?" pertanyaan pertama yang sudah sejak minggu lalu memang ingin ia tanyakan. Melisa terdiam sambil menahan tangis, lalu memeluk semua anaknya dengan susah payah. Pelukannya disambut dengan tangan-tangan mungil yang menepuk-nepuk lembut pundaknya. Tak perlu waktu lama, pecahlah tangis Melisa yang sudah ia tahan sejak lama.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Gold
Perjalanan Mengalahkan Waktu
Mizan Publishing
Skrip Film
Pamit
Rolly Roudell
Flash
Teman Kampret!
Luca Scofish
Flash
Pelaminan
Ikhsannu Hakim
Cerpen
Di Balik Jendela yang Tak Pernah Dibuka
A. R. Tawira
Cerpen
Sebuah Keputusan
Amalia Puspita Utami
Novel
Bronze
Only One
Asrina Lestari
Novel
Mooncake
Nauval Abdullah
Novel
Gold
KKPK Millie Sang Idola
Mizan Publishing
Skrip Film
PANTI (SCRIPT)
Ceko Spy
Novel
Bronze
INDURASMI
Eka Rahmawati
Skrip Film
Paus dan Kucing
Tantan
Novel
ordinary
Fadwa Syahida
Skrip Film
Tentang Hidup
Indra Putra Riyanto
Novel
Aku Kehilangan Pulang
Salma Mufidah
Rekomendasi
Cerpen
Sebuah Keputusan
Amalia Puspita Utami
Novel
Bronze
(Secuil) Tentang Bakti
Amalia Puspita Utami
Novel
Hello Life
Amalia Puspita Utami
Cerpen
Bronze
Tipu-Tipu Media Sosial
Amalia Puspita Utami
Cerpen
Rumah yang Hilang
Amalia Puspita Utami
Cerpen
(Serasa) Ngga Punya Tetangga
Amalia Puspita Utami
Cerpen
Buku Harian
Amalia Puspita Utami