Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Sebentar (Continued)
0
Suka
16
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Setelah sempat drop, aku kembali fokus pada hari-hariku walau masih dengan keadaan hati yang berantakan. Aku rasa dua minggu setelah pertengkaran hebat pertama dan terakhir kami, awan datang ke kafe menemuiku, tanpa janji temu dia datang sebagai tamu. Dan lagi, bukan aku yang menyambutnya ketika dia datang, aku sedang break saat itu. Karena duduk di area teras, dia melihat aku kembali dengan teman-temanku sementara aku belum menyadari kedatangannya sampai kembali bertugas dan diberi tau temanku.

"Teh ada yang nyari, table 3"

"Saha? (siapa?)"

"Yang waktu itu pernah kesini"

'Yang pernah kesini kan banyak neng'

"Itu temen teteh yang mojito lychee"

"Kok kamu inget sih? haha"

"Dia order itu, terus pas tadi nyari teteh bilangnya gitu, dicari mojito lychee gitu"

"Oooh, okeee"

Aku sempat terkejut tapi tidak ingin terlihat seperti pengecut. Dengan pecaya diri aku menghampiri dan menyapanya. Mungkin berjarak 5 langkah dia sudah menyadari aku menuju ke mejanya, dia tersenyum, aku membalas senyuman itu sekedarnya dan,

"Dari tadi?"

"Setengah jam mungkin"

"Kok sendirian?"

"Nanti kan jadi berdua sama kamu"

"Ooh ada perlu?"

"Emang kamu kira?"

"Kirain sengaja nongkrong"

"Gak apa-apa kan aku tunggu?"

"Gak apa-apa siih, tapi masih 3 jam lagi baru balik"

"Gak apa-apa, aku udah ngitung kok. santai aja"

"Aku cuekin yaah, masih kerja"

"Okee"

"Okee, lanjut"

Berjalan mundur aku meninggalkan dia. Bersikap seolah tidak peduli, seolah baik-baik saja dan yaaah begitulah, semuanya hanya seolah-olah. Tiga jam kemudian setelah menyelesaikan pekerjaan dan berganti pakaian aku kembali ke mejanya dan duduk bersamanya,

"Disini aja yaah, gak usah keluar. padet banget diluar, pusing"

"Emang gak apa kamu nongkrong disini ?"

"Enggaklah, yang penting jajan. gimana gimana?"

"Kamu seneng banget nanya gimana"

"Yeeeh, katanya ada perlu"

Tersenyum sambil mengerutkan wajah, awan bertanya lagi padaku,

"Are you okay?"

Aku mengangkat kedua bahuku dengan senyum yang tidak kalah manis dengan miliknya,

"As you see, i'm good"

"Kata adi sempet sakit !?"

"Biasalah kecapean, lupa makan, lupa tidur, lupa gak punya pacar (hahhaa)"

"(haahha) Jangan bikin aku malu dong!?!"

"Laaaah, malu kenapa?. dateng kesini gak lupa kita udahan kan?"

"Enggaaak, tenang ajaa"

Dengan perasaan yang campur aduk, gugup, gembira, bingung, aku berusaha tetap terlihat santai di hadapan awan, aku tersenyum dan mengangguk-anggukan kepalaku sedikit meledek. Seorang teman kemudian memanggilku dari jarak yang tidak terlalu jauh "cheeer" dia tersenyum dengan sedikit anggukan ke arah awan karena kami menoleh bersamaan. Aku lalu menutup mulutku yang tersenyum lebih lebar setelah berkata "Aaaah pohoooo" lalu beranjak dari tempat dudukku, "Bentar yaaah" aku meninggalkan awan sesaat dan mendatangi aril yang tadi memanggilku, sebelum mengajaknya menjauh, aril sudah bertanya "Jadi enggak?" , "Temen aku dateng euy a". Aku rasa suara kami sampai dengan cukup jelas ke tempat awan duduk. Tidak lama aku kembali duduk bersama awan.

" Sorry yaaah. sampe mana tadi?"

"Sampe aku gak lupa kita udahan"

*hahaha. Kami tertawa begitu lepas

"Maaf yaah, aku udah kasar banget sama kamu"

"Bahaas lagi niih?!"

"Aku belum sempet minta maaf"

"Emang harus minta maaf ?. aku juga gak minta maaf "

"Aku ngerasa kebeban aja kalo sampe gak minta maaf. aku lost control parah sih"

"Paham paham, emang lagi gak oke aja kan waktu itu emosinya"

"Kamu beneran gak bakal minta maaf ?"

"Enggak lahh, nagapain?. waktu itu udah minta banget kamu cuekin"

"Kan masih panas"

"Yaudah masa mau minta maaf lagi, kan kamu yang bikin aku nangis"

"Si anjirr, masih aja egois"

"Yaaa kan emang begitu kenyataannya"

"Yaa enggak cuma kamu sendiri yang kacau kali, aku juga berantakan. Sama kaya kamu waktu itu, aku juga ngumpulin nyali banget dateng kesini"

Sekali lagi aku hanya mengangkat kedua bahuku, memiringkan sedikit kepalaku meledeknya. Aku tidak dalam perasaan yang tenang saat menghadapi dia, aku benar-benar gugup, tapi entah bagaimana aku bisa menyembunyikan semua itu. Awan kembali membuka percakapan,

"Ada janji lain?"

"Janji apaan?"

"Tadi yang manggil?"

"Ooooh, iyaa tadi mau jalan sama dia, aku gak tau kamu mau dateng"

"Jadi?"

"Jadi yaa gak jadi. kan aku sama kamu disini"

"Kenapa gak bilang?"

"Bilang apaan?"

"Yaa kalo kamu ada janji lain"

"Aah biarin aja, besok juga masih ketemu lagi sama dia, besoknya juga, minggu depan juga, bulan depan juga"

"Tahun depan juga?"

"Enggak kayaknya"

"Kenapa?"

"Aku udah gak kerja disini kali, masa mau disini terus"

"Yaa kali nanti ketemunya gak sebagai temen kerja"

"Sebagai apa dong?"

"Aaalaaah, pura-pura bego lagi"

"Hhh, iyaaa siiih"

"Iyaaa ceunah. Aku juga pengen ketemu kamu lagi besok, minggu depan, bulan depan dan seterusnya"

Kami terdiam sesaat, meski semakin gugup tapi aku berhasil bertahan dengan baik bersama celotehku yang tidak berarah,

"Gak usahlah, nanti marah lagi, nanti aku nagis lagi"

Senyumnya kembali ketus mendengar lelucon seperti itu dariku. Karena masih penasaran aku terus kembali pada pembahasan tentang perpisahan kami,

"Anyway apa sih yang paling bikin lu upset waktu itu?"

"Gue sih masih kaya ngerasa dibohongin aja sama kalian "

"Gue beneran gak ngerasa bohong loh, gue beneran ngira adi tuh cerita dari awal"

"Mungkin Gue terlalu ngerasa harga diri gue terluka sama sikap adi. Dia terlihat keren sendiri ngelepasin lu buat bahagia sama orang lain"

"Yaa baguslaah. Lu ngelepasin gue nyakitin banget"

"Gue gak bakal pernah menang lawan adi cher"

"Elu aja yang gak ada effort itu mah"

"Sekarang aja lu tetep mihak adi"

"Lu sama dia gimana sekarang ?"

"Biasa aja"

"Laaah curang, sama dia biasa aja, sama gue rasanya asing banget"

"Jaga jarak aman"

"Terus kenapa sekarang dateng?"

"Gak mau dikenang jelek. kaya kita ngawalin semuanya dengan senyum, gue pengen endingnya juga dengan senyum, yaa walau rasanya beda"

"Sedih gak sih jadi masing-masing gini?, aneh juga gak sih ngomong jadi lu gue gini ? haha"

"Nanti juga enggak. Kalo aku kamu terus nanti ngerasa masih milikkin. Jangan nangis lagi wooy"

"Haha gak kuat awaaan"

"Maluu yaaang iih banyak orang"

"Apaa apaaa, ngomong apa barusan?"

"Apa?, jangan nangis?"

"Maju lagi maju"

"Malu banyak orang?"

"Diantara itu tadi"

"Apa?, gak ada ah"

"Bohong, anjir padahal lu yang ngelarang gue buat manggil gitu lagi"

"Manggil apa deeh, lu suka aneh-aneh aja"

"Sumpah lu gak manggil gue 'yaang'

barusan?"

"Yang mana?"

"Aaah teuing laaah, cupu"

"Apasih, emang enggak"

'Okeeedeeeh up to you"

"Okeee, up to date"

Aku rasa ketegangan kami mulai mencair, tawa kami seperti tidak menyisakan sesal dari masing-masing. Kami berpisah begitu saja saat aku berpamitan padanya lebih dulu,

"Lu masih mau disini?, gue balik duluan yaah, capek banget, pengen tidur"

"Ayo gue juga balik"

"Jangan bareng deh"

"kenapa?"

"Nanti sedih lagi gue"

"Yaudah lu duluan"

"biarin yaa?!"

Awan mengangguk lagi-lagi dengan senyum termanisnya, jabat tangan kami malam itu jadi penanda perpisahan kami. Aku sungguh melangkah tanpa kembali menoleh ke arah awan, aku berjalan dengan airmata yang tidak lagi bisa kutahan. Klise memang, perpisahan anak remaja yang didominasi harga diri dan rasa egois yang tinggi, tapi begitulah pada akhirnya, awan dan cherry selesai hanya karena satu kesalahpahaman. Sudah kubilang salah paham itu sangat menyeramkan. Apa setelah hari itu aku pernah kembali bertemu dengan awan??, mmmmhhhh, pernah, dua kali ...

***

Sebenarnya setelah hari itu aku masih sering mengunjungi laman facebook awan mungkin seminggu sekali, sampai kira-kira 3 atau 4 bulan setelah kami berpisah awan mempublikasikan orang yang baru disana, masih kuingat namanya Yolanda. Dia cantik sekali, penampilannya terlihat modis dan sepertinya mereka sangat bahagia, aku berhenti mencari kabar awan dengan cara itu, tidak juga dengan cara yang lain. Aku mulai terbiasa tanpa awan, aku mulai menerima banyak orang baru dihidupku dan menikmati kehidupanku kala itu. 

Tiga tahun kemudian, setelah kami benar-benar tidak pernah berkabar, dan masing-masing bahkan mengganti no ponsel aku tidak sengaja melihat unggahan awan di hari kelulusannya. Wajah manis yang menenangkan itu terlihat lebih tampan berbalut toga. Tidak tahu apa yang merasuki, aku kemudian berkomentar disana, 'apa kabar??' ternyata dengan cepat awan membalas komentarku, tentu saja aku merasa senang, bukan karena hal lain, hanya karena dia masih mengenaliku dan mau merespon aku,

"Kabar baik ^_^"

"Masih di Bandung?"

"Udah balik sekarang. Tapi dalam waktu dekat akan ke Bandung. Mau ketemu?"

Diantara percakapan tertulis sepasang remaja yang mengungkit kenangan kegembiraan lama itu tiba-tiba muncul virus, virus yang dulu mempertemukan mereka dan juga yang membantu memisahkan mereka. Iyaa, betul, adi tiba-tiba ikut bicara dalam obrolan kami di kolom komentar itu dengan kalimat sederhana yang membuat kenangan lama itu kembali terkenang sempurna, "ciyeeeeee =D" katanaya, sudah itu saja komentarnya. Aku dan awan menjawab komentarnya dengan kata yang sama, "ciyeeeee" , komentar awan muncul lebih dulu daripada punyaku meski tampak dalam menit yang sama. Kemudian fenti yang saat itu masih pacar adi juga ikut berkomentar yang sama "Ciiiyeeee". Dan itu menjadi akhir dari percakapan tertulis yang kumulai tanpa niat.

Setelah beberapa jam, aku kembali mendapatkan notifikasi di ponselku dari facebook, dimana ternyata fenti berkomentar lagi di kolom unggahan yang sama,

"kenapa aku ikutan kalian bubar?"

Saat masih mengetik, balasan awan muncul lebih dulu dan membuat aku mengurungkan niat untuk kembali ikut membalas komentar fenti,

"haha pindah ke inbox fen"

begitu katanya

"Kok yang satu lagi gak ngebales?"

"Pacar kamu berarti yang kabur, haha" jawab awan lagi.

Berhenti disitu, aksi berbalas komentar manusia-manusia yang bertahun tidak bertemu itu berhenti disitu. Awan ternyata benar mengirim pesan lewat inbox fb, dia mengirim pin BBM nya dan "no hp aku masih sama" aku hanya membalas singkat "okay" padahal aku sudah tidak menyimpan nomor lamanya (hahaha).

Satu minggu setelah itu kami benar-benar bertemu, awan ke Bandung untuk mengurus beberapa hal dengan kampusnya. Well, begitulah pertemuan kami, diawali dengan sedikit rasa canggung, kemudian kami hanya saling bertanya kabar, kesibukan dan sedikit kembali mengungkit tentang perpisahan kami tiga tahun lalu.

"Kenapa mau, gue ajak ketemu?"

"Kangen"

*hahaha

"Lu kenapa mau ngajak gue ketemu?"

"kenaaapaa yaaah .. hmmm mau aja"

"Yolanda apa kabar?"

"Yolandaaa?"

"Eeh iya kan bener yolanda gak sih?"

"Ooohhh, basi banget info lu"

"Basi gimana?"

"Udah lama banget kali itu"

"Ooh yah ?"

"Iyaaa, sebulan doang pula haha"

"Masaa siih?, secantik itu, cuma kamu jaga sebulan ?"

"Cantik siih, susah maintence nya, beda dunianya"

"Waaw, gimana tuuh?, cerita dong"

"Gitulaah pokoknya"

"Anyway ngerjain apa di rumah?"

"Yaa gitu buka jasa kecil-kecil"

"Soalnya yang jasanya gede guru yaa?"

"Hahahha, naaah gak dapet niih yang gini-gini dari cewek cantik"

"Harus banget gitu ditegasin gue gak cantik?"

"Gue gak bilang gitu. kan lu juga yang bilang yola cantik"

"Haaaa seeraaah deeeh. Emang gak ada rencana apply ke company gitu?"

"Udah, gak mungkin enggak dicoba. tapi yaa belum ada hasil yang sesuai"

"Semoga dalam waktu dekat yaa"

"Aamiin. Lu gimana ?"

"Apanya ?"

"Yaa semuanya"

"Gue tinggal di garuda sekarang, pasti gak tau kan?"

"Deket burung hantu?"

"Iyee. sebelahnya burung kutilang"

"Kalo kerja?"

"Di cihampelas masih, tapi bukan di kafe yang lama"

"Oooh, ketemu si gempal masih?"

"Gempal siapa?"

"Yang itu, yaang ituu looh"

"Oooh, aril?"

"Iyaaa kali"

"Enggaklahh"

"Gak lanjut emang?"

"Udaah putuuss (haha), udah lama juga putusnya. Lu kok tau sih waktu itu gue bakal sama dia?"

"Lu pasti gak tau, sebenernya waktu gue dateng itu gue mau minta maaf dan ngajak balikan"

"Sumpah lo?"

"Sumpah, gue udah ngobrol banyak sebenernya itu sama adi"

"Terus ?"

"Terus apa ?"

"Terus kenapa minta maaf doang ?"

"Gue ngeliat pas kalian jalan bareng gitu, lu keliatan happy aja. Sepanjang kita ngobrol itu gue dalem hati galau banget jujur jangan jujur jangan gitu"

"Jalan bareng kapan sih?"

"Waktu gue dateng. dari jauh tuh keliatan banget kaya ada chemistry"

"Tuuh kan elu mah gitu, apa-apa berasumsi sendiri, coba lu jujur, atleast nanya gue"

"Yaa terus kan waktu kita lagi ngobrol dia manggil elu, terus lu bilang tadinya mau jalan sama dia. Gue gak mau egois, lu juga pasti susah nerima oang baru waktu itu, masa mau gue acak-acak lagi"

"Sok iye lu"

"Terus sekarang ?"

"Ada, sekampus (hahha)"

"Anjir lu udah ganti berpa kali?"

"Iiih, gak harus anjir kali, woles aja"

"Cepeet banget lupanya"

"Yaaa gimana, gak cantik juga banyak yang ngincer :)"

"Apaan yang ngincer, culik, copet?"

"Lu gimana?"

"Gak ada"

"Bo-hong"

"Gak ada beneran. abis sama yola itu belum pernah ada lagi"

"Gak maksud mau bilang belum lupain gue kan ? (hahahaha)"

"(haha) tadinya siih iya mau bilang gitu, tapi gak jadi"

 "(haha) kenaaapaa?"

"Eeeeh lu kuliah yaa sekarang?"

"Gue gak pernah loh lupa sama elu awan"

"Heeeh, gue nanya lu kuliah sekarang?"

"Yoyoy. insha allah tahun depan beres"

"Gak apa-apa tuuh yang sekampus kita ketemuan?"

"Gak apa-apalaah, orang gue bilang"

"Kok sama dia jujur?"

"Enggak juga, gue bilang mau ketemu temen cowok bukan ketemu mantan (haha) sama elu juga jujur"

"Preeeet. Sumpah gak nemu niih yang begini-gini dari orang lain"

"Yaaa bedaa laah"

"Serius gak apa-apa?"

"Seriiuus, gue bilang mau ketemu temen dari Sukabumi"

"hhhhh"

Awan menggelengkan kepalanya dengan sedikit senyum ketus, lalu melanjutkan kalimatnya

"Ajaib emang lu tuh"

Aku juga hanya membalasnya dengan senyum. Malam itu berbincang menyusuri sepanjang jalan braga yang sangat padat terasa begitu hening bagi kami. Yang kami lihat hanya satu sama lain dari diri kami, yang kami dengar hanya suara kami yang tersirat saling merindukan. Dia memberiku sebuah jersey MU (Manchester United) berwarna putih "Jangan pernah pake jersey Inter yaah" katanya saat memberikan hadiahnya itu.

 "Kok gak bilang mau tuker kado siiih, gue gak bawa apa-apa"

"Gak apa-apa, yang penting jangan pake jersey Inter"

Aku mengangguk dengan manis menerima hadiahnya. Inter yang awan maksud adalah Inter Milan, klub kesayangan adi. Aku memang tidak pernah memakai jersey Inter, apalagi untuk adi. Tapi jersey Madrid yang kupakai dengan tian, pacarku di kampus saat itu.

 Aku tahu yang akan awan lakukan saat mendengar aku punya pacar, entah dalam hitungan waktu berapa lama, tapi dia pasti menghilang lagi, kali ini bahkan mungkin tanpa pamit. Dan benar, hanya dua hari setelah kami bertemu bbm-ku dia delcon, nomor ponselnya juga langsung tidak aktif. Aku tidak mau terlalu percaya diri mengartikan sikap dia hanya karena aku punya pacar, tapi aku rasa, dia menyadari hal yang sama denganku, kalau kami tidak bisa benar-benar berteman setelah ini. 

***

Pertemuan kami selanjutnya, atau yang terakhir sampai saat ini, pada tahun 2018 di pernikahan adi (hahahha). Betul, adi menikah lebih dulu, tentu saja dengan fenti. Kami tidak sengaja bertemu disana, awan datang dengan teman-teman kuliahnya dan aku juga datang dengan teman-teman SMA-ku. Awan tiba lebih dulu, saat aku bersalaman dengan pengantin, fenti yang heboh memberi tahuku soal awan,"Teeeh ada si ka awaan, baru aja salaman dari sini, cepet carii iih", sementara adi hanya tersenyum sambil menaggguk ke arahku, aku juga hanya membalasnya dengan senyum.

Aku tidak langsung bertemu dengan awan, walaupun ingin menyapanya tapi aku tidak berniat mencarinya. Kebetulan saja aku bertemu fauzi, salah satu teman mereka yang juga aku kenal. Dia menyapaku dan kemudian mengajak bergabung dengan yang lain, maksudnya mengajakku bertemu awan. Aku meninggalkan gerombolan teman SMA-ku sesaat, mereka hanya tahu aku bertemu dengan teman dari teman kami saja. Sebenarnya awan dan teman-temannya lebih bergerombol daripada aku dan temanku, tapi hanya beberapa saja yang aku tahu diantara mereka. Seperti sebelumnya, pertemuan kami selalu diawali dengan senyum canggung dan jabat tangan penuh makna.

"Sama siapa?"

"Gerombolan SMA"

"Ada dimana?"

"Itu disana"

Aku menunjuk kearah mereka yang tidak jauh dari kami

"Diluar yuuk"

"Ngapain?"

"Ngobrol, berisik disini"

"Namanya juga hajatan, gaak enak sama yang lain"

"Kapan lagi bisa ketemu. hayu"

Aku kemudian mengikuti langkah awan keluar dari aula pernikahan itu, suasananya memang sedikit lebih tenang, maksudku lebih bisa untuk dipakai berdialog. Saat itu aku juga sudah mengenakan jilbab, tidak heran awan akan mengomentari itu lebih dulu, 'tadi aku kira laudya chyntia bella' katanya sambil tersenyum.

"Aku, aku, sebel banget (senyum meledek). suka berlebihan aja hidupnya teh da"

"Hahha iyaa gue, sempet gak ngenalin tadi"

"Masaa siih?, fauzi aja kenal"

"Ooo yaa?"

"Iyaa, tadi fauzi yang nyapa duluan"

"Kok gue enggak yaah? cantik banget siih (hahaha)"

"(hahaha) bisa gak, gak usah pereus?"

"Pereus apaan?"

"Bohong lebay"

"Yaaudaah"

"Dimana sekarang?"

"Gue tinggal di Jakarta sekarang. alhamdulillah udah setahun gue di Ten Tv?"

"Alhamdulillah, keren banget awan. ngapain, jadi penonton bayaran?"

"Iya, kok tahu? gue koordinatornya, gantiin mpok elly"

"Yang bener aa !?"

"Elu mancing. Gue junior jurnalis disana"

"aaaaaaaah"

Aku tersenyum dengan mulut menganga dan gelengan kepala, lalu mengeluarkan mata genit menggodanya,

"Mau balikan gak?"

Senyum awan bahkan lebih melebar lagi, sambil mengusap wajahku dia bilang

'Jaangaan manciing'

"Enggak, serius ini ngajak balik"

"Pacar lu kemanain?"

"Gak punya"

"Yang sekampus?"

"Udah putus, udah lama juga"

Kami kemudian kembali tertawa bersama.

"Putus waaee euy"

"Iyaa ini dituntun kembali bertemu kamu"

"Hayu attuh sekalian, hemat budget niih"

"Udah balik penghulunya bro"

"Oh iya"

"Hayu aah, gak enak sama yang lain, takut dicariin"

Kami kemudian kembali ke dalam aula, karena aku yang mengenal teman awan, jadi kami kembali lebih dulu pada gerombolan itu untuk aku pamit. Dengan sangat ramah aku hanya bilang "duluan yaa semua" rio yang menjawabku "cherry, gimana rasanya ketemu mantan di nikahan mantan yang satunya?" kami semua tertawa, aku dan awan juga ikut tertawa, aku lalu mengacungkan jari tengah ke arah rio sambil tersenyum, awan yang menurunkan tanganku dengan lembut dan berkata,

"Eeh udah pake kerudung mah gak boleh gitu dooong"

 "Oh iyaa lupa. duluan yaa bye"

Awan masih menemani aku berjalan kembali pada teman-temanku, tapi tidak kuajak menyapa mereka. Dalam jarak beberpa langkah dari mereka aku meminta awan kembali dan aku meneruskan lankah seorang diri. Tidak lama setelah itu kami meninggalkan acara.

Sejak saat itu kami tidak pernah saling tahu keadaan masing-masing. Bagaimana kabarnya, dimana dia tinggal, seperti apa hidupnya, terkadang aku juga ingin tahu, tapi hanya sebatas rasa ingin. Betul, aku merasa sangat gembira ketika bersamanya dulu, tapi semua sudah berlalu.

Sebentar, secepat itu kami memulai dan mengakhiri cerita kami. Aku selalu menceritakan kisah kami dengan penuh tawa seperti saat aku menjalaninya dulu, tapi aku tidak tahu apakah awan masih mengingatku atau tidak, bahkan hanya sebagai sebuah nama.

***

dear awan,

awan, bila saja dengan ajaib bumi mengajakmu membaca tulisanku tentang cerita kita, aku harap kamu tersenyum penuh makna ... tidak perlu berkata-kata, karena hariku bersamamu sudah penuh dengan tawa dan hanya miliki satu luka yang sudah aku lupa ... awan, buku yang kamu belikan untukku 10 tahun lalu, terima kasih sudah memintaku membacanya, dan maaf sampai hari ini aku tidak pernah menyampaikan isinya ... bukan aku tidak mau, seperti yang kamu tahu waktu tidak memberi aku kesempatan untuk itu .. kalau kamu tidak mengingat bahkan namaku, tak apa ... terima kasih sudah menjadi salah satu cerita masa mudaku yang gembira .. tidak banyak yang aku semogakan, dimanapun, dengan siapapun, aku harap hidupmu selalu diliputi tawa gembira yang menggema ...

XOXO

cherry🍒

***

Hari ini, dengan sengaja aku berjalan ke tempat dimana aku dan awan pertama kali bertemu, tempat yang perubahannya sangat mengagumkan, tempat yang terwujud lebih cantik, tempat yang selalu menenangkan meski ditengah keramaian. Bukan karena aku secara tiba-tiba mengingat awan, atau ingin mengenang sesuatu tentangnya saat kami bersama dulu, tanpa alasan aku hanya menyukai tempat ini, titik. Sebenarnya aku cukup sering datang kemari hanya untuk mencari ketenangan, setelah berdiam diri beberapa puluh menit biasanya aku akan berlalu begitu saja, namun kali ini ada hal yang menahan langkahku untuk meninggalkan tempat penuh keriangan masa laluku ini. Dalam jarak lima langkah, seseorang berdiri mematung dihadapanku, mata yang berbinar dengan sedikit berkaca-kaca ditemani gerakan tangan yang menurunkan masker di wajahnya, berusaha menunjukankan senyum terbaiknya padaku.

Tentu saja aku terkejut, bagaimana dia bisa mengenaliku dengan wajah tertutup masker, bagaimana dia bisa tahu bahwa perempuan yang sedang duduk sendirian menatap orang berlalu-lalang itu adalah aku, bagaimana dia bisa tetap menyapa dengan senyuman yang sama setelah semua yang terjadi diantara kami. Semua hal itu bergantian meledak dikepalaku, entah jawaban apa yang ingin aku dengar lebih dulu. Aku kemudian melambaikan tanganku dengan gembira, juga bersamaan dengan senyum lebar yang tersembunyi dibalik maskerku.

Aku beranjak dari dudukku dan dia melangkah ke arahku, hal yang pertama kami lakukan adalah, berjabat tangan. Dengan dialog yang sedikit canggung kami saling menyapa menanyakan kabar, lalu obrolan kami berlanjut hingga saling menceritakan hal yang sedang kami jalani,

"Kok bisa seyakin itu sih kalo ini gue?

"Lu beneran kaya anak hilang cher, (haha)"

"Udah lama banget tau dari terakhir ketemu, limaaa tahun ya?"

"Kurang lebih laah yaa. dalam rangka apa ke Bandung anyway?"

"Dalam rangka ingin saja"

"Maaasiih ajaaaa"

"Apaa doong, dalam rangka merayakan hari kemerdekaan Indonesia juga kan masih lama"

Kami kemudian tertawa bersamaan. Setelah tawa itu mereda, kalimat awan selanjutnya membuat kami semakin canggung,

"Cher, i'm just married"

"Sure ???? alhamdulillah, congrat's bro. i'm happy for you"

"Thank you, lu gimana ?"

"Soon, sedang dalam persiapan"

"Lancar yaa"

"Aamin, thank you"

"Ternyata bukan kita yaa"

"Hahaha iyaaa yaa"

Awan mengatakannya dengan senyum khas yang dia miliki, dia sedang menggodaku agar obrolan kami tidak semakin kaku. Aku mengatakan semua ucapan selamat itu dengan tulus, dengan rasa gembira yang sungguh gembira mendengarnya, tidak ada sesal, sesak sedikitpun yang tersisa dalam rasa saat aku menerima kabarnya. Awan memang cerita yang berharga dalam perjalananku, tapi sudah, hanya sebatas cerita yang bisa diceritakan. Aku senang karena Tuhan mengirimnya langsung untuk kami saling berbagi kabar bahagia, aku senang karena mendengar langsung darinya juga bisa menyampaikan langsun kepadanya.

"Lagi sibuk apa sekarang?"

"Masih, masih sibuk perang dengan keadaan, perasaan, dan keinginan (hahaha)"

"Mau sampe kapan? gak capek?"

"Capek, capek banget malah, makanya masih sering kesini buat ngadem. tapi yaaa gak tau deeeh, masih seneng aja sama peperangan (hehe)"

"Semoga cepat berdamai yaa, atas perang apapun yang masih lu hadapi."

"Amiin, makasiih.."

" Gila, masih banyak banget yang pengen gua ceritain, tapi rasanya gak mungkin."

"Gue heppy banget ketemu elu ngebagi kabar segembira ini awan, semua do'a terbaik yaa buat kita"

"Gue juga gak ngira banget bisa ketemu lu"

Ponselku tiba-tiba berdering, calon suamiku menelpon dan mengatakan dia ada ditempat yang sama denganku dan mengajakku pulang. Dia tahu dimana aku berada saat tidak mengabarinya dan tidak ada dirumah. Setelah menutup telpon aku pamit pada awan.

"Mampir ke rumah gak ?, gue masih pengen banget cerita banyak sama elu tapi udah harus jalan, dicariin nih"

"Kapan-kapan, kapan-kapan gue mampir"

"Aaah kaya tau aja lu rumah gue dimana"

"Haha, takut gue"

"Yauadah gak usah tuker whatsapp kan berarti (sambil senyum), gue jalan yaa"

"Okee, thank you karena elu hidup dengan sangat baik tanpa gue cher. do'a terbaik buat semua pilihan yang lu ambil. someday, kalo ketemu lagi, pastiin tetep nyapa gue seriang hari ini !"

"Pasti!"

Senyuman dan anggukanku mengakhiri pertemuan kebetulan kami sore ini. Seperti biasa, kami akhiri dengan jabat tangan. Lagi-lagi dengan sebentar Tuhan pertemukan kami, kali ini untuk saling mengirim do'a dalam sesungguhnya perpisahan ... 

***

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Monday Syndrome
Semesta Aksara
Cerpen
Sebentar (Continued)
eSHa
Novel
Bronze
Menatap Awan Menggapai Bintang
Rival Ardiles
Novel
Gold
KKPK The Melody of Twin
Mizan Publishing
Cerpen
Manusia Robot
Arum Gandasari NK
Novel
Bronze
LOVE, ANDRA
Embun Pagi Hari
Novel
Bronze
The Pieces of Memories
Moon Satellite
Novel
Jalan Setapak Menuju Rumah
Rafael Yanuar
Novel
Gold
Si Gigi Hitam
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Airy
Jenny C Blom
Novel
Cinta Fisabilillah
Nafla Cahya
Novel
Bronze
Secret Self
Tiffany Gouw
Novel
Bronze
Hold My Fire
diannafi
Novel
Bronze
Kosokbali
Asep Subhan
Komik
Destiny
Eka Santi S
Rekomendasi
Cerpen
Sebentar (Continued)
eSHa
Cerpen
Sebentar
eSHa
Novel
Hotelier
eSHa