Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Bronze
Satu Kursi yang Kosong
0
Suka
112
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Pagi itu, seperti pagi-pagi lainnya, Danar tiba di kantor pukul 07.53. Tiga menit lebih awal dari jadwal masuk, cukup untuk duduk, menyalakan komputer, dan menghela napas sejenak sebelum dunia mulai menuntut sesuatu darinya.

Langkahnya menyusuri lorong dengan lantai keramik kusam yang kadang memantulkan bayangan tubuhnya. Lampu neon di langit-langit bergemerisik halus, tak ada yang memperbaikinya sejak bulan lalu. Namun suara itu justru menjadi bagian dari rutinitas yang ia kenali, seperti suara sendok bersentuhan dengan cangkir di pantry, atau suara printer yang bergemuruh saat lembur tiba.

Di meja kerjanya, segalanya masih sama. Monitor berukuran 21 inci, peta dunia kecil yang tergantung miring, dan sticky notes berwarna kuning pucat berjejer seperti catatan dari masa lalu yang tidak pernah benar-benar dibaca ulang. Danar duduk, menyandarkan tubuh, lalu membuka laptop. Loading. Wajahnya diam, tapi jari-jarinya mengetuk pelan meja, berirama. Seolah sedang mencoba mengingat bahwa dirinya masih hidup.

"Danar!" suara itu muncul dari balik bilik. Suara Lisa, rekan satu divisinya. “Kopi di pantry baru diseduh. Masih panas!”

Danar melirik jam di pojok layar. 08.07. “Oke, bentar lagi,” sahutnya pendek. Ia tahu kopi itu akan jadi pelarian pertama sebelum tenggelam dalam spreadsheet dan grafik penjualan. Tapi ia juga tahu: rutinitas itu semacam pelindung. Selama masih ada kopi pagi, segalanya terasa biasa-biasa saja.

Di pantry, suasana lebih hangat. Bau kopi robusta menggantung di udara. Di sebelah mesin kopi, Lisa dan dua staf lain dari bagian pemasaran sedang berbincang, tertawa pelan. Bukan tawa yang lepas, tapi cukup untuk membuat pagi tidak beku.

“Kamu kelihatan ngantuk, Nar,” celetuk Lisa sambil menyodorkan gelas kertas. “Lembur lagi semalam?”

Danar hanya tersenyum tipis. “Enggak. Cuma susah tidur.”

“Kenapa? Mikirin kerjaan?” Lisa menyipitkan mata curiga. ..

Baca cerita ini lebih lanjut?
Rp1.000
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Stevie: Sebuah Catatan Remaja Biasa
Nadya Wijanarko
Flash
nasib rumput yang malang
Akhmad roufun Aziz
Cerpen
Bronze
JAZZBUK
glowedy
Cerpen
Bronze
Satu Kursi yang Kosong
Muhamad Irfan
Novel
Bronze
Meet you at 0,001% Chance
Antrasena
Novel
KESAYANGAN PAK ABRA
tutusrrahayu
Novel
Kenapa Selalu Dia, sih?
nanonano
Skrip Film
DI BALIK LAYAR
Didiiswords
Flash
Pulang
Safiraline
Flash
Pesan singkat
kar.
Cerpen
Bronze
JILBAB
Iman Siputra
Novel
Bronze
10 Tahun
Sri Rokhayati
Novel
Buku Panduan Mati Sengsara (Kumpulan Cerpen)
Rizal Nurhadiansyah
Skrip Film
Singgah tak Sungguh
Oktaviona Bunga Asmara
Skrip Film
KENANGAN AKU DAN KAU
Erlani Puspita Sari
Rekomendasi
Cerpen
Bronze
Satu Kursi yang Kosong
Muhamad Irfan
Cerpen
Bronze
JIKA RUMAH ADALAH LUKA
Muhamad Irfan
Cerpen
Bronze
Jaket Merah yang Tak Pernah Dikembalikan
Muhamad Irfan
Cerpen
Tak Layak
Muhamad Irfan
Cerpen
Bronze
Bayangan di Meja Sebelah
Muhamad Irfan
Cerpen
Bronze
Bunga yang Tak Pernah Ditaruh di Vas
Muhamad Irfan
Cerpen
Sepotong Roti Hangat di Ujung Hujan
Muhamad Irfan
Cerpen
Bukan Lagi Kita
Muhamad Irfan
Cerpen
Tersisa di Gaza
Muhamad Irfan
Cerpen
Bronze
Tak Terdengar
Muhamad Irfan
Cerpen
Bronze
Bayangan yang Tidak Pernah Pulang
Muhamad Irfan
Cerpen
Bronze
Nyaris
Muhamad Irfan
Cerpen
Bronze
24 Jam Yang Menghapusku
Muhamad Irfan
Cerpen
Bronze
Tidak ada Tempat untuk Kita Berteduh
Muhamad Irfan
Cerpen
Bronze
Jejak yang Hilang di Lorong 4
Muhamad Irfan