Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Misteri
Saranggola
0
Suka
3,459
Dibaca

Pohon ek di Aquino River kembali terpasang foto gadis hilang. Ini sudah kelima kalinya terjadi—secara misterius. Tidak ada jejak menunjukkan aktivitas sebelumnya. Tidak ada yang tahu terakhir para korban berada. Penduduk Saranggola bertanya dalam diri mereka masing-masing—perasaan mereka semakin resah dengan adanya tragedi. Ekspresi ketakutan terlihat dari beberapa pasang orang tua yang memiliki anak gadis. Mereka khawatir korban semakin banyak dan tidak tahu bagaimana menyelesaikan masalah yang terus mengangkangi Saranggola.

Monika Curtiz memindai tulisan pada kertas ukuran A4 tentang informasi gadis hilang pada pohon ek. Gambar hitam putih membuat tak mengenali gadis itu karena topi menutupi wajah. Gadis itu bernama Maja Guevarra anak dari Ian Guevarra dan Anne Padilla yang berusia 15 tahun. Pakaian terakhir yang gadis itu jaket kulit dan celana jins. Cara berdiri, memakai topi, dan style pakaian mirip Monika. Itu membuat Monika geleng-geleng kepala tidak percaya. Gadis itu mencerminkan dirinya. Tetiba jantung berdentam-dentam. Perasaan tidak tenang kentara kakinya terasa kebas dan sedikit pengar, padahal ia tidak terpengaruh alkohol.

Aquino River sudah sepi, hanya Monika seorang diri. Ia memandang sekitar, matanya waspada. Suasana Aquino River hampir mirip makam kuno. Auranya terasa mengerikan dengan gonggongan anjing bersahutan. Apalagi hari sudah mulai gelap dan kengerian akan mengintai siapa saja yang berada di danau. Monika enggan beranjak dari Aquino River, tetapi gemuruh kecil membuatnya berubah pikiran. Ia memutuskan meninggalkan tempat ini dengan kepala menunduk. Tanpa Monika sadari bayangan seseorang mendekati pohon ek.

****

Daun kerisik menyambutnya tatkala Monika memasuki Losmen Angias. Teman-temannya sangat khawatir dengannya, terutama James Leon dan Shaina Sobero. Keduanya mendapat informasi kalau tidak boleh kelayapan pada malam hari, apalagi seorang diri.

“Kau dari mana aja, Mon?” tanya Shaina tampak khawatir.

Monika hanya tersenyum. “Habis jalan-jalan.”

“Kemana?”

“Aquino River.”

“Itu tempat berbahaya!” sahut James. “Tempat itu sumber di mana gadis-gadis Saranggola menghilang.”

“Kau tau dari mana?’’ tanya Monika sedikit penasaran. Ia mendekati James, duduk di sampingnya, mencengkeram pundak pria pirang itu. "Ceritakan kepadaku apa yang terjadi?" Matanya penuh harap.

"Kenapa kau begitu ingin tau soal kejadian di sana?" tanya James balik. Ia menangkap sebuah kecurigaan. "Apakah kau tau pembunuhnya? Pembunuh gadis-gadis Saranggola?"

Monika menggeleng lemah. "Aku tak tau, tetapi berita gadis hilang sudah menyebar di kota ini. Aku menyaksikan para orang tua ketakutan anak-anak mereka menjadi korban selanjutnya. Kata mereka, ini kelima kalinya berturut-turut."

"Apakah kita harus selidiki masalah ini?" tanya John Burry sambil mengunyah jagung bakar.

"Kita hanya tamu di sini. Kita juga tidak tahu asal-usul kota ini dan sejarahnya. Jadi, jangan ikut campur," jawab Shaina berpendapat yang merasa resah dengan tragedi di Saranggola.

Mereka membisu dalam pikiran masing-masing.

Mereka sudah dua minggu berada di Saranggola untuk riset proyek film. Saranggola tempat yang sangat menarik karena banyak keunikan penduduknya yang tidak terlalu peduli dengan teknologi. Mereka masih mempertahankan telepon rumah sebagai media komunikasi. Tidak semua orang menggunakan ponsel, kecuali orang kaya dan keluarga berekonomi menengah ke atas. Terdapat dua strata sosial, orang kaya dan sampah masyarakat. Namun, kesenjangan itu tak kentara karena kebanyakan sampah masyarakat lebih dominan.

Pukul 02.00 hujan mengguyur Saranggola. Suhu dingin menyentuh tubuh hingga tulang. Monika terbangun dari tidurnya karena kehausan. Masih ada minuman tersisa di ransel. Ia meneguk air pada botol. Sesaat kemudian, Monika mendengar suara nyaring besi—besi yang diseret. Awalnya suara itu sangat jauh, lima detik kemudian, berangsur terdengar jelas.

Suara gemuruh langit menggambarkan suasana malam yang menakutkan, seperti menandakan kengerian semakin dekat.

Monika menatap Shaina yang masih terlelap tidur sebelum keluar kamarnya, melangkah perlahan tanpa alas kaki. Dingin lantai menyerang kakinya. Ia berjalan hati-hati seraya mengamati ke segala arah. Petir menyambutnya lagi. Monika menuju halaman belakang losmen. Pandangan cukup mengerikan, terdapat pohon-pohon besar dan gelap gulita. Terdengar suara besi terjatuh menjadi alasan Monika melangkah lebih cepat. Ia mengikuti arah suara itu, melewati tanaman-tanaman kecil dan menemukan sebuah pintu. Tangannya hendak memegang gagang pintu, tetapi suara erangan dari dalam losmen mengurungkan niatnya. Ia berlari memasuki losmen meski hendak terpeleset karena lantai agak licin. Matanya melotot tatkala seseorang keluar dari kamar John, James, dan Brand.

"Hey! teriak Monika. "Siapa kau!"

Sepintas ia melihat sebuah kostum cakar di lengan kirinya, bekas darah. Wajahnya panik karena terjadi sesuatu pada teman-temannya. Lantas, Monika memasuki kamar James, John, dan Brand. John tidak berada di kamar. Ia kembali keluar sambil berlari mengejar pria jubah hitam. Monika menemukan pria itu keluar dari pagar losmen. Dari bentuk tubuhnya dan cara berjalan mirip John.

Apakah John pembunuhnya? Tidak mungkin. Dia bukan orang asli Saranggola, pikir Monika.

Monika kembali ke kamarnya dengan tergesa-gesa, menutup pintu kamar. Ia terperosok, lalu bersandar pada pintu, merasa ragu apa yang dilihat tadi, apakah nyata atau tidak.

****

Monika, James, John, Shaina, dan Brand bersama-sama memindai tagline pada koran di atas meja bundar: GADIS BERNAMA MAJA GUEVARRA TEWAS DENGAN LUKA DI BAHU, LEHER, DAN PIPI.

"Ini mengerikan," komentar James. "Sangat keji pembunuhnya menghilangkan nyawa seorang gadis berumur 15 tahun."

"Kita pulang ke Papanga aja, yuk!" ajak Shaina dengan nada ketakutan.

"Pulang?" Monika mengamati teman-temannya. "Kita harus selesaikan masalah ini. Di antara kita pasti ada yang terlibat pembunuhan gadis-gadis Saranggola."

"Apa maksudmu, Mon? Kau menuduh kita-kita sekongkol dengan pembunuh? Apa untungnya buat kita!" John tak terima dengan tuduhan Monika meski bersikap tenang.

"Lagian kita bukan orang sini," timpal James.

"Benar," tambah Brand yang sedari tadi diam saja.

"Apa alasanmu menuduh di antara kita pelakunya?" tanya John kini mulai serius. Tatapannya tajam.

Sebelum Monika menjawab, pemilik losmen, Kathryn menghampiri mereka karena dari tadi sempat menguping pembicaraan. Ingin tahu apa yang terjadi dan alasan Monika menuduh teman-temannya.

"Pukul dua pagi tadi aku terbangun karena kehausan. Aku mendengar suara besi yang diseret. Bising sekali. Aku ke belakang losmen. Tidak terjadi apa-apa. Namun, aku mendengar besi terjatuh di samping losmen dan aku menemukan pintu, tapi aku enggak membukanya karena aku mendengar erangan dalam losmen. Aku masuk lagi ke dalam losmen sambil berlari. Dari jauh aku mendapati pria jubah hitam keluar kamar John, James, dan Brand. Aku teriak, orang itu tidak menoleh. Tapi …." Monika berhenti mencoba mengingat kembali. "Tapi terdapat kostum cakar di bagian tangan kirinya, dari besi, kukunya tajam bekas darah. Sampai di depan pagar losmen, dia berhenti sejenak, lalu pergi. Aku juga mengamati kamar kalian, tapi John gak ada. Orang itu mirip kau, John. Dari cara berjalan dan postur tubuh, lalu aku kembali ke kamar dan merasakan ada yang masuk di kamar kalian."

"Pukul dua pagi aku ke toilet, karena perutku mulas," ujar John. "Setelah aku kembali, tidak terjadi apa-apa. James dan Brand tertidur lelap."

"Jadi, siapa orang jubah hitam itu?" tanya Shaina semakin kentara wajahnya ketakutan.

Suasana menjadi hening, semua dalam pikiran masing-masing, termasuk Kathryn. Ia juga terlihat bingung dan terlintas dalam benaknya ujaran negatif.

Semenjak kedatangan Monika dan teman-temannya, Saranggola semakin runyam, batinnya.

"Atau itu Enrique?" Itoy berspekulasi. Ucapannya menjadi perhatian Monika dan lainnya.

"Siapa Enrique?" tanya Brand.

"Enrique penghuni losmen ini dulu. Sekarang menjadi bagian dari Saranggola karena menikah dengan orang sini. Aku setiap pukul dua pagi mendapati dia berada di Aquino River mengenakan jubah hitam sedang berjalan menuju Hutan Aquino."

"Udah jelaskan. Bukan aku pelakunya. Dengar kan kau, Monika. Dengar!" ucap John sedikit membentak.

Itoy adalah suami dari Kathryn. Ia mengatakan tentang Enrique karena pernah melihat langsung pria rambut cokelat itu bolak-balik ke Aquino River. Ia tidak berani berbicara kepada siapa pun karena punya anak gadis seumuran Maja. Itoy tidak ingin anaknya bernasib sama seperti Maja Guevarra. Pembunuh itu seperti malaikat pencabut nyawa.

Perkataan Itoy belum bisa menjadi tuduhan jika Enrique di balik pembunuhan gadis-gadis Saranggola. Tidak ada bukti untuk menuduh Enrique karena pria itu suka bergaul dan membaur dengan penduduk Saranggola. Tipikal pria baik dan suka menolong. 

Soal penglihatan Monika melihat pria jubah hitam itu juga patut dipertanyakan karena jika siapa pun yang bertemu dengan pria jubah hitam itu, akan dibunuh seperti gadis-gadis Saranggola yang menghilang. John berpikir kalau Monika merasakan delusi. John juga mengetahui kalau Monika mengidap Skizofrenia Paranoid dari teman psikolog-nya. Bahkan mungkin Monika sendiri pelakunya karena Monika pernah mengunjungi Aquino River daripada teman-teman lainnya.

Shaina memberi kode ke Monika untuk pergi ke kamar mengambil sesuatu. Dibalas anggukan oleh Monika. Kebingungan semakin membuat mereka pusing. Tetiba Shaina teriak histeris dari dalam kamar. "Tolong!"

Semua berlari ke kamar Shaina diselimuti dengan pertanyaan yang belum terjawab.

END

(

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Misteri
Cerpen
Saranggola
Chesar Kurniawan
Novel
I Am The Justice
Erika Angelina
Novel
Bronze
Love Freak
Faisal Ridha Dmt
Flash
Alat Pendeteksi Jodoh
Rahma Nanda Sri Wahyuni
Novel
Matahari Kelabu
Mohammad Sholihin
Cerpen
Bronze
Pohon-pohon Yang Berbicara
Eko Hartono
Cerpen
Halo, Selamat Tinggal!
Ilestavan
Novel
My roommate
Garis pensil
Cerpen
Bronze
Dia Yang Menjinjing Kepalanya
Lian lubis
Novel
Bronze
LALANG
Nurbaya Pulhehe
Skrip Film
BANDONG
Eko Hartono
Novel
Pirsa Mistik
Ariya Gesang
Flash
PINTU MERAH MAROON
Hanan Rafidah
Flash
Lukisan Bedhaya Ketawang II
Rifatia
Cerpen
Bronze
Kematian Arifin Shuji
Galang Gelar Taqwa
Rekomendasi
Cerpen
Saranggola
Chesar Kurniawan
Novel
The Author: Seven Clue
Chesar Kurniawan
Cerpen
Pelukis Kejam
Chesar Kurniawan