Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Korea, 25 Juni 1951, tepat satu tahun sejak pecahnya Perang Korea. Dalam waktu setahun, perang yang awalnya bersifat manuver kini berubah menjadi perang posisi. Pertempuran sengit berkecamuk di wilayah pegunungan tengah yang berbatu dan dingin, tempat kedua belah pihak bertahan mati-matian.
Perubahan ini bermula saat Korea Utara, dengan dukungan persenjataan dari Uni Soviet, berhasil memukul mundur pasukan Korea Selatan hingga ke wilayah sempit di sekitar Busan. Keberhasilan ini mendorong Dewan Keamanan PBB, khususnya Amerika Serikat, untuk turun tangan. Pada 27 Juni 1950, hanya dua hari setelah invasi Korea Utara melewati garis paralel ke-38, pasukan Amerika mulai mendarat di Semenanjung Korea.
Kehadiran militer Amerika Serikat mengubah jalannya perang secara drastis. Dari posisi terdesak, pasukan Korea Selatan dan sekutu berhasil membalikkan keadaan, memukul mundur tentara Korea Utara hingga ke perbatasan dengan Tiongkok, di tepi Sungai Yalu.
Tiongkok khawatir akan kemungkinan invasi langsung atau bangkitnya kekuatan Kuomintang yang didukung Barat, memutuskan untuk bertindak. Gelombang pasukan sukarelawan Tiongkok dikerahkan untuk mendukung Korea Utara, mendorong kembali pasukan Amerika dan Korea Selatan..
Meski pasukan sekutu sempat terpukul, kali ini mereka tidak terlempar jauh ke selatan seperti pada awal perang. Mereka berhasil mempertahankan posisi di wilayah tengah Korea, yang didominasi pegunungan curam dan lembah sempit.
Di titik ini, perang memasuki fase kebuntuan. Medan berat yang tidak ramah terhadap operasi manuver skala besar, kekuatan militer yang relatif seimbang, serta kelelahan pasukan di kedua pihak menjadi penyebab utama. Perang pun berubah menjadi serangkaian bentrokan kecil, adu artileri, dan perebutan bukit demi bukit, perang posisi yang mematikan.
— Markas Divisi Infanteri ke-3, Seoul, 27 Juni 1951 —
Waktu menunjukkan pukul 8 malam, di tengah situasi pertempuran yang mandek dan hujan yang deras, Kolonel Roy Antonio, seorang komandan Resimen Infanteri ke-27, sedang berada di markas Divisi, lebih tepatnya di Tenda Komando sedang berdiskusi bersama sang komandan Divisi, yaitu Mayor Jenderal Ronald Gallagher bersama komandan-komandan resimen lainnya, diantaranya ada Kolonel Charles Matthews, dan Letnan Kolonel Chang, Matthews adalah komandan Resimen Artileri ke-13 sementara Chang adalah komandan resimen Infanteri ke-14 Angkatan Darat Korea Selatan.
Gallagher: baiklah tuan-tuan, jadi rencananya begini, kita akan serang bukit ini (menunjuk bukit yang dimaksud dengan tongkat komando) pada pukul 5 pagi dini hari, dengan serangan kejutan, serangan kejutan akan dibuka dengan tembakan artileri ke arah posisi musuh, Matthews, itu tugasmu, tembak posisi musuh dengan artileri, setelah itu, Antonio, Chang, kirim pasukan kalian maju dan sapu bersih sektor ini, Jangan pikir panjang, Langsung hajar
Antonio: (ia diam sejenak menatap peta, lalu ia menatap Jenderal Gallagher dengan tatapan dingin) Jenderal, dengan segala hormat, itu bukan kejutan, tapi pembantaian.
Gallagher: (tatapannya beralih, yang awalnya ke peta sekarang menatap balik Antonio dengan tatapan yang dingin serta dipenuhi rasa marah) Kolonel, apakah anda meragukan rencana komando tertinggi? (meskipun dipenuhi rasa marah, ia membalas tanpa nada tinggi kepada Antonio)
Antonio: iya, saya meragukannya, saya meragukan informasi intelijen dari komando tinggi yang mengatakan bahwa sektor tersebut adalah sektor lemah, saya sudah mengirim 2 patroli untuk memastikan, dan saya kehilangan kedua patroli tersebut dalam kurun waktu 48 jam, mereka pasti tahu kita akan menyerang, dan mereka sekarang pasti sedang bersiap saat kita berbicara sekarang.
Matthews: Unit-unit Artileri saya juga belum siap jenderal, jalur suplai yang membawa amunisi tambahan untuk Artileri-artileri saya juga masih ditutupi dengan lumpur, saya memperkirakan sebelum unit-unit infanteri pimpinan Antonio dan Chang menguasai daerah musuh, saya pasti sudah kehabisan amunisi dan mereka pasti terpukul mundur dan menderita korban jiwa yang amat sangat banyak.
Gallagher: Matthews, Antonio, sekarang bukan waktunya untuk takut dan ragu, ini bukan lagi seminar strategi, ini perang.
Antonio: Bukannya saya takut perang jenderal, Tapi saya tidak akan mengirim anak buah saya ke neraka yang kita tahu tak bisa kita menangkan. Bukan karena saya pengecut. Tetapi karena mereka juga manusia seperti kita, nyawa mereka tidak bisa kita korbankan begitu saja, Jenderal.
Matthews: Antonio benar, jenderal, kita tidak bisa mengorbankan nyawa pasukan-pasukan kita begitu saja, apalagi kondisi pasukan kita sedang kelelahan karena perang yang mandek dan berkepanjangan ini, tolong pertimbangkan keputusan anda sekali lagi, Jenderal.
Gallagher: Kau benar, Matthews, saya harus mempertimbangkan keputusan saya, dan saya telah membuat keputusan untuk menyeret kalian berdua kepengadilan militer karena pembangkangan, saya kasih kalian-kalian para pembangkan dua pilihan, jalani perintah saya, atau menghadapi pengadilan militer karena pembangkangan. (ujar Gallagher dengan nada membentak)
Matthews dan Antonio sempat saling tatap menatap dengan penuh rasa kaget, namun hanya sesaat, seolah-olah, dari pertukaran tatapannya dengan Matthews, ia sudah paham keputusan apa yang Matthews buat, setelah ia menatap Matthews, ia pun kembali menatap mata Gallagher dengan tatapan dingin.
Antonio: Kami tidak akan menembakkan sebutir peluru, apalagi mengorbankan nyawa atas nama ego, jika kehormatan dan karir kami harus dibayar dengan apapun nanti keputusan yang dibuat oleh pengadilan militer, kami akan menerimanya (Ujar Antonio tanpa ada rasa ragu dan gentar sedikitpun).
Untuk sesaat, ekspresi Gallagher berubah, terlihat sang jenderal mengalami perasaan yang campur aduk, kaget, marah, bahkan sedikit ragu. Tapi seperti jenderal yang telah memilih jalannya, ia kembali bersikap tegas. Tak ada ruang untuk tawar-menawar.
Gallagher: baiklah kalau begitu tuan-tuan, kalian boleh meninggalkan tenda ini, namun ingat, saya tidak pernah main-main dengan ucapan yang telah saya ucapkan, istirahatlah, karena esok akan menjadi hari yang amat panjang buat kalian-kalian para pembangkang.
Antonio dan Matthews pun beranjak keluar dari Tenda komando, ditengah gelapnya malam, serta ditengah derasnya hujan yang mengguyur tanah yang sudah terlebih dahulu dipenuhi lumpur, Antonio dan Matthews langsung berjalan cepat menuju ke barak perwira dibawah mantel hujan.
— Barak Perwira, Seoul, 27 Juni 1951 —
Sesampainya di depan Barak, mereka duduk di teras, dibawah atap seng, mereka menyeduh kopi panas dari termos baja, dan menyalakan sebatang rokok, Hujan masih mengguyur keras, Air membentuk genangan di tanah berlumpur, keduanya diam sesaat, hanya suara Hujan yang deras dan dengung jauh suara tembakan artileri terdengar.
Matthews: (ia menatap kegelapan malam dengan penuh rasa tidak percaya atas apa yang sudah diputuskan oleh komandannya sendiri) kau melakukan hal yang benar Antonio, (lalu ia mengalihkan pandangannya ke Antonio) jika aku berada di posisimu, aku mungkin sudah melakukan hal yang sama.
Antonio: (pandangannya tertuju pada gelapnya malam, tatapannya penuh dengan renungan) ya, aku sudah melihat banyak mayat bergelimpangan di sisilia, ketika aku masih berpangkat Mayor, komandan kompi, namun bedanya, saat itu aku masih yakin bahwa aku bisa berhasil menguasai wilayah musuh.
Matthews: Sekarang bagaimana?
Antonio: Sekarang aku hanya melihat seorang perwira tinggi yang dibutakan oleh ego.
Matthews: aku tak bisa membayangkan betapa sulitnya menjadi dirimu, menjadi seseorang yang hanya menghabiskan waktu di belakang garis depan, memerintahkan anak buah menembakkan senjata jarak jauh, yang bahkan kita sendiri tidak tahu, peluru yang kita tembak melesat mengenai musuh atau pasukan sendiri.
Antonio: Terimakasih Matthews, tanpa artileri mungkin kita yang berada di garis depan sudah jadi daging cincang, tinggal dimasak jadi burger, dan tanpamu juga, jumlah korban jiwa dari pihak kita hanya akan menjadi angka statistik yang tak bisa ditebus.
Matthews: (tersenyum miris) Dan sekarang? kita lah yang akan jadi angka statistik tersebut. diseret ke pengadilan, dan catatan kaki perang.
Antonio: (pandangan tenangnya teralihkan ke arah Matthews) Haha, mungkin. Tapi lebih baik tercatat sebagai seorang pembangkang, daripada menjadi kepala berita dari pembantaian yang sebenarnya kita bisa cegah.
Hujan masih turun dengan deras, Rokok mereka hampir habis, dari kejauhan, terdengar suara raungan truk logistik yang melintas, membelah sunyinya malam hari.
Keduanya diam, seolah sepakat bahwa malam itu adalah awal dari sesuatu yang lebih besar, entah kehancuran, atau awal dari perubahan.
(BERSAMBUNG)