Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Horor
Bronze
Sang Kolektor Jiwa
0
Suka
54
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Bab 1: Aroma dari Masa Lalu

Matahari sore di Jakarta menembus jendela kaca buram, jatuh di atas tumpukan dokumen tua dan debu yang beterbangan di udara. Udara di Rumah Widjaja terasa pengap, berat, seolah waktu berhenti berputar di dalamnya selama berpuluh-puluh tahun. Aroma lembap kayu lapuk, kertas yang menguning, dan sedikit bau karat bercampur di udara, sebuah simfoni olfaktori yang familier bagi Ethan Reynaldi. Sebagai seorang kurator seni di Museum Nasional, ia telah menghabiskan sebagian besar hidupnya di antara benda-benda antik, dan indra penciumannya adalah aset terbesar sekaligus beban terberatnya. Ia bisa mencium sejarah, membedakan jenis kayu dari abad ke-18 dengan akurasi mencengangkan, atau mengenali keaslian lukisan dari bau catnya. Namun, di Rumah Widjaja ini, ada sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang mengganggu.

Ethan baru saja ditugaskan untuk mengatalogkan koleksi pribadi mendiang Hartawan Widjaja, seorang filantropis dan kolektor eksentrik yang meninggal mendadak, meninggalkan harta karun berupa artefak kuno yang tersebar di seluruh penjuru rumah warisannya. Konon, Widjaja adalah seorang reklusif yang hidup dalam bayang-bayang koleksinya, jarang berinteraksi dengan dunia luar. Sebuah desas-desus beredar di kalangan kolektor bahwa barang-barang Widjaja memiliki "aura" yang sangat kuat, seringkali terasa dingin dan tidak menyenangkan. Ethan, yang selalu pragmatis dan skeptis, hanya menganggapnya sebagai omong kosong metafisika.

Ia melangkah masuk ke dalam ruang tamu utama. Jendela-jendela ditutupi kain tebal, menciptakan suasana remang-remang yang abadi. Lampu gantung kristal yang dulunya megah kini diselimuti sarang laba-laba. Patung-patung kuno dari perunggu dan kayu, porselen dinasti, dan permata langka dijejerkan di lemari-lemari kaca yang berdebu. Ini adalah surga bagi seorang kurator.

Namun, di tengah semua aroma kuno yang familier itu, Ethan mencium sesuatu yang asing. Sesuatu yang pahit, logam, dan nyaris seperti bau… ketakutan. Bukan bau mayat, bukan bau darah, tapi sebuah esensi yang jauh lebih halus, namun menusuk. Ia mengerutkan hidung, mencoba mengidentifikasi sumbernya. Aroma itu tidak spesifik pada satu benda, melainkan menyebar samar di udara, seperti bisikan yang tak terlihat.

"Selamat datang, Tuan Reynaldi," sebuah suara serak memecah kesunyian. Itu adalah Bu Lastri, penjaga rumah tua yang setia, seorang wanita paruh baya dengan sorot mata lelah dan aura kesedihan yang mendalam. "Tuan Widjaja telah menanti Anda."

Ethan mengangguk. "Terima kasih, Bu Lastri. Saya akan mulai dengan ruang tamu ini."

Ia mengeluarkan sarung tangan putihnya dan mulai memeriksa patung perunggu kecil yang berdiri di atas meja marmer. Patung itu menggambarkan seorang dewa kuno dengan ekspresi menyeringai. Saat jarinya menyentuh permukaan dingin patung, aroma pahit dan logam itu semakin kuat. Sebuah rasa dingin menjalar dari ujung jarinya, bukan dinginnya logam, melainkan sensasi yang menusuk, seolah energi patung itu terserap ke dalam dirinya. Bulu kuduknya merinding.

"Apakah ada sesuatu yang aneh dengan patung ini, Tuan?" tanya Bu Lastri, seolah membaca pikirannya.

Ethan menggeleng. "Tidak, Bu. Hanya... terasa sangat tua." Ia menarik tangannya, meskipun dorongan aneh untuk menyentuhnya lagi muncul.

Seiring berjalannya hari, Ethan menjelajahi ruangan demi ruangan. Di setiap ruangan, aroma pahit, logam, dan "ketakutan" itu semakin pekat. Ia menemukan beberapa artefak yang secara khusus memancarkan aroma tersebut dengan intensitas luar biasa: sebuah topeng kayu suku purba dengan mata kosong yang seolah menatapnya, sebuah kalung perak kuno dengan liontin yang berbentuk seperti tengkorak mini, dan sebuah pisau upacara dengan bilah yang diukir rumit. Setiap kali ia menyentuh benda-benda ini, rasa dingin yang menusuk itu muncul, disusul oleh kilasan-kilasan samar di sudut matanya—bayangan-bayangan bergerak cepat, terlalu cepat untuk diidentifikasi, namun cukup untuk membuat jantungnya berdebar.

Ethan mencoba rasional. Kurang tidur, mungkin. Stres karena pekerjaan baru ini. Tetapi ia tidak bisa mengabaikan bisikan sam...

Baca cerita ini lebih lanjut?
Rp14.000
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (1)
Rekomendasi dari Horor
Cerpen
Bronze
Cermin Yang Tersisa
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Sang Kolektor Jiwa
Christian Shonda Benyamin
Flash
satan's care
Raja Alam Semesta
Flash
Tanah Sengketa
Nurbaya Pulhehe
Novel
Bronze
Juwita
Ersi Safitri
Cerpen
Bronze
Rumah Nene
Nuraini Mastura
Flash
Bronze
Dikejar malah mau makan genderuwo
Budi susilo
Flash
Bronze
Jurit Malam
Deeta Pratiwi
Flash
Sam
hyu
Flash
Bronze
Mimpi Defin
Ron Nee Soo
Flash
Hantu di bawah tempat tidur
Bluerianzy
Flash
Bronze
Gadis Bersenandung
Sunarti
Flash
Sang Pengantin
Bramanditya
Flash
Bronze
Jangan Lihat Ke Belakang
Nisa
Flash
Bronze
Petuah Nenek
Alfian N. Budiarto
Rekomendasi
Cerpen
Bronze
Cermin Yang Tersisa
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Sang Kolektor Jiwa
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Aroma Kopi Di Bangunan Tua
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Teman Kamar Yang Kasat Mata
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Jalan Buntu 404
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Teror
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Dari Aku Untukku
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Bayang - Bayang Kaktus Berdarah Seri 01
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Siapa Dia
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Boneka Bobo
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Mereka Ingin Menyakitiku
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Terjebak Dunia Arwah
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Jumat Akhir Bulan Juli
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Simfoni Terlarang
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Radio Tua
Christian Shonda Benyamin