Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Salam Sayang Kekasih Hati
1
Suka
5,460
Dibaca

Dengan rasa penasaran Guntur membuka surat dari Mentari.

Untuk kak Guntur

Aku yakin setelah kakak membaca surat ini aku sudah tidak berada di dunia ini lagi. Maafkan aku tak bisa memenuhi janjiku tuk menjadi pendamping hidupmu di kala sedih maupun senang, karena ku tidak bisa hidup lebih lama lagi. Kak yakinlah Allah pasti akan mempertemukan kita di akhirat nanti dan insyaallah atas izinnya kita dapat dipersatukan di surga−Nya kelak. Aku selalu berharap untuk kebaikan kakak dan semoga kakak dipertemukan dengan jodoh yang lain di dunia.

Akhir kata aku sebagai manusia tidak luput dari segala khilaf dan salah untuk itu kak, aku meminta maaf atas segala khilaf dan salahku selama ini dan satu hal yang harus kakak tahu aku mencintai kak Guntur, karena Allah SWT.

Mentari

Setelah membaca surat dari Mentari, tidak terasa air mata Guntur menetes. Ia masih ingat betul masa-masa indah bersama calon istrinya itu, tetapi ada saat ia harus merelakan Mentari, karena suatu hal. Ia masih ingat dua tahun yang lalu ia bersama Hari dan Mentari pergi ke gunung untuk sekedar melepas lelah.

Saat Mentari tidak bisa berkata saat itulah Hari berganti, bergulir menawarkan suatu kebahagiaan, tetapi tidak seorang pun tahu itu. Hal yang sederhana. Kala itu mentari bersinar dengan kilaunya yang indah. Bahkan hari serasa berganti begitu saja. Hari dan Mentari pergi melanglang buana. Hari menanti Mentari.

Mentari telah kehilangan separuh jiwanya, orang yang berarti dalam hidupnya telah pergi untuk selamanya yaitu orang tuanya. Sekarang jiwanya serasa kosong. Hari dan Guntur tidak kehilangan akal untuk mengembalikan senyum di wajah Mentari. Mereka berencana mengadakan acara hiking bersama Mentari dan teman teman lain di Gunung Semeru dan menginap di villa milik keluarga Guntur. Untuk melaksanakan niat mereka, Guntur memberi tahu niatnya kepada Mentari lewat SMS dan Mentari pun membalasnya dengan kata “ya”

Mentari kusuma dewi adalah perempuan berjilbab yang kuat walau kadang kala masih terlihat dewasa dari umurnya yang masih 18 tahun, sedangkan Hari adalah sosok yang dikagumi sekaligus tetangga sebelah rumahnya, baik oleh Mentari ataupun orang-orang pada umumnya sebagai sahabat maupun teman dekat. Mereka berdua tidak memiliki cinta yang umumnya dimiliki oleh sepasang kekasih, walaupun begitu mereka berdua adalah sahabat yang tidak akan pernah terpisahkan. Mentari yang terlihat capek, tapi tetap bahagia karena bisa bersama sahabatnya, Ahmad hari setiawan.

Semai-semai cinta persahabatan lebih berarti daripada membenih cinta yang sesungguhnya. Pada hakikatnya cinta persahabatan lebih berarti daripada cinta pada umumnya. Itulah cinta persahabatan yang dimiliki oleh Hari dan Mentari. Mereka tidak mau terbuai dengan cinta yang semu. Mereka lebih senang memelihara cinta persahabatan.

Mimpi adalah sebuah pertanda yang dirasakannya saat itu. Mentari bermimpi bahwa ia tidak akan kembali lagi untuk Hari dia akan pergi untuk selamanya. Firasat itu kian nyata tatkala Mentari sepakat untuk mengambil S2 di luar negeri dan ia terserang penyakit yang mematikan hemofilia. Mentari tidak mau membebani pikiran sahabatnya itu. Hari hanya tahu kalau Mentari akan mengambil kuliah S2 di luar negeri, ia tidak tahu kalau Mentari terserang penyakit yang hanya bisa diderita oleh sebagian kecil orang. Atas keberhasilan Mentari dalam meraih beasiswa. Mentari bersama teman temannya termasuk Hari berencana ingin berlibur di gunung dan menginap di villa keluarga Guntur, sahabat Hari. Ketiganya mempunyai hobi yang sama yaitu hiking.

Hari semakin dingin, malam ini tidak seperti malam kemarin. Angin datang dengan sepenuh hati. Angin malam menusuk tubuh Hari yang memang tidak kuat menahan angin ke dalam tubuhnya. Tidak ada Bulan di sisi Hari, yang ada hanyalah Mentari yang muncul di siang hari dan menemani Hari walaupun dalam kelam duka. Angin malam dengan pasti menggigit tubuh Hari. Hari yang masih sibuk berkutat dengan laptopnya seperti menghadapi sebuah isyarat nyawa suci.

Nyawanya itu adalah Bulan yang tidak kunjung datang menghampiri Hari. Bulan adalah kekasih yang dicintai Hari dan Mentari adalah seseorang yang melebihi teman namun bukan seorang kekasih melainkan seorang sahabat. Bintang adalah mantan kekasih Hari yang telah meninggal dalam sebuah kecelakaan maut. Hari sangat menyayangi Bintang. Sampai saat ini ia hanya dapat menunggu kehadiran Bulan. Malam itu begitu berat bagi Hari, karena Bintang yang tidak kunjung datang menemaninya dan tidak akan mungkin berada di sisinya, karena ia sudah tidak ada di dunia ini lagi.

Keesokan harinya tepat pukul 4.00 Hari dan Guntur bergegas menjemput Mentari. Dalam perjalanannya menuju kampus Mentari hanya diam tanpa kata. Ia tidak pernah berbicara sepatah kata apapun pada siapapun, namun Guntur selalu mengajak Mentari bicara, walaupun Mentari hanya menjawab pertanyaan Mentari dengan jawaban iya dan heem. Sesampainya di kampus, barang bawaan Mentari diletakkan di bagasi oleh Guntur, Mentari duduk di sebelah Guntur dan tidak lama kemudian Bulan dengan baju berwarna kuning tua dan rambut coklat datang menghampiri Hari dengan barang bawaan yang sangat banyak.

Bis berjalan dengan pelan. Hati Mentari tidak kunjung cair karena keberadaan Guntur di sampingnya. Tiba-tiba ada seseorang dari belakang menyenggol Guntur. Seseorang itu adalah Bulan. Bulan meminta Guntur untuk pindah tempat duduk. Seakan tahu perasaan Hari, Guntur mencoba bersikap mengalah dengan mempersilahkan Bulan untuk duduk di samping Mentari.

Malam hari di sebuah villa begitu banyak bintang menghiasi langit, aroma jagung bakar menggugah selera, namun pemandangan mata Guntur tidak lepas dari Mentari yang sedang duduk menyendiri menjauh dari keramaian di bawah sinar rembulan. Malam pertama di vila sungguh indah, namun hati Mentari tidak kunjung cair. Guntur melihat Mentari memandangi langit dengan penuh perhatian.

Guntur mengambil handphone-nya untuk memastikan kepada Mentari agar tidak lupa dengan janjinya dan nanti Guntur akan menjemputnya tepat jam tujuh malam. Saat yang di nanti pun tiba aroma jagung bakar menyatu dengan iringan musik jazz di sebuah teras atas bukit kecil. Sungguh suasana yang sangat romantis. Indahnya langit berhias bintang dan bulan sabit. Terlihat satu meja dan empat kursi disiapkan berhias lilin-lilin kecil dengan bunga mawar di sampingnya.

Mentari datang dengan mata yang sengaja ditutupi oleh kain berwarna putih tampak cantik mengenakan dress lengan panjang berwarna biru setengah lutut, celana jeans abu-abu, dan juga kerudung berwarna biru. Penampilannya yang sederhana itulah yang membuat Guntur terpana. Mata Mentari ketika masuk, ditutupi dengan sebuah kain. Hal tersebut sengaja dilakukan Guntur, karena ia ingin memberikan kejutan kepada Mentari. Mentari pun sangat bahagia dengan kejutan yang diberikan padanya.

Hari dan Mentari menaiki bis yang sama ketika mereka menuju puncak gunung kelud. Panas terik matahari tidak menyurutkan niat mereka untuk sampai ke puncak gunung. Suasana kabut ketika di puncak gunung membuat hati Mentari lega. Hawa segar membawa segala kegundahan Mentari sirna seketika.

“Aku lega karena aku bisa melihat pemandangan diatas gunung untuk terakhir kalinya bersama sahabatku Ahmad Hari Setiawan.

“Untuk terakhir kalinya, maksud kamu apa?” kata Hari.

“Takdir, maut, jodoh dan rizki semua ada di tangan Allah,” kata Mentari.

“Maksud kamu apa Mentari?” tanya Hari.

“Sebenernya aku telah divonis menderita hemofilia seperti kataku tadi Har, aku tidak tahu kapan takdir memisahkanku dengan Guntur, maaf har, karena aku tidak mau menyusahkan sahabatku, aku berterimakasih kepada sahabatku Ahmad Hari Setiawan, kamu adalah orang yang berarti buatku setelah kepergian kedua orang tuaku dan aku menitipkan sepucuk surat untuk kak Guntur Mahaputra, berikan padanya setelah pemakamanku dilaksanakan,” jawab Mentari sambil memberikan sepucuk surat berwarna biru kepada sahabatnya dengan berlinang air mata.

 “Tidak, aku tidak akan membiarkanmu sendirian, kamu harus kuat, berjanjilah padaku kamu harus bertahan demi Guntur dan aku, percayalah tari kamu pasti akan sembuh, sekarang kita harus ke rumah sakit” kata Hari mencoba menguatkan Mentari.

“Tidak har, aku tidak mau dibawa ke rumah sakit berjanjilah padaku berikanlah surat itu kepada Guntur saat pemakamanku dan jangan memberi tahu Guntur tentang penyakitku sebelum aku dimakamkan” kata Mentari.

“Kalau itu sudah menjadi keputusanmu, apa boleh buat” kata Hari.

“Setelah ini aku akan ke suatu tempat untuk menenangkan hatiku dan aku akan pergi menjauh dari kehidupan kak Guntur” kata Mentari.

Seketika itu Hari dan Mentari terkaget dengan kehadiran Guntur. Mentari langsung menghapus air matanya. Mereka pun bergegas menghampiri bis yang telah menunggu mereka. Beberapa hari kemudian Mentari memutuskan untuk menjauh dari kehidupan Guntur tanpa memberitahukan Guntur. Ia pergi ke rumah Hari di Kediri. Mentari ingin di sisa hidupnya, ia habiskan untuk mendekatkan dirinya kepada sang Ilahi. Keputusan tersebut telah disetujui oleh Hari, dan Hari menitipkan sahabatnya pada bibinya di Kediri. Sementara itu, Guntur selalu mencari keberadaan Mentari. Ia berulangkali menghubnginya, namun nomornya tidak aktif. Ia juga berulangkali menanyakan pada Hari, namun Hari hanya menjawab tidak tahu.

“Har, masak sih kamu nggak tahu di mana keberadaan Mentari sekarang?” tanya Guntur.

“Aku bener-bener nggak tahu Gun” kata Hari.

Berhari-hari, berbulan-bulan Mentari menghilang, Guntur seolah kehilangan separuh jiwanya. Tibalah di tanggal 9 Desember tepat di hari ulang tahun Mentari yang ke-21, Guntur mendapat berita mengejutkan. Hari datang ke rumahnya dengan membawa sepucuk surat dari Mentari.

“Ada apa Har, apa Mentari sudah diketemukan keberadaannya?” tanya Guntur.

“Sebelum aku menjelaskan semuanya, kamu baca surat ini dulu, surat ini ditulis oleh Mentari” jawab Hari sambil menyerahkan amplop biru. Betapa terkejutnya Guntur membaca surat itu. Hati dan jiwanya seolah tidak percaya bahwa Mentari telah melakukan ini padanya. Sontak Guntur langsung menarik kerah baju Hari.

 “Kenapa kamu menyembunyikan hal sepenting ini dariku, bukankah kamu sudah menyerahkan Mentari dan kamu anggap aku ini apa Har?” tanya Guntur dengan emosi.

“Maafkan aku Gun, karena ini semata-mata adalah keinginan Mentari dan aku tidak dapat berbuat apa-apa, aku tahu kamu yang paling terpukul atas kepergiannya, sebaiknya sekarang tenangkanlah emosimu dan setelah itu berangkatlah ke makam Mentari, untuk berziarah” jawab Hari.

Setelah mendengarkan penjelasan Hari, Guntur menenangkan emosinya, dengan mengambil air wudhu dan sholat dua rakaat. Kemudian dia berangkat menuju makam Mentari. Sesampainya di makam Mentari, Guntur menaburkan bunga di makam Mentari.

“Sudah lama aku tidak berjumpa denganmu, sudah lama aku tidak melihat senyum di wajahmu, ya Mentari kau dambaan hatiku dan aku selalu berdoa agar engkau mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT” kata Guntur dalam hati sambil menaburkan bunga di makam Mentari. Tanpa disadari oleh Guntur, ada sesosok wanita cantik yang mengamatinya dari jauh. Wanita itu adalah Rosalina dewi, adik kelas yang mengagumi sosok Guntur.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Semangat kakak
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Pertemuan Dua Anak di Pekuburan
Ari Keling
Cerpen
Salam Sayang Kekasih Hati
Larasatijingga
Novel
Bronze
KEMBALI PULANG
Nussaiba Zahra
Novel
KALA'KAY'
kieva aulian
Cerpen
Di Penghujung Jalan
oktaviani difa
Novel
Pengakuan Setiap Masa
Ajis Makruf
Novel
SEGARA
Fianaaa
Novel
Gold
Lady Susan
Mizan Publishing
Novel
Gold
Ice Cream for Share
Mizan Publishing
Skrip Film
WE LOVE U FRISKA!
ciciaulfa
Flash
SURGA UNTUK ANAKKU
Embart nugroho
Novel
Bronze
LOVE, ANDRA
Embun Pagi Hari
Novel
Kayla: Perempuan Penggenggam Bara Api
Yooni SRi
Novel
Anak Tentrem
Andriyana
Novel
Bronze
Dua Cinta Pertama
L
Rekomendasi
Cerpen
Salam Sayang Kekasih Hati
Larasatijingga
Cerpen
Bronze
Pukat Hayat
Larasatijingga
Cerpen
Bronze
Avizena
Larasatijingga
Cerpen
Bronze
Bias Lukisan dalam Sangkar
Larasatijingga
Cerpen
Bronze
Batas Tepi Senja
Larasatijingga
Cerpen
Bronze
Senja Kini tak Pernah Layu
Larasatijingga
Cerpen
Bronze
Benang Merah Kehidupan
Larasatijingga