Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Horor
Sahabat Dari Dunia Lain
1
Suka
2,032
Dibaca

Mempunyai hidup yang berkecukupan bukanlah alasan utama seseorang ataupun suatu keluarga untuk meraih kebahagiaan. Kebahagiaan itu diraih bukan karena harta yang melimpah, tetapi keharmonisan di dalam keluarga. Kesibukan orangtua kadangkala menyebabkan anak-anaknya kurang mendapat kasih sayang. Begitu pula dengan kehidupanku, karena kesibukan orangtuaku, kini semua kekayaan orangtuaku tidak akan berarti apa-apa bagiku.

Angin bertiup semilir. Tampak matahari yang memancarkan cahaya oranyenya, kicauan burung masih terdengar, mereka terbang sesuka hatinya, merasakan keindahan alam semesta ini, kini mereka mengepakkan sayap-sayap mereka dan terbang menuju peraduan. Dan bersamaan dengan itu, di ruangan yang cukup besar, berhiaskan dinding yang berwarna hijau, tepat diatas tempat tidur, aku masih membaringkan tubuhku. Aku bingung entah apa yang harus kulakuan saat ini. Aku ingin merasakan kebahagiaan seperti anak-anak burung yang diberi kasih sayang oleh kedua induknya. Sedangkan aku ? Bagaimana dengan kehidupaku? Entahlah, aku hidup seperti tidak mempunyai orangtua. Mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka. Bisnis sana, Bisnis sini.

“Huhhh ... pasti mereka tidak akan pulang malam ini, lebih baik aku keluar saja malam ini, mencari udara segarr.“

Jam terus berputar, dan kini jarum pendek sudah menunjukkan angka 7, kini senja itu pun mulai hilang. Kulangkahkan kaki menuju garasi rumahku, jaket hitam dan helm merah sudah terpasang di tempatnya. Tanpa berlama-lama, kunyalakan mesin, dan melajukan motorku dengan kecepatan yang cukup tinggi.

Tak sadar, dipersimpangan jalan tetap dengan kecepatan yang tinggi, motorku melaju, dan dari arah berlawanan, sebuah truk besar juga dengan kecepatan tinggi melaju, dan peristiwa naas itu terjadi. Sedikit terdengar olehku teriakan orang-orang sekitar yang melihat peristiwa itu. Kurasakan aroma yang sangat amis bagiku, cairan merah itu mengalir dikepalaku. Beruntung nyawaku masih bisa terselamatkan.

Perlahan-lahan kucoba membuka mataku. Tercium olehku aroma khas rumah sakit. Saat kubuka mata, hanya seorang lelaki yang tampak disampingku. Aku merasa tak pernah mengenalnya. 'Apa mungkin dia yang mencelakakan aku,' ucapku dalam hati.

Kucoba melihat lebih luas lagi. Mereka tidak ada. Dimana mereka? Disaat aku seperti ini, masihkah mereka sibuk dengan urusan mereka sendiri? 'KETERLALUAN,' batinku tersiksa.

“Kau sudah sadar?“ tanyanya.

“Iya, kau siapa?“ jawabku dengan suara yang agak terbata-bata.

“Aku Ilham. Siapa namamu?”

“Na ... ma ... ku Lena.”

“Oh, ya sudahlah, sebaiknya kau istirahat terlebih dahulu. Sepertinya keadaanmu belum terlalu baik,“ usulnya.

“Tidak apa-apa. Aku sudah mulai baikan kok. Oh ya, apakah kau melihat orangtuaku?” tanyaku penasaran.

“Eum, sepertinya tidak ada seorangpun yang datang menjengukmu sejak tadi,“ Ia mengernyitkan dahinya dan mencoba mengingat.

Aku kecewa dengan mereka.

“Sepertinya aku ingin istirahat sebentar,“ pintaku.

“Baiklah, kalau seperti itu maumu, sebaiknya aku keluar saja, agar tidak mengganggumu,” ucap Ilham.

Kulihat Ilham begitu cepat menghilang dari hadapanku. Aku masih bingung siapa sebenarnya dia? Apakah aku lupa ingatan? Ah, tidak mungkin, kalau aku lupa ingatan tidak mungkin aku ingat dengan kedua orangtuaku, tapi, siapa dia? Dan, dimana semua teman-temanku? Tak ada satupun diantara mereka yang menjengukku. Apa aku tidak berguna lagi bagi mereka? Apa salahku? Bukankah aku selalu hadir disaat mereka susah? Inikah balasan mereka? Kekecewaanku kini semakin dalam.

***

Malampun tiba, kembali kubuka mataku. Masih tampak Ilham yang setia menemaniku.

Clek ... pintu kamarku terbuka, diikuti oleh masuknya seorang suster membawa sajian malamku.

“Hai Nona Lena, bagaimana keadaannya?” Tanya suster itu ramah.

Hey, pertanyaan basa-basi yang terlalu basi menurutku. Udah pasti keadaanku masih sakit.

“Hmmm, ya seperti ini lah sus ....“ jawabku .

“Dimana keluarga Nona? sepertinya sedari tadi tidak ada yang menjenguk?”

Hhhaahh? Aku sangat terkejut mendengar pertanyaannya.

Hey suster, tidakkah kau lihat, seorang pria disana?

“Hmmmm ... mungkin mereka sibuk sus.”

“Oh, ya sudahlah, jangan lupa dimakan yah makanannya, dan ini obatnya.“ sambil memberika sebungkus plastik yang berisi beberapa butir obat.

Suster itupun berlalu pergi. Tetapi aku masih bingung , mengapa suster itu mengatakan bahwa tidak ada orang yang menjengukku? Ahh ... mungkin dia tidak memperhatikan Ilham.

“Hey Lena, jangan melamun. Ntar kesambet loh?” candanya.

“Ah, tidak, aku tidak melamun ....“

“Ya sudah, ayo kau harus makan,“ sambungnya, sambil mengambil piring yang terletak diatas lemari kecil.

“Tidak, aku tidak selera makan.“ tolakku.

“Heey, ayolahh, supaya kau cepat keluar dari sini. Apakah kau mau tinggal berlama-lama disini?“ Tanya Ilham.

“Ya tidak lah, tempat ini sangat aku benci, tapi, aku juga tidak mau tinggal dirumah.“

“Mengapa begitu?“ ucapnya penuh tanya.

“Aku merasa bosan tinggal dirumah. Di rumah aku tidak mempunyai teman, bahkan kasih sayang orangtuaku, tidak pernah kurasakan. Mereka hanya sibuk dengan urusan kantor mereka.“ aku mulai curhat dengannya.

“Kau sebaiknya jangan melihat dari sisi negatifnya saja, lihat jugalah sisi positifnya. Bukankah mereka melakukan itu demi kepentingan hidupmu juga?” respon Ilham.

“Ya, memang benar, tapi harta itu tidak menjamin kebahagiaanku,“ sambungku.

“Ya, benar juga apa yang kau katakana. Ya sudah, sebaiknya sekarang kau habiskan terlebih dahulu makananmu ini,“ saran Ilham.

Hatiku merasa lega, setelah aku menceritakan kehidupanku kepada Ilham. Tak pernah ada seorangpun yang bisa menjadi tempat aku mencurahkan isi hati. Kini kutemukan dia, aku menganggapnya SAHABAT.

“Oh ya, kau tidak pulang? “ tanyaku kepada Ilham.

“Iya, sebentar lagi aku pulang, aku akan pulang setelah kau tidur.“ ucapnya.

“Baiklah, sekarang aku akan tidur, kelihatannya kau sudah lelah.“ Kucoba memejamkan mataku, dan akhirnya akupun tertidur.

Kini malam berganti pagi, cahaya matahari pagi membangunkanku. Kucoba membuka mataku, dan aku kembali kecewa, tapi kekecewaanku tidaklah begitu besar, karena kehadiran sahabat baruku Ilham. Tetap saja mereka tidak menjengukku.

“Selamat pagi Lena,” sapa Ilham sambil memancarkan senyum indahnya.

“Pagi juga Ilham,“ jawabku membalas senyumnya.

“Gimana? sudah lebih baik?”

“Ya, sudah lumayan .…“

“Oh iya, sepertinya aku harus keluar sebentar, dan nanti aku akan kembali lagi. Tidak apa-apa kan?“ Tanyanya.

”Iya, tidak apa-apa kok .…“

Ilham pun beranjak keluar, dan ... ehh pintu itu dapat ditembusnya?

Ahh ... mungkin hanya halusinasiku saja.K

Kini aku sendiri lagi, tidak ada yang menemaniku sekarang, tapi aku juga tidak boleh memaksakan kehendakku.

Kembali kuingat kekesalanku kepada orangtua dan teman-temanku. Sudah 2 hari aku menetap ditempat ini, dan tak pernah sekalipun mereka menjengukku? Mungkinka aku tidak berguna lagi? Apakah lebih baik aku pergi?

Saat itu entah makhluk apa yang merasuki tubuhku, hingga aku mencoba untuk menghilangkan nyawaku.

'Lebih baik aku mati,' batinku tersiksa.

Kulangkahkan kakiku menuju lantai rumah sakit yang paling atas. Kuberdiri di pinggiran sisi lantai loteng itu. Kini tangisku mulai meledak, tetesan bulir bening itu mulai berjatuhan membasahi pipiku. Kuingat semua kehidupanku, dimana tak ada kebahagiaan. Tak ada sedikitpun tersirat kenangan indah dihidupku.

Kini tinggal beberpa langkah lagi jarak antara aku dengan lantai dasar.

"Selamat Tinggal Semuaaa ….“ isak tangisku kembali terdengar.

“TTTUUUNNGGGUUU .....“ suara teriakan terdengar dari belakangku, dan menghentikan langkahku.

Kubalikkan tubuhku dan kuberlari kearahnya, memeluk tubuhnya.

“Ham, aku tidak tahan lagi hidup di dunia ini. Tidak ada satu orangpun yang peduli denganku. Lebih baik aku mati,“ ucapku sambil terisak.

“Mati bukanlah jalan terbaik. Masih banyak orang yang menyayangimu disana. Mati itu tidaklah menyenangkan. Kau akan merasakan apa yang kurasakan. Tidak dapat menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan,“ ucap Ilham.

“Maksudmu? Merasakan apa yang kau rasakan?“ tanyaku heran dan melepaskan pelukanku, lalu menatap matanya.

Kulihat kesedihan yang mendalam disana, dan wajahnya yang pucat.

“Yah, aku akan memberitahumu sesuatu. Sebenarnya aku ini adalah arwah yang telah meninggal, dan aku meninggal dengan cara terbodoh yang pernah ada. Yaitu menjatuhkan tubuhku disini. Tepat dimana kau ingin menghilangkan nyawamu, dan aku sangat menyesali perbuatanku itu,“ jawabnya sedih.

“Jadi, maksudmu, kau ini adalah hantu? Lantas, bagaimana aku bisa melihatmu?“ tanyaku heran.

“Ya, seperti itulah. Aku ditugaskan untuk memperingatkanmu. Jadi, kau dapat melihat wujudku.“ Jelasnya.

“Oh ... pantas saja suster itu tidak dapat melihatmu, dan kau juga dapat melewati pintu, kamar itu.“

“Ya begitulah, sebaiknya, kau hapus air matamu itu, dan kita sekarang kembali ke kamar, tenangkan dirimu,“ bujuknya.

“Baiklah.“

Kami berjalan menuju kamar, tak kusangka, sahabat pertamaku itu adalah sesosok makhluk dari dunia yang berbeda denganku. Terngiang dipikiranku ucapan-ucapan yang terlontar dari bibirnya.

Kini kami sampai didepan kamarku. Kubuka pintu, dan ada sesuatu hal yang dapat membuatku sangat terkejut. Mereka datang ? Ada angin apa gerangan? Bukankah mereka sibuk dengan urusan mereka ?

Kusimpan didalam hati kebahagiaan kecil itu. Dengan wajah murung kulangkahkan kakiku kedalam.

“Sayang, kamu dari mana saja? Maafkan mama dan papa sayang, kami terlalu sibuk dengan urusan kami, sehingga kamu jadi begini. Maafkan mama.“

Tangisan penuh penyesalan tampak dari wajahnya sambil memelukku, terasa dipundakku seperti ada sesuatu. Cairan bening dari matanya mulai membasahi pundakku. Mereka memelukku, penuh kasih sayang, baru kali ini, kurasakan kebahagiaan itu.

“Sudahlah, Ma, aku sudah memaafkan mama dan papa, lupakan masa lalu, kita mulai lembaran baru,“ ucapku.

“Baiklah sayang,” ucap mamaku.

Disisi lain kulihat Ilham tersenyum kearahku. Kubalas senyumannya itu. Kini aku merasa bahagia, akhirnya aku merasakan kebahagiaan itu.

Keesokan harinya, hari dimana aku telah diijinkan untuk meninggalkan tempat membosankan ini. Disampingku telah ada kedua orangtuaku yang membantuku untuk mengemas barang-barangku.

Tapi, ada yang aneh, dimana Ilham? Kenapa dia tidak kelihatan hari ini?

Tak sengaja, aku melihat diatas meja secarik amplop terletak disana. Perlahan kubuka isi amplop itu, dan kubaca..

Dear Lena ....

Hai cantik, sudah sembuhkan? Bagus kalau begitu.

Nah, dengan sembuhnya kau, tugasku pun kini telah selesai.

Kau telah mendapatkan kebahagiaanmu, dan kasih sayang dari kedua orang tuamu..

Sekian yah, surat perpisahan dariku.

Selamat tinggal Lena.

I will miss You.

Ilham

Dengan sigap kulangkahkan kakiku dengan kecepatan yang cukup tinggi, menuju loteng rumah sakit.

Dan sesampainya disana, kudapati sosok seseorang yang tersenyum kearahku.

“ILHHHAAAMM .…“ teriakku dan berlari memeluknya.

“Sudahlah, kau tidak usah bersedih, bukanah kebahagiaan sudah ada ditanganmu? Kini aku harus pergi, tugasku sudah selesai,“ pamitnya, dan melepaskan pelukan itu.

“SELAMAT TINGGAL LENA,“ ucapnya dan melangkah menjauhiku, semakin lama ia hilang dari pandanganku.

“SELAMAT TINGGAL ILHAM. Kau adalah sahabat terbaikku, SAHABAT DARI DUNIA LAIN.“

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Horor
Cerpen
Sahabat Dari Dunia Lain
SUWANDY
Novel
THE CURSE PETER
Safinatun naja
Flash
satan's care
Raja Alam Semesta
Flash
Hadiah
Dark Specialist
Novel
Bronze
SUMI
Nimas Rassa Shienta Azzahra
Flash
Anona
winda nurdiana
Novel
Bronze
Teror Jam 12 Malam
Maghfira Izani
Komik
Bronze
Medical Horror
Qonita Nur Qolby
Flash
Pocong Pincang
Nunung Hartati
Novel
Bronze
Dikutuk
Bulan Separuh
Flash
Besok Pagi, Ketika Matahari Terbit
Ikhsannu Hakim
Novel
Bronze
Derflow dan Delusi
White Blossom
Novel
Bronze
Koma Karmila
Herman Sim
Cerpen
Bronze
Menjemput Jiwa
SURIYANA
Novel
Pesawat Dan Mereka Yang Tidak Terlihat
annastasia
Rekomendasi
Cerpen
Sahabat Dari Dunia Lain
SUWANDY
Cerpen
Bronze
Perpustakaan Sekolah
SUWANDY
Cerpen
Bronze
Teman Ilusi
SUWANDY
Flash
Seri Sains Ala-Ala Part 1
SUWANDY
Cerpen
Bronze
Toko Peminta Tumbal
SUWANDY
Novel
Istri Yang Disia-siakan
SUWANDY
Flash
Unpopular Opinion
SUWANDY
Cerpen
Bronze
Rumah Tak Berujung
SUWANDY
Cerpen
Bronze
Sebuah Misteri
SUWANDY
Cerpen
Bronze
Rumah Misteri
SUWANDY
Flash
Malam Gelap
SUWANDY
Cerpen
Bronze
Misteri Kamar Kos
SUWANDY
Cerpen
Bronze
Dasi Kupu-Kupu
SUWANDY
Cerpen
Bronze
Vampir
SUWANDY
Flash
Riwayat Sejarah Emas Pulau Sumatera
SUWANDY