Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Kali ini aku dan Linda pergi berlibur bersama. Selain itu, ini adalah pertama kalinya kita pergi berlibur keluar negeri. Bangkok adalah destinasi kita. Di siang hari yang begitu cerah, banyak kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya memadati kota Bangkok. Bahkan hampir di sepanjang jalan raya banyak sekali pedagang kaki lima. Seperti halnya suasana saat kita berada di kota Jakarta, pada merayap dan macet dimana-mana. “Lucy, kamu dari tadi kok diam, apakah kamu baik-baik saja?” Tanya Linda sembari melihat aku yang duduk terdiam disebelahnya. Alih-alih aku menjawab pertanyaan darinya, segera ku keluarkan kantong plastik “hiks-hiks,” bukan tangisan tapi aku mabuk. Sungguh aku tidak bermaksud untuk muntah di dalam taksi, karena memang aku tidak punya pilihan. Tidak mungkin aku turun dari taksi di tengah jalan raya yang macet total. Linda pun paham aku orang yang suka mabuk jika naik taksi, apalagi terjebak macet seperti itu. Banyak kendaraan yang tidak bergerak dan ini terlalu lama untukku berada di dalam taksi. Setelah cukup lama terjebak macet, akhirnya kita melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan yaitu, penginapan. Sesampai tempat tujuan aku pun istirahat sebentar, karena kepala masih pusing, dan badan aku masih lemas. “Wow! Tempatnya gede banget,” seru Linda yang super energetik. Dia pun melihat-lihat isi rumah. Memang tempat nya cukup besar ada lima ruangan yaitu dua kamar tidur, tiga kamar mandi, ruang tengah, dapur, dan tempat cuci baju. Hari sudah senja, aku dan Linda pergi untuk makan malam. Ketika malam hari suasana di Bangkok semakin ramai seolah-olah tidak pernah sepi. Kita makan di pinggir jalan, santapan kita Nasi Ayam dan kue ikan khas Bangkok. Kemudian kita jalan-jalan sebentar terus pulang. Sesampainya di penginapan kita pun bersih-bersih diri. Karena ada dua kamar tidur, aku dan Linda tidak sekamar. Meskipun kita bersahabat, namun mempunyai kamar masing-masing itu lebih nyaman. Lagi pula Linda tidak bisa tidur gelap-gelapan lampu harus menyala. Disisi lain aku tidak bisa tidur jika lampu itu menyala kecuali mataku sangat lelah. Senangnya diriku berendam di bak mandi. Suatu hal yang tidak bisa aku lakukan dirumah. “Ahhh! Duh, kenapa ini kok susah banget?” ku menarik-narik tutup bak mandi yang tidak bisa dibuka. Karena tidak bisa dibuka, akhirnya aku pun keluar mengambil ember kecil. Kemudian aku kuras air yang ada di bak mandi bekas aku berendam. “Huh, kamu lagi ngapain?” Tanya Linda yang berdiri di pintu kamar mandi sambil tertawa. “ Ini Lin, tutup bak mandi tidak bisa dibuka, mau bantuin aku menguras bak mandi?” Tanyaku sambil bergurau. “Ye! kamu kuras sendiri, lagian itu air sudah mau habis. Aku mau nonton TV di ruang tamu.” Linda pun pergi. Aku menguras bak mandi itu sendirian hingga akhirnya, tutup bak mandi bisa ku tarik dan terbuka. “Oh, jadi karena tutup bak mandi sudah berkarat makanya susah dibuka,” gumamku sambbil membilas bak mandi. Kemudian aku menyusul Linda yang sedang menonton TV. Sudah larut malam bukannya semakin sunyi, tapi semakin berisik. Balik ke kanan, balik ke kiri tetap saja aku tidak bisa tidur. Suara kompresor AC yang begitu keras. Karena tidak ada pilihan aku tidur menggunakan penutup telinga, setelah itu aku pun terlelap.
Malam yang begitu cepat berlalu, suasana pagi yang begitu indah. Aku dan Linda bergegas untuk menikmati liburan dengan berjalan-jalan. Hari ini kita akan mengunjungi Art in Paradise, yang berlokasi di Esplanade Shopping Mall, 4th Floor Ratchadapisek Road, Din Daeng, Bangkok 10400 Thailand. Banyak pedagang kaki lima di sepanjang jalan dan banyak pula pejalan kaki serta wisatawan. Mungkin karena ini kota Bangkok tidak pernah sepi. “Capek juga ya, kita harus naik turun tangga terus,” keluh Linda. “Iya, kenapa tidak ada eskalator atau lift. Bagaimana kalau kita bertanya kepada mereka?” tanyaku. “Ya sudah ayo kita bertanya,” kata Linda. “Excuse me Madam, is there any lift or escalator that will help us to get into Skytrain or BTS and MRT?” Tanyaku kepada perempuan yang sedang duduk di toko. “Some BTS stations have lifts but most don't, and even those with escalators still require getting up or down quite a few steps. The same applies to the MRT. And here there is no lift or escalator. So, you have to take this stair to get into the skytrain.” Jawabnya. “Ok, thank you for your information.”Kita pun berterima kasih. Jadi hanya di beberapa tempat stasiun kereta yang ada lift dan eskalator. Dan kalaupun ada kita masih tetap harus naik turun tangga. Karena tidak ada lift ataupun eskalator kita harus menaiki tangga menuju skytrain. Akhirnya kita sampai di Art in Paradise. Aku dan Linda langsung berfoto-foto. Seperti namanya Art in Paradise atau Seni di Surga adalah tempat yang sempurna untuk menikmati “Seni ilusi optik,” yang memungkinkan mata manusia dengan kemampuan untuk menipu otak manusia. Ini adalah tempat yang indah yang tidak hanya mengesankan, tetapi menyenangkan, hidup, dan meninggalkan Anda dengan kenangan untuk dihargai selamanya. Dan ini menjadi kenang-kenangan kita berdua. Setelah kita berfoto-foto, kemudian kita pergi untuk berbelanja sekaligus pergi makan malam.
Tanpa terasa waktu sudah larut malam, kita pun merasa lelah. Kita berjalan di sepanjang gang sempit “Aduh! Hey, copet-copet,” teriakku. Seseorang telah menyerobot tas aku. Aku dan Linda berusaha mengejarnya. Orang yang sedang berada di sekitar gang sempit juga ikut turut membantu, namun kita gagal. Dia lari begitu cepat dan entah kemana perginya. Selain itu, ini sudah larut malam. “Lucy, kamu tidak apa-apa kan?” Suara Linda yang penuh simpati. “Aku baik-baik saja, Lin.” Jawabku sambil tersenyum kecil. Kita juga berterima kasih kepada mereka yang sudah membantu. Sesampainya di penginapan aku langsung bersih-bersih diri, kemudian berbaring di atas tempat tidurku. “Knock-knock,” terdengar suara ketukan pintu. “Masuk Lin,” jawabku. “Lu, kamu terlihat sangat sedih. Apakah kamu kehilangan barang berharga?” tanya Linda ingin tahu. “Tidak Lin, aku bersyukur kita masih hidup. Untung saja Paspor sama uang aku taruh di dalam kantong celanaku. Di dalam tas itu hanya berisi payung, jaket, dan barang yang kita beli tadi,” aku berusaha tersenyum melihat ke arah Linda. “Lin, aku tidak tahu mengapa, aku selalu tidak beruntung. Aku merasa bahwa Allah tidak adil. Mengapa harus aku yang paling menderita. Dalam hidup aku ada begitu banyak masalah. Sampai aku selesai berurusan dengan yang satu, masalah lain sudah siap. Aku merasa bahwa Allah mendengarkan yang lain. Dia memberikan kebahagiaan kepada semua orang, tetapi aku hanya mendapat kesedihan.” Sontak Linda pun terkejut dengan perkataan ku. Dia pun mencoba memberi pengertian kepada ku, “Tidak Lucy, setiap orang memiliki kesedihan dan masalah mereka sendiri. Masing-masing hidup dengan karmanya sendiri. Ini hanya kesalahpahaman kamu saja.” Aku pun membalas perkataannya, “ Tapi kulihat kau selalu bahagia. Seolah-olah kamu tidak pernah memiliki masalah atau menderita.” Tanpa ragu-ragu dia pun berkata, “Baiklah, mari kita bertukar hidup. Sehingga kita dapat merasakan dan memahami kehidupan satu sama lain. Mari kita berdoa agar supaya keinginan kita bertukar hidup menjadi kenyataan.” Aku pun terdiam mendengar perkataan darinya. Sejenak aku berpikir memang kelihatannya dia jauh dari masalah, namun aku merasa khawatir. Selama tidak diketahui kesedihan, masalah, dan kekhawatiran apa yang ada di dirinya, sampai saat itu tampaknya baik-baik saja tetapi jika ada lebih banyak kesedihan di dirinya. Apa yang harus aku lakukan? “Tidak ah Lin, aku naif yang menganggap dirinya yang paling tidak bahagia dan selalu sial. Ada banyak orang seperti aku di dunia ini dan aku bahkan tidak tahu apa kesedihan dan kekhawatiran mereka. Setidaknya aku tahu masalah dan kesedihan aku sendiri. Aku akan bertarung dengan keberanian, aku akan menghadapinya dan tidak lari darinya. Terima kasih Lin, kamu sudah menjadi sahabat terbaikku.” Kita berdua saling memandang dan tersenyum hingga akhirnya, kita pun terlelap di bawah terangnya lampu neon.