Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Rumah
Bab 1. Bercerita tentang Kania dan rumahnya.
Kania gadis cantik berambut panjang sepunggung yang ikal, berkulit putih dan cantik. Hanya tamat SMA. Kania sudah bekerja di sebuah mini market di kotanya. Kamia gadis yang cantik dan ramah. Dia memiliki sikap yang baik. Karena itu banyak yang suka dengan Kania. Kania ini punya seorang pacar sesama pekerja di mini market itu.
Pacar Kania adalah pria yang baik, dia serius dengan Kania. Dia ingin melamar Kania. Nama pacar Kania itu Tino. Mereka sudah pacaran selama lima tahun. Sementara Kania sudah satu tahun bekerja di mini market baru mereka pacaran. Selama pacaran, semua gaji Tino, Kania yang pegang. Tino sudah beberapa kali main ke rumah Kania. Tino sudah akrab pula dengan keluarga Kania dengan adik Kania yang dua orang.
Orang tua Kania kerjanya serabutan. Makanya Kania tidak sampai kuliah. Orang tua Kania suka menanamkan pada Kania begini.
“Kania, kamu itu cantik. Kalau mau menikah pilih lah suami yang kaya biar hidup kamu bahagia. Tidak seperti kehidupan kita sekarang. Dengan menikah dengan pria kaya, kamu juga bisa membantu menyekolahkan adik- adik kamu. Dan tidak akan kekurangan lagi. Kamu akan bahagia, Nak.”
Begitu pesan kedua orang tuanya Kania dan itu selalu mereka katakan setip bincang–bincang di rumah. Orang tua Kania bukan tidak suka dengan Tino, hanya saja Tino ini tidak kaya, buktinya dia bekerja di mini market yang sama dengan Kania bekerja. Walau Tino baik, dia bersedia saja ketika Kania bilang semua gaji Tino biar Kania yang pegang untuk tabungan agar bisa menikah dan tidak dipergunakan untuk macarin cewek lain.
Tino sangat gembira karena Kania mengatakan untuk tabungan menikah. Dan Tino juga menghitung siudah berapa banyak uangnya dengan Kania. Tapi kalau ditanya, Kania selalu bilang, maaf. Tabungannya belum ada kepakai untuk beli beraslah, untuk biaya sekolah adik–adiknyalah. Itu alasan Kania sejak pertama kali gaji Tino Kania yang pegang. Tino bersabar, karena alasan Kania membuat Tino mencoba mengerti Kania yang dari keluarga orang susah. Sama dengan Tino yang juga orang susah tapi tidak sesusah Kania. Dan sudah berkali–kali juga Tino ingin melamar Kania. Tapi ada saja alasan Kania ke Tino. Ini sudah tahun kelima Tino melamar Kania. Diperbincangan siang itu ketika mini market sepi. Tino memeluk Kania dari belakang ketika Kania sedang menyusun barang-barang ada yang berserakan.
“Sayang, aku ke rumah bersama orang tua aku ya. Aku mau melamar kamu. Aku ingin sekali menikah dengan kamu.”
Kania memutar badannya. Balas memeluk Tino sebentar. Lalu melepaskan pelukan Tino.
“Jangan sekarang. Besok – besok saja ya.”
“Tapi kenapa?”
“Adik aku masih SMP. Biar tamat dulu.” Ujar Kania.
“Itukan yang bungsu. Adik kedua kamukan sudah tamat. Dia juga bisa bantu kerja untuk meringankan masalah orang tua kamukan? Kapan lagi kita menikah kalau harus menunggu adik kamu lulus SMA. Itu masih lama. Dia baru kelas X. Masih tiga tahun lagi. Masih lama. Aku sudah ingin menikah nih. Udah lama kita pacaran. Ayolah kita menikah saja.”
“Aku juga ingin menikah dengan kamu, tapi aku masih punya beban. Nanti kita nikah pakai apa? Tabungannya belum ada.”
“Jadi kalau adik kamu lulus SMA kita nabung dulu baru nikah?”
Kania menganggukkan kepalanya.
“Aduh, lama banget sayang. Kita nggak usah pesta meriah. Sederhana saja. Ibu dan Bapak aku juga sudah pengen punya mantu. Mau ya, aku lamar.”
“Jangan... jangan sekarang....”
“Kadang–kadang aku merasa kamu ngerjain aku saja, kamu nggak serius sama aku. Tapi aku lihat kamu tidak punya pacar juga selain aku. Kamu setia. Mungkin memang benar yang kamu bilang, ini hanya masalah kamu harus mengabdi pada orang tua, membantu orang tua.”
“Iya, memang itu alasannya.”
Tino diam saja, dia pergi mengerjakan pekerjaannya di bagian mini market yang lain.
Orang tua Kania selalu mengincer orang–orang kaya di kota mereka untuk putri mereka yang cantik. Mereka menandai rumah–rumah orang kaya dan mencari tahu kekayaan mereka. Tapi mereka tidak berani secara langsung menemui orang kaya tersebut karena tahu pasti akan ditolak oleh pemilik rumah. Karena walaupun cantik, putri mereka itu berasal dari keluarg miskin. Samapai suatu ketika orang tua Kania menemukan salah satu orang kaya di kota mereka. Orang kaya tersebut laki–laki tua yang belum menikah. Orang tua Kania meminta putrinya untuk sering berjalan di depan rumah lelaki tersebut. Dan orang tua Kania meminta pekerjaan kepada lelaki tersebut untuk Ayah Kania. Karena kebetulan memang butuh tukang kebun, tukang kebun yang lama sudah tua dan tidak kuat lagi bekerja. Maka orang kaya tadi membutuhkan pembantu untuk tukang kebun. Jadilah Ayah Kania tukang kebun di rumah orang kaya tersebut. Lalu Kania diminta untuk sering datang menemui sang Ayah di tempat bekerja, rumah orang kaya tadi. Orang kaya itu bernama Satria. Setiap orang kaya itu ada di rumah, Kania disuruh datang. Dan Satria sering melihat Kania dan kecantikannya. Lalu lambat laun dia suka Kania yang cantik. Ayah Kania pintar mempromosikan putrinya.
Satria yang sudah suka kepada Kania, lambat laun menyatakan perasaannya kepada ayah Kania, dia ingin menikah dengan Kania. Ayah Kania sangat senang, lalu dia menyatakan bersedia menjodohkan Kania dengan Satria. Berita itu membuat semua keluarga senang. Termasuk Kania, dia sudah bosan jadi orang susah. Ingin jadi orang senang. Satria menghadiahi sebuah rumah mewah untuk keluarga Kania karena Satria senang bisa menikahi Kania yang masih lugu seperti kata ayah Kania. Tapi Kania jujur ke Satria sebelum menikah, kalau dia tidak selugu yang dikatakan ayahnya. Kalau dia sudah tidak perawan lagi selama berpacaran dengan Tino.
Walau kecewa, Satria menghargai kejujuran Kania. Dan dia tetap menikahi Kania, Satria melakukan itu karena dia sangat menghargai sebuah kejujuran dan karena kejujuran itulah, Satria tidak membatalkan rencana pernikahannya dengan Kania. Walau begitu Satria juga jujur, Satria mengatakan dia sangat suka nganti–nganti teman cewek. Dan itu akan tetap dilakukannya ketika Satria telah menikahi Kania. Tapi kalau masalah uang, materi Kania akan tetap berlimpah harta. Satria akan memberi Kania uang yang banyak untuk bersenang-senang. Shoping, makan enak, jalan-jalan. Tapi Kania tidak boleh mendua. Setelah pembicaraan itu yang berarti janji pernikahan untuk mereka berdua, akhirnya mereka menikah.
Tino yang sedih karena Kania menikah dengan orang lain yang dijodohkan orang tuanya tidak bisa berbuat apa–apa karena Kania juga menginginkannya. Akhirnya Tino berusaha menerima semua itu dengan lapang dada.
Pernikahan Kania di sebuah hotel mewah, dengan jamuan yang luar biasa dan tamu undangan yang banyak. Kania dan keluarga Bahagia, karena akhirnya Kania bisa menikah dengan orang kaya. Setelah menikah lalu Kania tinggal di rumah Satria yang besar dan mewah. Dan Kania juga berlimpah harta.
Keseharian Kania setelah menikah adalah di rumah saja dengan lima orang pembantu menemaninya. Ayahnya sudah tidak bekerja lagi di rumah Satria. Keluarga Kania hidupnya sekarang senang dan berkecukupan. Kania selalu menikmati hari–harinya dengan shoping, makan–makan enak dan hidupnya tidak lepas dari belanja dan belanja. Dan Kania sering memandangi rumahnya yang mewah lengkap dengan isinya yang super mewah dan mahal. Dan Kania sangat Bahagia dengan kehidupan seperti itu.
Bab 2. Bercerita tentang Santi dan keluarganya di rumah mertua.
Santi adalah adalah anak periang dan manja, dia anak perempuan satu–satunya dari tiga bersaudara. Waktu dia memutuskan untuk menerima lamaran Indra yang memang pacarnya. Awalnya orang tuanya agak keberatan karena Santi setelah menikah akan ikut Indra kelain daerah dan tinggal dengan mertua. Tetapi karena Santi berkeras dan mengatakan dia sangat cinta Indra. Maka hati orang tua Santi luluh juga.
Kilas bali sebelum Ibu Santi membolehkan Santi menikah dengan Indra.
Ibu Santi bicara. “Nak, yakin mau nikah dengan Indra? Kamu akan berda di daerah yang jauh dari Ibu dan Bapak serta saudara–saudaramu? Kamu juga akan tinggal di rumah mertua. Apa tidak bisa cari jodoh orang dekat sini saja? Biar selalu dekat dengan Ibu....”
Mereka yang sedang bercerita–cerita di kamar Santi. Santi dan Ibu yang sama–sama duduk di atas tempat tidur. Mendengar perkataan Ibu, Santi langsung memeluk Ibunya dan berkata.
“Ibu, Iya, Santi sudah mantap menerima lamaran Indra. Walau beda daerah dan agak jauh kitakan bisa telpon–telponan. Santikan juga bisa mengunjungi Ibu. Disinikan juga masih ada adik–adik. Ibu akan baik–baik saja. Izinkan Santi menikah dengan Indra dan ikut dengan Indra ya, Bu?”
“Udah sering loh, Ibu membujuk kamu untuk cari pacar yang lain lalu menikah di kota ini, dan dekat dengan Ibu... Tapi kamunya nggak mau?”
Santi tersenyum.
“Ibu juga nggak mau pisah dengan Bapak. Selalu saja nempel kalau Santi perhatikan.”
Ibu menarik nafas dalam.
“Kamu itu kalau bicara pintar sekali. Tapi Nak, nanti kamu akan tinggal dengan mertua. Itu biasanya akan sulit.”
“Kata Indra dan juga sewaktu Santi pernah dikenalkan Ibunya, sepertinya baik kok Bu. Ibu jangan khawatir, ada Indra. Ibu juga bisa melihat Santi disana. Boleh ya nikah dengan Indra?”
“Ya, mau diapakan, kamunya gitu sih....”
Ibu mempelai rambut putrinya.
“Ya, udah. Ibu izinkan. Semoga langgeng pernikahan kamu besok dan mertua kamu benar–benar wanita yang baik. Nanti Ibu titipkan kamu baik–baik ke beliau”
Santi mengangguk setuju.
Hari pernikahan yang ditunggu Santi pun tiba. Acara pesta sangat meriah dan ijab kabul berjalan dengan lancar. Setelah seminggu di rumah Ibu Santi, Santi dan Indra pergi ke tempat kerja Indra yang jauh dari kota Ibu Santi. Dan Indra maupun Santi tinggal di rumah orang tua Indra bersama orang tua Indra.
Awal tinggal di rumah mertua, Santi sangat kagok. Santi harus bangun pagi, beres–beres di dapur dengan Ibu Indra. Santi hanya sebagai asisten. Santi disuruh Ibu merajang sayur, cabe dan lain–lain. Sementara yang memasak adalah Ibu Indra. Jadilah Santi menjadi asistren Ibu. Merajang ini, merajang itu. Membersihkan ini, membersihkan itu. Setelah semua orang berangkat kerja. Mulailah Santi membersihkan rumah. Menyapu, mengepel, mencuci kain menjemur. Sementara Ibunya Indra yang juga otomatis Ibu Santi sekarang, lebih suka membersihkan halaman dan mengurus bunga–bunga. Menyiram dan lain sebagainya. Orang tua Indra memang baik seperti yang Indra katakan ke Santi, sehingga Santi merasa betah di rumah mertua.
Kalau Indra libur kerja, orang tua Indra sering meminta mereka berdua pergi berlibur. Ke berbagai tempat wisata berdua saja atau bahkan sekedar menghabiskan waktu nginap di hotel berdua saja. Orang tua Indra sangat menyanyangi Santi.
Rumah orang tua Indra sangat luas, besar dan memiliki halaman yang juga besar dengan berbagai tanaman bunga–bunga di depan rumah. Dan aneka pohon buah di halaman belakang rumah.
Santi mencintai keluarga barunya. Dan Santi merasa bahagia dengan kehidupannya yang dijalaninya saat ini. Sampai sekarang Santi sudah punya anak dua besar–besar dan sudah kuliah. Mereka masih tinggal bersama orang tua Indra. Walau pun Ibu sudah tiada, Santilah yang mengerjakan pekerjaan rumah sendiran. Anak–anaknya semuanya lelaki.
Dan Santi sangat ingin suatu saat kalau anaknya menikah salah seorang tinggal bersama mereka, walau Santi tidak memaksa. Tergantung anak–anak. Jadi rumah orang tua Indra sudah menjadi rumah Santi sekeluarga.
Bab 3. Bercerita tentang Citra, keluarga, cicilan dan rumahnya serta lingkungan perumahannya yang nyaman.
Citra sudah menikah dua tahun, di tahun kesepuluh pernikahannya mereka pindah ke rumah mereka sendiri. Walau kecil di perumahan itu adalah rumah Citra dan suami sendiri. Rumah sendiri. Sudah sepuluh tahun pindah ke perumahan, tapi belum juga lunas. Tiap bulan harus bayar cicilan 3.000.000 sebulan. Sementara Citra dan suami bekerja jadi pedagang sayur di pasar. Mereka memiliki tiga orang anak. Prinsip mereka waktu anak masih kecillah mencoba untuk memiliki rumah, kalau sudah besar tidak bisa memiliki rumah. Sibuk mencari uang untuk anak.
Kehidupan Citra bahagia menurut Citra, walau memang mereka selalu hidup sederhana demi membayar cicilan rumah dan untuk makan sehari–hari juga untuk sekolah anak yang mulai bersekolah. Tinggal di perumahan memang agak susah dalam pergaulan, rumah tetangga–tetangga saling dempet. Kalau bicara akan terdengar dengan tetangga yang lain. Kurang privasi. Tapi Citra beruntung dia punya tetangga–tetangga yang baik. Dan tetangga–tetangga itu sudah seperti keluarga buat Citra sendiri. Mereka bertetangga sering ngumpul di rumah tetangga yang satu atau yang lain dan aktifitas menggosip juga tidak pernah lupa.
Tetangga yang satu dengan tetangga yang lain saling akrab. Bahkan ada yang lagi masak misal kurang garam bisa minta tetangga lain. Mereka juga sering kumpul–kumpul untuk makan bareng. Citra dan tetangga saling akur. Yang susah cuma mencari uang untuk bayar cicilan, untuk anak sekolah dan untuk makan.
Sementara banyak orang di perumahan kurang akur dengan tetangga, banyak yang usil. Menurut Citra harus pandai–pandai membawa diri.
Bab 4. Bercerita tentang Paini yang masih ngontrak.
Paini menikah dengan Rusli, yang seorang pegawai negeri golongan dua. Rusli yang mempunyai gaji sebulan kurang lebih 2.500.000. Sedang Paini tidak bekerja hanya seorang ibu rumah tangga. Mereka merupakan penganten baru. Rusli yang seorang PNS. Dan rata–rata PNS, kalau ingin memiliki harta dengan cepat yaitu dengan cara mengadaikan gajinya ke bank. Tapi Rusli mempunyai pikiran lain tentang itu, dan dia seorang yang tidak suka berhutang, karena akan pusing membayarnya dan memang dia tidak ingin berhutang dalam hidup rumah tangganya. Karena itu ketika akan menikah, Rusli telah mengatakan kepada Paini, setelah menikah meeka tidak akan beli rumah KPR atau yang lainnya. Dan tidak pula mungkin tinggal di rumah orang tua Paini atau pun orang tua Rusli yang rumahnya juga tidak besar dan masih ada adik–adik yang belum menikah tinggal di rumah orang tua. Mereka akan mengontrak.
Paini setuju saja dengan usul Rusli. Mereka menikah, sebelum pesta pernikahan mereka sudah mencari rumah kontrakan. Rumah yang kecil dengan dua kamar. Satu kamar untuk kalau mereka punya anak lagi. Kedua keluarga menyarankan untuk ambil KPR saja. Tapi Rusli tidak mau, dan Paini juga menurut saja. PNS itu setiap tahun mendapatkan gaji THR dan Gaji 13 yang gunanya untuk sekolah anak. Tapi semua PNS mendapatkan walaupun tidak punya anak yang sekolah. Setiap bulan juga dapat TPP (Tunjangan Perbaikan Penghasilan) tergantung kemampuan daerah besarannya. TPP ini juga kalau daerah tidak punya uang bisa tidak dibayarkan.
Rusli mengatakan pada istrinya agar THR dan Gaji 13 mereka serta sebagian TPP mereka ditabung saja. Dan tetap hidup sederhana, jangan boros-boros. Setiap dua tahun sekali, Rusli dan Paini menginvestasikan tabungan mereka. Tahun pertama, mereka investasi dengan adiknya Paini yang ingin memelihara kambing di lahan pekarangan rumah mereka di desa. Rusli dan Paini yang membeli beberapa ekor kambing, dua pasang kambing agar dipelihara adik Paini. Nanti kalau punya anak, anaknya bagi dua dengan yang memelihara. Adik Paini setuju. Mereka menabung lagi, dua tahun kemudian, mereka investasi lagi dengan tetangga Rusli di desa yang ingin memelihara bebek. Rusli dan Paini membelikan beberapa pasang bebek, dan dipelihara oleh tetangga Rusli. Mereka juga bagi hasil dan penjualan telur dan dari bebek yang beranak. Itu terus mereka lakukan selama sepuluh tahun, dan mereka masih ngontrak di rumah yang sama yang hanya terdiri dari dua kamar. Sedang anak mereka sekarang sudah dua, dan Paini sedang hamil anak ketiga. Gaya hidup mereka pun tidak berubah. Mereka selalu hidup sederhana.
Setelah sepuluh tahun investasi, investasi uang mereka pada ternak dan beberapa lain, berkembang pesat. Ketika Paini sudah melahirkan anak ketiga, mereka bisa membeli sebuah rumah BTN dengan uang cash tanpa kredit/hutang.
Bab 5. Pengertian rumah
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian. Rumah juga merupakan sarana pembinaan keluarga.
Arti rumah secara fisik :
- Rumah adalah tempat tingal yang layak huni.
- Rumah adalah tempat berlindung dan istirahat setelah beraktivitas.
- Rumah adalah tempat berkumpul keluarga.
- Rumah adalah identitas penghuni
- Rumah adalah tempat beraktivitas.
- Rumah adalah cerminan harkat dan martabat penghuninya.
- Rumah adalah aset bagi pemiliknya.
Arti rumah secara psikologis :
- Rumah adalah tempat tinggal dan melakukan hal–hal dengan tentram, damai, nyaman serta menyenangkan bagi penghuninya.
- Rumah adalah tempat dimana seseorang merasa utuh.
- Rumah adalah zona nyaman dimana seseorang bisa berkembang menjadi seseorang yang ia mau dan bebas mengekspressikan dirinya sendiri.
- Rumah adalah tempat yang menjadi tujuan seseorang untuk pulang, bersantai, beristirahat dari hiruk pikuk dunia luar.
Kata rumah berasal dari kata Melayu yang memiliki akar kata rumaq dari bahasa Proto-Austronesia yang berarti tempat bernaung atau tempat berlindung.
Bab 6. Yuk berpikir siapa yang paling bahagai bersama rumahnya.
Semua orang memiliki kehidupan yang berbeda–beda. Dari keempat contoh di atas. Mana yang paling bahagia dengan rumahnya? menurut penulis yang paling bahagia bersama rumahnya adalah rumahnya yang masih ngontrak. Setuju atau tidak? Pilihlah mana yang paling bahagia dengan rumahnya.
Berapa banyak yang jadi seperti Kania, Santi, Citra atau Paini? Berapa banyak kehidupan mereka termasuk rumah mereka yang berakhir menjadi bahagia seperti keempat tokoh kita di atas. Tapi berapa banyak pula yang memilih hidup dan memiliki rumah seperti keempat tokoh di atas yang tidak bahagia.
Tapi apapun kehidupan kita, jangan lupa untuk bahagia....
S e l e s a i