Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Romantis
Rome in Dublin.
0
Suka
6
Dibaca

Di sudut kota Dublin, Anna menatap restoran yang ada di hadapannya. Bola matanya berputar mengitari seluruh bentuk restoran. Mengamati setiap detailnya dari atap sampai ke pintu. Ia memasukkan tangannya ke dalam mantel tebal coklat yang ia gunakan. Musim gugur di Irlandia tahun ini terasa lebih dingin.

Sudah empat tahun ia habiskan waktunya di Dublin untuk berkuliah di Trinity College Dublin. Mempelajari seni teater dan drama sejak usianya masih 18 tahun. Kecintaannya pada dunia seni peran membawanya untuk mengenal dunia lebih luas dan Dublin adalah jalan masuk untuk menyimpulkan hasrat itu.

Di depan restoran ini, Anna membaca namanya. "Céad Mile" nama restoran itu. Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia dari bahasa Irish, artinya adalah seratus mil. Restoran berwarna ungu tua itu nampak sepi hari ini. Entahlah, sepertinya karena musim gugur yang dingin membuat orang-orang malas untuk pergi makan keluar.

"Nona? Apa yang sedang anda lakukan disini?" tanya seorang pegawai restoran yang melihat Anna dari kaca jendela yang terbuka.

Anna yang sedang mendongak ke atas beralih ke kaca jendela pintu. Ia tersenyum pada pegawai itu. "Apakah ada meja yang kosong?" tanya Anna dari luar.

Pegawai itu mengangguk. "Ya, Nona. Anda bisa masuk," jawabnya.

Anna tersenyum. Ia melangkah ke dalam restoran. Terdengar bunyi gemercik bel kecil yang bersahutan di atas pintu. Anna bisa merasakan aroma sejarah dari restoran ini. Terasa begitu hangat, tenang dan sendu. Anna menatap langit-langit restoran. Terasa antik, seperti membawanya ke tahun 1950an yang baginya tidak terasa kuno.

"Anda mau pesan apa nona?" tanya pegawai tadi begitu mempersilahkan Anna untuk duduk.

Anna mengigit bibir bawahnya sambil membaca buku menu. "Aku pesan Irish Apple cake satu. Itu saja dulu."

Pegawai itu mengangguk. Ia mencatat pesanan Anna. "Baiklah, pesanan akan segera disiapkan. Harap ditunggu," ucapnya.

Anna melipat tangannya di atas meja. Ia mengangguk mengiyakan pelayan itu. Sebelum kepulangannya dari Dublin ke Indonesia, Anna ingin menghabiskan waktu terakhirnya untuk berkeliling Dublin. Menikmati setiap tempat yang ada di ibu kota Irlandia itu sebelum meninggalkan negara yang memperkenalkannya pada dunia opera yang lebih luas.

Restoran tidak seramai biasanya. Dan Anna menyukai itu. Tidak ramai tetapi juga tidak sepi. Ia dapat menikmati kue apelnya yang hangat dengan wangi khas apel bercampur kayu manis sore ini. Makanan khas Irlandia yang biasa disajikan saat musim gugur. Hangat, wangi dan lembut.

Saat sedang menunggu, bel pintu berbunyi. Anna melihat ke arah pintu. Seorang pria muda dengan mantel hitam dan sepatu putih baru saja masuk. Di rambutnya ada daun yang jatuh sehingga ia harus menyingkirkannya begitu menyadari kehadiran daun itu.

Pria muda itu menghampiri Anna. "Istriku, apa yang kamu lakukan ini?" tanyanya dalam bahasa Inggris yang sedikit berbeda.

Anna yang terkejut karena kemunculan pria itu yang tiba-tiba, langsung menggeleng. Ia tak menjawab pria itu. Anna menatap pria tersebut dengan bingung. Namun wajah pria itu seperti wajah seseorang yang sedang dikejar oleh monster yang bisa melahapnya kapan saja.

Pria itu menunjuk jendela besar restoran dengan kepalanya yang mengayun. "Tolong aku, Nona," ucapnya.

Anna melihat ke arah jendela besar. Ia kemudian mengangguk. Menyadari bahwa pria muda itu sedang di situasi yang tidak mengenakkan. Anna kemudian meminta pria itu duduk di kursi hadapannya. Dengan cepat dan senang, pria itu langsung menuju kursi dan duduk.

Pria itu mendekatkan wajahnya. "Aku dikejar seorang wanita gila di ujung jalan sana," ucapnya sedikit berbisik.

Anna mengerutkan keningnya. "Jadi kamu kabur dengan berpura-pura jadi suamiku?" tanya Anna.

Pria itu terkekeh kecil. "Yaa namanya juga keadaan terdesak. Harus ku lakukan agar ia tak menggodaku," jawabnya.

Anna hanya mengangguk kecil dengan wajah kebingungan bercampur curiga. Dan ketika itu pula Irish Apple cake yang ia pesan datang. Pegawai itu tersenyum setelah menyajikan sepiring kue apel di hadapan Anna lalu berpamitan. Anna tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

"Kamu ingin makan?" tanya Anna sambil ia memotong kue apel dengan pisau.

Pria itu mengangguk. "Ya, aku mau. Sepertinya aku harus beli makanan yang sama sepertimu," jawabnya.

Pria itu mengangkat tangan dan meminta pegawai restoran untuk membawakannya makanan yang sama seperti Anna. Ia tersenyum pada Anna ketika pegawai tadi pergi setelah mencatat pesanannya.

Pria itu mengulurkan tangannya. Ia memperkenalkan dirinya pada Anna. "Perkenalkan, namaku Roma. Senang berkenalan denganmu, nona."

Anna membalas uluran tangan Roma. "Senang bertemu denganmu juga, Roma. Namaku Anna," jawab perempuan itu.

Setelah perkenalan, Irish Apple cake yang dipesan Roma sudah sampai. Ia mengambil pisau dan garpu untuk memotong dan menahan potongan kue apel tersebut. Berbeda seperti Anna, Roma mengambil sirup maple yang ada di meja dan menuangkannya ke kue.

"Memakai sirup maple di kue apel? Bagaimana rasanya?" tanya Anna sedikit terkejut.

Roma tertawa kecil. "Rasa yang tidak buruk, nona. Mencoba hal baru tentu saja baik," jawab Roma.

Anna mengangguk. Ia tersenyum tipis. Walaupun rasanya aneh karena Roma dengan santainya mencampur sirup maple di atas kue. Baginya yang bukan orang Irlandia mungkin tidak masalah. Tapi bagaimana jika ada orang Irlandia yang melihat? Anna memperhatikan sekitar.

"Bagaimana menurutmu rasanya?" tanya Roma dengan tatapan gelisah dan tangan gemetar setelah melihat jendela.

Anna ikut melihat ke jendela. "Kau yakin baik-baik saja? Apa yang kamu lihat?" tanya Anna penasaran.

Roma menggeleng cepat. "Ah, tidak. Tidak ada. Makanan ini sangat enak. Aku bertanya rasanya padamu," jawab Roma.

"Rasanya? Ya, rasanya lumayan bagus. Bagaimana dengan sirup maple?" tanya Anna menunjuk kue Roma dengan garpu.

Roma mengangkat jempolnya. "Setelah ini kau pulang kemana?" tanya Roma penasaran.

"Indonesia," jawab Anna singkat.

Roma menyimpan garpu dan pisaunya. Ia menutup mulutnya sambil mengunyah. "Ohh tidak... Ternyata kita dari negara yang sama!"

Anna membulatkan matanya. Ia juga ikut menutup mulutnya terkejut. "Serius? Sebelum berkenalan aku kira kamu orang Vietnam," jawab Anna sedikit tertawa.

Roma terpingkal. "Haha... Wajah orang Asia memang terasa sama, ya?" jawabnya.

Anna dan Roma saling melempar senyum. Mereka menghabiskan Irish Apple cake di piring kecil itu. Setelah potongan kue terakhir, Anna meletakkan garpu dan pisau di atas piring lalu menyeka mulutnya dengan tisu. Anna sudah selesai dengan makanannya. Begitu juga dengan Roma.

"Biar aku saja yang bayar tip nya," ucap Roma ketika Anna membuka dompetnya.

"Terima kasih," jawab Anna kini menggunakan bahasa Indonesia.

Anna dan Roma keluar dari restoran. Mereka mengucapkan terima kasih dan melambaikan tangan pada pegawai ramah yang mengucapkan selamat tinggal kepada mereka. Keduanya berdiri berhadapan di depan restoran.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan setelah ini, nona?" tanya Roma.

Anna mengetuk jari telunjuknya ke pipi. Berpikir. "Entahlah. Rencanaku tadi mau pergi ke restoran lain, tapi aku harus rencanakan lagi mau makan apa," jawab Anna.

"Bagaimana kalau jalan-jalan bersamaku?" tawar Roma. "Kita bisa ke St. Stephen Green untuk menikmati tempat hijau," lanjutnya.

Anna kembali mengetuk jari telunjuknya. Kemudian ia mengangguk. "Baiklah. Sepertinya St. Stephen Green tidak buruk," jawabnya senang.

Keduanya pergi berjalan kaki dari Céad Mile ke taman St. Stephen Green. Hanya butuh waktu dua belas menit berjalan untuk sampai ke taman publik di pusat kota Dublin itu. Sambil berjalan, Anna dan Roma mengobrol bersama.

"Nama itu. Bagaimana bisa?" tanya Anna membuka percakapan.

Roma tertawa. "Ahaha. Ibuku fans Roma irama. Dia pikir putranya ini bisa menyanyi seperti penyanyi idolanya. Tapi kenyataannya aku tidak bisa sepertinya. Dan yah beginilah Roma itu sekarang," jawab pria muda itu.

"Tapi setidaknya jika diterjemahkan ke bahasa inggris namamu menjadi Rome. Masih terdengar bagus di telinga orang berbahasa Inggris," ucap Anna.

Roma menggaruk belakang kepalanya. "Yahh... Bisa dikatakan begitu. Tapi tidak terlalu buruk. Di Indonesia memang aku jadi bahas ejekan karena nama Roma itu," balas Roma.

Anna hanya tertawa kecil. Ia memasukkan tangannya ke saku mantel ketika angin berhembus. Angin itu juga membawa dedaunan gugur dari atas pohon yang berganti warna menjadi coklat terang. Daun-daun itu memenuhi trotoar sehingga petugas kebersihan beberapa kali harus menyapu jalanan.

"Kapan kau akan pulang ke Indonesia?" tanya Roma. Ia berhenti sebentar di bawah pohon.

"Malam ini. Bagaimana denganmu?" tanya Anna balik.

Roma mengerucutkan bibirnya. "Mmmm... Mungkin bulan depan? Aku masih lama di Dublin. Masih ada hal lain yang harus aku urus," jawabnya.

"Semacam apa itu?" tanya Anna lagi.

"Menyelamatkan diriku, mungkin?" jawab Roma sambil menggaruk alisnya.

Anna menaikkan sebelah alisnya. "Menyelamatkan diri? Maksudnya?"

Roma tertawa kecil. "Ada sesuatu di tempat pekerjaanku jadi aku harus melakukan sesuatu untuk diriku," jawabnya sedikit gugup.

"Aku harap urusan itu tidak berat, ya" jawab Anna sambil tersenyum.

Saat melanjutkan perjalanan mereka, tiba-tiba seorang anak dengan sepeda melewati mereka sambil berteriak. Anna yang terkejut dengan cepat menempelkan tubuhnya ke tembok samping sedangkan Roma memperhatikan anak itu. Ketika anak dengan sepeda itu sudah menjauh, seorang wanita muncul.

"Hei, kamu pria yang tadi!" sorak wanita itu.

Roma melihat wanita itu. Ia terkejut. Dengan cepat, Roma menggandeng tangan Anna untuk kabur. Wanita itu dengan cepat mengejar Roma dan Anna yang berlari. Ia bahkan berteriak sepanjang jalan sehingga membuat beberapa orang di trotoar menatapnya aneh.

"Siapa dia?" tanya Anna sambil berlari.

Roma melihat ke belakang sekilas. "Dia wanita gila yang mengejarku tadi. Sial, dia malah menemukanku."

Anna menatap Roma panik. "Terus kenapa aku harus ikut kabur juga?" tanya Anna bingung.

Roma tidak menjawab. Ia terus menarik Anna untuk menjauh. Mereka akhirnya sampai di St. Stephen Green setelah pelarian yang melelahkan. Anna pergi ke sebuah lapak minuman limun untuk meredakan lelah setelah berlari. Ia menyerahkan segelas limun pada Roma.

"Memangnya kenapa dia bisa mengejar mu? Apa yang kamu lakukan?" Anna kembali bertanya.

Roma meminum limun nya. "Tidak, tidak ada yang aku lakukan. Kau lihat matanya, kan? Matanya merah. Dia wanita gila," jawab Roma dengan nafas yang memburu.

Anna memandangi Roma curiga. Roma yang menyadari tatapan curiga itu berusaha menenangkan Anna. Ia membawa Anna ke sebuah pohon besar untuk berteduh dibawahnya. Roma juga membeli satu gelas limun lagi untuk meredakan dahaganya.

"Ayo duduk disini. Kita bisa mengobrol banyak disini," ucap Roma.

Anna tersenyum. "Apa yang akan kita obrolkan? Namamu atau wanita tadi?" jawab Anna sambil terkekeh.

Roma menggelengkan kepalanya. "Tidak semudah itu, nona. Kita bahas hal-hal yang membuat kita berada disini. Di ibu kota Irlandia ini."

Anna duduk di samping Roma. Mereka duduk di bawah tumpukan dedaunan pohon yang gugur. Walaupun habis berlari dan menghasilkan keringat yang banyak, angin dingin musim gugur Dublin berhasil mengalahkan rasa panas di mantel yang seharusnya disarankan Anna dan Roma akibat keringat.

"Sebelum ke Dublin, ayahku pernah berkata begini," ucap Roma. "Kejarlah apa yang kau cintai, pelajari itu sampai darahmu habis, lupakanlah yang membuatmu mundur, carilah kebahagiaan dan jangan kembali hanya untuk bernostalgia sia-sia." lanjutnya menirukan suara ayahnya.

Anna bertepuk tangan kecil. "Wahh bagaimana ayahmu bisa mengatakan itu?"

Roma tersenyum. "Kata ibuku, dia mengatakannya dengan cinta. Aku diminta ayahku untuk serius di Irlandia. Bagaimana denganmu?"

"Seperti orang tua pada umumnya. Mereka bangga," jawab Anna seadanya.

Keduanya tertawa. Disaat saat tawa itu, Roma mendekatkan tubuhnya. Ia membelai rambut Anna dengan lembut. Bola mata hazelnut Anna membuat Roma terpana ketika melihatnya dari jarak dekat. Roma menyelipkan rambut Anna di telinga.

Begitu wajahnya mendekat, tiba-tiba sebuah benda memukul kepalanya. Roma berteriak kesakitan. Anna mendorong bahu Roma. Ketika Roma melihat apa yang terjadi, ia mendapati wanita tadi dengan sepatu hak tingginya sedang menatap tajam ke arah Roma. Di belakang wanita itu ada beberapa laki-laki.

"Ini dia pencuri di toko kue ku!" teriak wanita itu sambil menunjuk Roma pada laki-laki di belakangnya.

Roma yang panik langsung bangkit. Ia berlari menjauh. Wanita tadi dan laki-laki itu mengejar Roma yang kabur. Anna yang kebingungan sekaligus terkejut hanya bisa diam membisu. Ia memperhatikan Roma yang semakin jauh dan berlari sendirian.

"Sampai jumpa, nona!" teriak Roma dengan kencang. Teriakan itu bergema sehingga Anna bisa mendengarnya.

Anna memejamkan matanya sejenak. Tak percaya dengan apa yang terjadi padanya. Ternyata pria itu adalah seorang kriminal. Anna yang penasaran apa yang dilakukan Roma, mengecek ponselnya. Ia melihat di portal kepolisian Irlandia terkait buronan. Ia berhasil menemukan Roma.

Nama lengkapnya adalah Roma Altafaza. Dia adalah buronan kasus pencurian kendaraan, barang dan pelanggar lalu lintas yang sudah dilakukan sejak menjadi mahasiswa. Anna menghela nafasnya dengan gelisah dan berdiri dari duduknya.

Anna menyandarkan punggungnya ke pohon. Sepersekian detik kemudian Anna tertawa. Ia merasa lucu dengan apa yang terjadi di hari yang seharusnya menjadi penutup perjalanannya di Dublin. Dirinya yang belajar drama selama empat tahun di Trinity College, justru menjadi penonton setia dalam panggung sandiwara yang dibuat Roma di tengah kota. Dublin benar-benar memberinya pertunjukan perpisahan yang tak terlupakan.

—TAMAT—

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Romantis
Cerpen
Rome in Dublin.
Kirani Fitri
Novel
Di Balik Cinta Layar Kaca
Ayun Lutvi
Cerpen
Bronze
Gerimis
Rabihul Fauziah
Novel
Bronze
BUKAN PILIHAN
essa amalia khairina
Novel
Oh My First Love
Dea Avisca
Novel
CAHAYA
Sashio02
Novel
Jangan Rebut Pacarku
Neneng Hendriyani
Novel
Gold
Lo, Tunangan Gue!
Bentang Pustaka
Novel
As Sweet As Nasa
KillMill
Novel
NEON (Ne)
riskafitrianis
Novel
Axel aisah
Shabrina ainin
Novel
Bronze
Laraku Pilumu
Nurul Arifah
Novel
Bronze
I See You when I Can't See You
Icha Trezna
Flash
Hai, Apa kabarmu?
Lisnawati
Novel
Bronze
UNBELIEVABLE; Is Yourself
rossewoodz
Rekomendasi
Cerpen
Rome in Dublin.
Kirani Fitri
Cerpen
Lautner!
Kirani Fitri
Cerpen
Checkmate!
Kirani Fitri