Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Romantis
Rindu
3
Suka
150
Dibaca

Almira menundukkan kepala, membiarkan angin senja yang lembut menyapa wajahnya. Dalam diam, ia mencoba menenangkan hati yang terus bergejolak. Setiap kali melihat Saga, ada perasaan hangat yang menyusup, namun juga ada rasa sakit yang tak terucapkan. Perasaan itu menyelimuti dirinya, menjadi beban yang semakin berat, namun tetap tersembunyi di balik senyum yang ia perlihatkan.

Ia mengingat kembali saat-saat bersama Saga, ketika mereka tertawa bersama, saling bercerita, dan berbagi segala hal. Tetapi dibalik kebersamaan itu, ada celah yang semakin terasa—sesuatu yang Almira simpan rapat-rapat. Rasa takut akan kehilangan, rasa khawatir jika perasaan ini akhirnya membuat segalanya berubah. Ia tahu, jika ia mengungkapkan cintanya, mungkin Saga akan merasa canggung atau bahkan menjauh. Jadi, lebih baik ia tetap diam.

Matahari semakin tenggelam, memancarkan warna orange keemasan yang perlahan meredup. Almira tersenyum tipis, meski hatinya terasa kosong. Ia tahu, senja ini adalah saat-saat terakhir ia bisa berada dekat dengan Saga dalam kesunyian yang nyaman. Dan seperti matahari yang perlahan menghilang, perasaan itu akan tetap ada—meski tak bisa dilihat oleh siapapun.

"Almira, kamu baik-baik saja?" suara Saga tiba-tiba terdengar dari belakang, membuat Almira terkejut. Ia menoleh, melihat sahabatnya berdiri di ambang pintu, tatapan penuh keprihatinan. Almira hanya mengangguk, menyembunyikan perasaan yang sedang menyesakkan dada.

"Ya, aku baik-baik saja," jawabnya, meski suaranya terdengar sedikit lebih rendah dari biasanya.

***

Almira meremas selimutnya, menahan perasaan yang semakin meluap. Di balik kegelapan malam, hanya suara detak jantungnya yang terdengar begitu keras di telinganya. Perasaan itu—cinta yang begitu kuat namun tak terbalas—membuatnya merasa seperti terperangkap dalam jaring yang tak bisa ia lepaskan.

Saat Saga berbicara tentang gadis yang ia sukai, rasanya seperti ada pisau yang menancap dalam-dalam di dadanya. Almira berusaha tersenyum, meskipun itu terasa sangat sulit. Ia selalu berusaha menjadi sahabat yang baik, berusaha menerima segala hal yang Saga lakukan. Tetapi, dalam hatinya, ada rasa sakit yang tak bisa disembunyikan.

Kenapa harus seperti ini? Mengapa perasaan yang indah ini justru menjadi beban? Almira bertanya-tanya dalam keheningan, merindukan sesuatu yang tak akan pernah datang. Ia ingin menjadi gadis itu—gadis yang bisa membuat Saga tertawa, yang bisa membuatnya merasa bahagia. Namun, ia tahu, itu hanya sebuah khayalan. Ia bukan gadis yang bisa membuat Saga melihatnya lebih dari sekadar teman.

Airmata akhirnya mengalir, meskipun ia berusaha menahannya. Almira tahu bahwa cinta ini akan selalu menjadi rahasia, sesuatu yang tak bisa dibagi dengan siapa pun, apalagi dengan Saga. Namun, meskipun ia tahu tak ada harapan, perasaan itu tetap ada, terpendam dalam dirinya, membekas di setiap sudut hatinya.

Sambil menatap langit yang gelap, Almira mencoba untuk menemukan kedamaian dalam dirinya. "Mungkin ini lebih baik," bisiknya pelan pada dirinya sendiri. "Mungkin ini yang harus aku terima." Tapi, meski ia mencoba meyakinkan dirinya, hati Almira tetap terasa kosong, dan cinta yang tak terungkapkan itu tetap membekas, seperti bintang yang tak pernah terlihat namun selalu ada di langit malam.

***

Almira memejamkan matanya, mencoba menenangkan pikiran yang terus-menerus terombang-ambing. Langit malam di luar kamar terasa sangat jauh, seolah mengingatkan dirinya akan jarak yang begitu besar antara dirinya dan Saga. Cinta yang ia rasakan hanya sebuah bayangan, yang tak mungkin bisa digapai.

Ia memikirkan bagaimana Saya begitu ceria, berbicara tentang gadis yang ia sukai tanpa sedikit pun menyadari betapa dalamnya perasaan Almira. Setiap kata yang keluar dari mulut Saga seperti sebuah jarum yang menusuk hatinya, meski ia berusaha tersenyum dan berpura-pura mendukung. Dalam kenyataannya, rasa sakit itu begitu nyata, namun ia harus menyembunyikannya agar semuanya tetap berjalan seperti biasa.

"Kenapa aku harus mencintaimu?" bisiknya lagi, suara lembut itu hampir tenggelam oleh desiran angin malam. "Kenapa aku tidak bisa hanya menjadi sahabat untukmu tanpa merasa seperti ini?"

Almira menatap langit gelap yang tidak memberikan jawaban. Tidak ada bintang yang bersinar di malam itu, hanya kekosongan yang terasa begitu mendalam. Ia tahu, semakin lama perasaan itu dibiarkan tumbuh, semakin sulit baginya untuk memadamkannya. Meskipun ia ingin sekali membiarkan perasaan itu pergi, entah mengapa ia tak bisa.

Ia mengingat kembali semua kenangan indah bersama Saga—mereka tertawa, berbagi rahasia, dan menjalani hari-hari bersama seperti dua sahabat sejati. Namun, sekarang, semuanya terasa berbeda. Ada perasaan yang tumbuh di antara mereka, sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan, dan Almira takut jika ia mengungkapkan itu, ia akan kehilangan semua yang telah mereka miliki.

Di tengah kesunyian malam, Almira menarik napas panjang, mencoba menerima kenyataan yang ia tak ingin terima. "Aku mencintaimu," bisiknya dalam hati, suara itu hampir tenggelam dalam kelamnya malam, namun tetap ada, tak terucapkan. "Tapi aku tahu, itu adalah cinta yang hanya aku rasakan sendiri."

Malam itu, Almira berusaha tidur, meskipun pikirannya terus berputar. Perasaan yang tak bisa ia ungkapkan akan tetap menghantuinya, namun ia tahu, dalam kesunyian hati, ia harus belajar untuk menerima bahwa cinta itu mungkin memang tidak untuknya.

***

Malam itu, setelah pulang sekolah, Almira duduk termenung di kamarnya. Ia menatap bayangannya yang tercermin di kaca jendela, merasa seperti seseorang yang hilang dalam dunia milik orang lain. Perasaan cemas dan sakit itu terus menggerogoti hatinya, namun ia tak tahu bagaimana cara melepaskannya. Setiap kali ia melihat Saga bahagia, ada luka yang semakin dalam tercipta, namun ia tahu, kebahagiaan itu bukan untuknya.

Ia teringat bagaimana dulu, saat mereka masih kecil, hubungan mereka terasa begitu murni. Tak ada keraguan, tak ada kebingungan. Mereka hanya sahabat. Namun sekarang, perasaan itu berubah menjadi sesuatu yang lebih rumit—sesuatu yang tak dapat ia ungkapkan dan tak dapat ia hindari. Saga sudah menemukan orang lain, dan Almira harus belajar menerima kenyataan itu.

Dengan perlahan, Almira mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu ia harus melepaskan, meskipun itu terasa sangat sulit. Saga berhak untuk bahagia, dan jika kebahagiaan itu bukan bersama dirinya, maka itu adalah sesuatu yang harus ia terima. Ia tidak bisa hidup dalam bayangannya, terjebak dalam kenangan yang mungkin tidak akan pernah menjadi kenyataan.

Setelah beberapa waktu, Almira mulai mencoba untuk membangun hidupnya kembali, meskipun hatinya masih terasa kosong. Ia berkumpul dengan teman-temannya, mengalihkan perhatiannya pada hal-hal yang menyenangkan, dan sedikit demi sedikit, ia belajar untuk menenangkan perasaan yang begitu kacau. Namun, setiap kali ia melihat Saga bersama pacarnya, hatinya tetap terasa seperti teriris.

Namun, di balik rasa sakit itu, Almira mulai menemukan kekuatan yang belum pernah ia sadari ada dalam dirinya. Ia belajar untuk mencintai dirinya sendiri, untuk memberi ruang bagi perasaan yang selama ini ia simpan dalam diam. Walau Saga tak akan pernah tahu apa yang ia rasakan, Almira mulai menyadari bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari cinta yang terbalas. Kebahagiaan bisa datang dari penerimaan, dari memberi diri ruang untuk tumbuh dan berkembang, meskipun dalam keheningan hati.

***

Seiring berjalannya waktu, Almira benar-benar mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Meskipun kadang rasa sakit itu muncul kembali, terutama ketika melihat Saga bersama pacarnya, ia berusaha untuk tidak terlalu membiarkan perasaan itu menguasai dirinya. Ia memilih untuk tetap mendukung Saga, sebagai sahabat yang selalu ada, tanpa berharap lebih.

Di sisi lain, Almira semakin menemukan keindahan dalam menjalani hidupnya. Ia lebih sering menghabiskan waktu bersama teman-temannya, mengikuti kegiatan yang dulu selalu tertunda, dan menemukan minat baru yang membuatnya merasa lebih hidup. Ia menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya berasal dari cinta yang terbalas, tetapi juga dari mencintai diri sendiri dan menjalani hidup dengan penuh keberanian.

Saga tetap menjadi bagian penting dalam hidupnya. Mereka tetap berbagi cerita dan tawa, namun kini dengan pemahaman yang lebih dalam tentang batasan. Almira belajar untuk melepaskan rasa cintanya, dan meskipun itu terasa berat, ia tahu itu adalah hal yang tepat untuk dilakukan. Persahabatan mereka tidak lagi terhalang oleh perasaan yang tak terbalas, dan hubungan mereka pun semakin kuat karena saling mendukung tanpa ada beban yang mengganggu.

Suatu sore, saat mereka duduk bersama di taman setelah sekolah, Saga berbicara dengan penuh semangat tentang masa depan dan rencananya. Almira tersenyum, mendengarkan dengan penuh perhatian, meskipun hatinya terasa sedikit kosong. Namun, untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa senyumnya itu tulus, tanpa ada penyesalan atau keraguan.

“Almira, terima kasih sudah selalu ada,” kata Saga dengan senyum lebar. Almira membalasnya dengan senyuman yang penuh keikhlasan.

“Selalu, Saga,” jawabnya lembut. “Aku akan selalu ada untukmu, apapun yang terjadi.”

Itulah saat di mana Almira benar-benar menyadari bahwa kebahagiaan itu tidak bergantung pada apakah perasaannya terbalas atau tidak. Yang terpenting adalah bagaimana ia bisa tetap menjadi dirinya sendiri, menjaga persahabatannya dengan Saga, dan terus melangkah maju.

***

Almira memandang langit yang perlahan berubah menjadi gelap, bintang-bintang mulai muncul satu per satu, menemani malam yang sunyi. Ia menarik napas dalam-dalam, meresapi kedamaian yang baru ia temukan. Tidak ada lagi rasa sakit yang mengganggu hatinya, tidak ada lagi harapan yang sia-sia yang terus menggelayuti setiap sudut pikirannya. Semua itu telah ia lepaskan, dan sekarang ia berdiri di sini, utuh dengan dirinya sendiri.

Saga tetap ada di sisinya, menjadi teman yang selalu mendukung dan mengerti. Tidak ada lagi perasaan cemas atau takut kehilangan, karena Almira tahu bahwa mereka memang diciptakan untuk menjadi sahabat sejati. Keberadaan Saga dalam hidupnya bukanlah pengingat dari cinta yang tak terbalas, tetapi sebuah anugerah persahabatan yang tak ternilai.

Mereka masih tertawa bersama, berbagi cerita tentang masa depan dan impian-impian yang belum terwujud. Almira tidak lagi merasa cemburu melihat kebahagiaan Saga dengan orang lain, karena ia sudah menemukan kebahagiaan dalam dirinya sendiri. Ia sadar, kebahagiaan itu tidak datang dari orang lain, melainkan dari penerimaan dan cinta yang tulus untuk diri sendiri.

Cinta yang pernah ia simpan untuk Saga kini berubah menjadi kenangan indah, yang memberi pelajaran berharga tentang arti mencintai tanpa mengharapkan balasan. Cinta itu tidak harus selalu dimiliki untuk bisa dihargai, dan terkadang, melepaskan adalah cara terbaik untuk menerima kebahagiaan yang baru.

Almira tersenyum, merasa lebih ringan dari sebelumnya. Ia tahu bahwa perjalanan hidupnya masih panjang, dan banyak kebahagiaan yang menanti di depan sana. Dengan hati yang lebih damai, ia siap menjalani hari-hari berikutnya, menikmati setiap momen yang ada tanpa beban.

Malam ini, dengan senyum yang tulus, Almira menatap bintang-bintang yang berkelip di langit, merayakan kebebasan yang ia temukan dalam dirinya. Cinta yang tak terbalas mungkin pernah menjadi beban, namun sekarang ia tahu bahwa melepaskannya adalah hadiah terbaik yang bisa ia berikan untuk dirinya sendiri.

Tamat.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (5)
Rekomendasi dari Romantis
Cerpen
Rindu
Aprillia
Novel
Gold
LAFAZ CINTA
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Na!
TYSPS
Novel
Bronze
Love Extraordinary Writer
janette roseline
Novel
Bronze
Berlabuh Di Sisimu
Niken Anggraini
Novel
MENGGAPAIMU
Fathiyah Nabila
Novel
Little Puzzle Piece
Nafidza Ainun Salsabila
Novel
Cerita Cinta Cita
Dinda
Novel
Gold
Gustira
Mizan Publishing
Novel
The Rotate
Tiara Khapsari Puspa Negara
Skrip Film
SKENARIO CINTA
Mega Puji Indrawati
Novel
Bronze
Bolehkah aku jadi imammu
Nadilla Karisya agustin
Novel
Gold
Under the Blue Moon
Noura Publishing
Novel
Bronze
DAYON
MCL Publisher
Flash
Senyummu Dikala Hujan
pelantunkata
Rekomendasi
Cerpen
Rindu
Aprillia
Cerpen
Lentera Solaria
Aprillia