Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Horor
Bronze
Rig Minyak
0
Suka
491
Dibaca

Bab 1: Kedatangan di Laut Mati

Gelombang bergulir tak sabar, menghantam lambung kapal survei MV Nautilus dengan dentuman tumpul. Di geladak yang licin dan dihempas angin garam, Dr. Elara Vance memegang erat pagar pembatas, matanya menyipit menembus kabut tebal yang menyelimuti Laut Makassar. Di depannya, siluet raksasa dari Rig Minyak Triton-7 mulai terlihat, menjulang dari lautan seperti kerangka logam kuno yang diukir dari ketidakpastian. Triton-7 adalah hantu yang berkarat, sebuah peninggalan dari kejayaan minyak yang telah lama meredup, dan sekarang menunggu untuk dimatikan selamanya.

"Selamat datang di kuburan baja, Dok," suara bariton kasar dari Kapten Jati memecah lamunan Elara. Pria bertubuh kekar dengan kulit terbakar matahari itu menunjuk ke arah rig dengan jempolnya. "Biasanya ramai, sekarang seperti kota mati. Cadangan minyaknya habis, katanya. Atau... yang lainnya." Jati mengakhiri kalimatnya dengan seringai samar yang tidak mencapai matanya, sebuah gurauan muram yang entah bagaimana menggetarkan saraf Elara.

Elara adalah seorang ahli geologi kelautan, seorang pragmatis yang hidup dengan data dan analisis. Misi timnya adalah melakukan survei seismik terakhir di dasar laut sekitar Triton-7, mengonfirmasi tidak adanya kantung minyak tersembunyi yang tersisa sebelum rig itu dinonaktifkan dan dibongkar total. Ini adalah pekerjaan rutin, meskipun lokasinya terisolasi. Namun, sejak awal, ada perasaan tidak nyaman yang merayapi benaknya.

Tim Elara terdiri dari tiga orang:

* Dr. Ben Carter: Ahli geofisika, seorang pria jangkung dan cerdas dengan kacamata tebal, yang sering kali terlalu bergantung pada teori dan sering sedikit gugup. Dia adalah orang yang paling metodis, tetapi juga yang paling rentan terhadap kecemasan di bawah tekanan.

* Maya Rahman: Teknisi sonar dan operator ROV (Remotely Operated Vehicle) yang brilian, seorang wanita muda yang cekatan dan praktis, biasanya menjadi penyeimbang antara Ben yang teoritis dan Elara yang berorientasi data. Dia memiliki intuisi tajam dan cenderung memercayai instingnya.

* Armand: Pria pendiam, seorang penyelam komersial berpengalaman yang ditugaskan untuk membantu pemasangan sensor bawah air dan sebagai tenaga cadangan dalam kondisi darurat. Tubuhnya kekar, wajahnya serius, dan matanya selalu memindai sekeliling dengan waspada. Dia adalah veteran yang telah melihat banyak hal di laut.

Mereka telah menghabiskan dua hari perjalanan laut dalam cuaca yang semakin memburuk. Kabut telah menebal menjadi dinding susu yang tak tertembus, dan gelombang semakin tinggi, membuat perut Elara bergejolak. Sistem komunikasi kapal sudah mulai mengalami gangguan sporadis, bisikan statis yang datang dan pergi, menambah rasa terisolasi mereka.

Ketika MV Nautilus akhirnya bersandar di salah satu platform tambat Triton-7, kesan pertama rig itu bukanlah kemegahan industri, melainkan sebuah monumen sepi untuk sebuah kegagalan. Baja-baja berkarat diselimuti lumut laut dan karat oranye. Tidak ada suara mesin, tidak ada aktivitas manusia. Hanya desingan angin laut yang menerpa struktur logam dan deburan ombak di bawahnya.

"Ada kru pemeliharaan di sini?" tanya Ben, suaranya sedikit lebih tinggi dari biasanya, saat mereka melangkah ke geladak utama rig. Lampu-lampu darurat yang berkedip-kedip memberikan penerangan yang minim, menciptakan bayangan-bayangan panjang yang menari-nari seperti hantu.

"Hanya beberapa, Dok," jawab Kapten Jati. "Menjaga agar tidak roboh sebelum dibongkar. Mereka ada di ruang kontrol utama. Mungkin." Jati sengaja menambahkan kata "mungkin," mempermainkan saraf mereka.

Saat mereka melintasi jembatan penghubung yang berkarat menuju bangunan inti rig, udara dingin yang menusuk menyergap mereka, bukan hanya dinginnya angin laut, tapi sebuah kedinginan yang terasa tidak wajar. Kemudian, Elara menciumnya. Sebuah aroma aneh yang tipis, seperti campuran logam basah, ozon, dan sesuatu yang busuk namun sulit didefinisikan, mirip bau tanah liat basah yang telah lama mati. Aroma itu bukan bau rig minyak pada umumnya; ini adalah sesuatu yang lebih tua, lebih primitif.

"Baunya aneh, ya?" bisik Maya, hidungnya berkerut. "Bukan bau minyak, bukan bau laut. Seperti... sesuatu yang tidur di bawah sini."

Ben, yang biasanya paling skeptis, tampak pucat. "Mungkin hanya korosi dan endapan garam laut, Maya. Rig tua."

Namun, Elara tidak yakin...

Baca cerita ini lebih lanjut?
Rp14.000
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Horor
Cerpen
Bronze
Rig Minyak
Christian Shonda Benyamin
Novel
KUTUKAN SETAN MERAPI
Herman Trisuhandi
Cerpen
Bronze
Rahasia Batu Misterius
Mochammad Ikhsan Maulana
Komik
Bakso Beranak dalam Kubur
yanagi kaichu
Novel
Gold
Fantasteen: Kuchisake
Mizan Publishing
Novel
Gold
Spooky Stories: Bloody Mary
Noura Publishing
Flash
Jejadian
Carolina Ratri
Komik
Bronze
Serem Sirep
Andrianto
Novel
Bronze
Jamkos ~Novel~
Herman Sim
Flash
Mimpi Terjatuh
Ahmad R. Madani
Komik
Time to Seek
ubi aja
Flash
Besok Ada Yang Mati
Ahmad R. Madani
Novel
Gold
Rumah di Perkebunan Karet
Mizan Publishing
Novel
DENTING
Denting Project
Novel
Bronze
Memandang (dari) Jauh
Manda Vee
Rekomendasi
Cerpen
Bronze
Rig Minyak
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Rantai Pemicu
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Jurnal Kosong
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Rumah Tua
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Harmoni Kegelapan
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Dinding Tertawa
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kabut Asap Pelabuhan
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Tukang Pos Terakhir
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Senandung Lukisan
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kacamata Paman
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Jalan Buntu 404
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Maut Di Kapal Tua
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Melodi Desiran Ombak
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Jumat Akhir Bulan Juli
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Bidan Sofia
Christian Shonda Benyamin