Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Slice of Life
REKAM
5
Suka
2,492
Dibaca

Bakso utuh di dalam mangkok berwarna putih khas pedagang kaki lima, berusaha Novia belah kecil-kecil sebelum dimakan. Cuaca sejuk di ibu kota memang mendukung untuk santap makanan yang hangat dan berkuah seperti yang dilakukan Novia dan Dika sore ini. Sepasang teman karib ini tengah menikmati waktu santainya, bosan dengan makanan cepat saji, keduanya memutuskan untuk berburu kuliner di luar perumahan tempat tinggal mereka.

Trotoar yang seyogyanya digunakan untuk pejalan kaki, terpaksa beralih fungsi demi memenuhi kebutuhan hidup yang dikata orang keras ini. Percakapan acak, tawa riang, bahkan celotehan pedagang asongan yang geram karena kalah dalam permainan hitungan—nyatanya mereka tengah melakukan perjudian—melengkapi kemeriahan sore ini. Lalu lalang kendaraan sudah jangan ditanyakan lagi, ramai tapi tidak menimbulkan kemacetan.

Semula tidak ada yang menarik dari aktivitas orang-orang di sekitar Novia dan Dika, masih terbilang sesuatu yang lumrah yang terjadi di jalanan. Hal itu juga tidak menarik perhatian Novia dan Dika, namun ketika Novia menoleh ke arah seberang jalan, atensinya tertuju pada seorang perempuan.

“Eh, eh, itu cewek nangis, rekam-rekam,” seru Novia, bak melihat permata terjatuh dari langit.

Dika yang tengah menikmati bakso di depannya pun, dibuat terkejut seraya buru-buru melihat ke arah yang ditunjuk Novia. “Widih … konten keren nih, OTW diundang podcast gua,” ujar Dika.

Cus, rekam kali, Dik,” cetus Novia, menepuk-nepuk bahu Dika. “Keburu pergi tuh cewek,” tambahnya.

“Oke, oke, bentaran gua minum dulu,” kata Dika sembari membawa gelas berisi teh hangat, lalu meminumnya dengan pandangan yang tak lepas dari seorang perempuan yang tengah menangis tersedu-sedu di seberang jalan sana.

“Jangan lupa tambahin caption,” usul Novia, matanya berbinar-binar.

Dika meletakkan kembali gelas di tangannya ke atas meja. “Caption apaan yang enak?” tanya Dika, mengamini usul Novia.

Dengan mulut penuh makanan, Novia mengerutkan keningnya, berusaha berpikir. “Apa kek, hamil duluan misalnya, atau diputusin, pokoknya yang gitu-gitu deh,” jawab Novia.

“Ah, klise diputusin mah, tulis aja ditinggalin suaminya kawin lagi, padahal dia lagi hamil, terus abis itu tambahin narasi sedih, upload pake musik patah hati, wah itu pasti keren banget,” tutur Dika, bersemangat.

“Seru banget, pasti nambah follower kita, dapet cuan juga,” sahut Novia tak kalah semangatnya. “Lu kalo udah terkenal jangan tinggalin gua, awas lu, bagi hasil juga, jangan lupa!” tambahnya.

Dika memegang ponsel di tangannya, siap merekam seorang perempuan menangis yang menurut mereka akan menjadi tontonan menarik ini. “Iya elah, sssttt ….” Dika membawa telunjuknya ke depan bibirnya. “Gua mulai rekam, jangan berisik,” lanjutnya.

Dika mengarahkan ponselnya untuk merekam, matanya fokus, wajahnya sangat serius, sudah seperti kamerawan handal di film-film besar. Perbuatan tak pantas ini tak ada yang melerai. Semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing, tak ada waktu untuk mengurus perilaku orang di sekitar mereka, sungguh miris.

“Udah?” tanya Novia, berbisik di dekat telinga Dika.

Dika menunjukkan hasil rekamannya ke Novia. “Udah, gini aja, keren nggak?” tanya Dika.

Novia tersenyum senang, bahu Dika menjadi sasaran empuk pelampiasan kesenangan Novia. “Keren, keren banget gila!” serunya, Novia melirik perempuan yang Dika rekam. “Itu ceweknya lagi meluk lutut, rekam lagi,” lanjutnya.

Dika segera mengarahkan ponselnya kembali. “Oke, oke,” ucapnya.

Sekali lagi, Dika merekam tanpa sepengetahuan perempuan yang tengah menangis di seberang sana, yang terlihat semakin menjadi saja, entah apa yang sebenarnya terjadi dengan perempuan malang itu. Namun, perbuatan Dika dan Novia, sungguh tidak berperikemanusiaan, sungguh keji.

“Gimana?” tanya Novia, tidak sabaran.

Nih,” ucap Dika, kembali menunjukkan ponselnya pada Novia.

“Ini sih epic banget, langsung edit! Jangan lupa caption-nya, buruan gua udah nggak sabar pen viral,” seru Novia.

“Bentaran sabar, gua lagi berusaha bikin kata-kata indah,” katanya, keduanya tertawa. “Pokoknya lu bakalan liat gua di mana-mana setelah ini, terkenal, banyak duit, terus keliling dunia,” celotehnya.

“Nyobain semua makanan di seluruh dunia, belanjan tas branded, beli mobil mewah, dan leha-leha di rumah gedong,” tambah Novia. Memang tidak ada yang bisa mengalahkan khayalan manusia.

“Seneng-seneng abis itu,” kata Dika, dengan tangannya sibuk menggulirkan layar ponselnya, mengatur video hasil rekamannya tadi, sedang perempuan yang di seberang sana sudah tidak ada. “Beres, tinggal upload nih,” seru Dika, memukul-mukul meja dengan tangan kirinya.

“Liat, liat, caption-nya apaan?” tanya Novia.

“Gua tulis, ‘kasian ditinggal suaminya pas lagi hamil, kalian cowok-cowok jangan kayak gitu ege’ ha … ha ….” Tawa keduanya menggelegar, menarik perhatian abang tukang bakso, tapi tak membuat dirinya bertanya ataupun melarang mereka.

“Tambahin, tambahin,” seru Novia setelah reda tawanya.

“Tambahin apaan lagi?” tanya Dika.

“Apa kek, buat mancing netizen?” jawabnya.

“Gini aja kali ya, ‘gimana nih, tanggapan cewek-cewek?’ gitu aja, gimana?” ujar Dika.

“Udah bagus itu, tambahin ini, ‘si laki salah nggak ninggalin cewek itu?’ gitu pasti bakalan rame banget,” kata Novia.

“Oke, lu kepikiran aja lagi,” kekehnya.

“Ya udah cepet upload,” seru Novia.

Jari telunjuk Dika bergerak cepat di layar ponselnya, membuka akun media sosial tempat para konten kreator mengunggah video berdurasi lima menit itu. Dika mengganti nama file video yang akan diunggahnya terlebih dahulu, lalu ia memilih lagu sedih yang kebetulan sedang viral di media masa.

Dika tersenyum melihat pratinjau video itu, di benaknya sudah terbayang macam-macam rencana menyenangkan. Puas dengan hasil kerjanya, Dika langsung mengunggah video tersebut.

“Sip, udah gua upload,” ucap Dika, tiba-tiba Dika merangkul bahu Novia. “Gua udah nggak sabar jadi orang terkenal, jadi orang kaya kita, nggak perlu kerja banting tulang lagi,” serunya, menggoyang-goyangkan tubuh Novia yang tengah tertawa, senang.

“Liat, udah ada yang nonton belum?” tanya Novia, antusias.

***

Seruan-seruan, tawa riang, juga khayalan yang sarat akan kehidupan mewah, kini berpindah ke kediaman Dika yang tidak jauh dari tempat mereka menyantap bakso tadi. Topik terhangat pembicaraan mereka masih seputar video perempuan menangis yang mereka upload tadi sore. Dika dan Novia duduk berdua di sofa depan televisi besar, yang menayangkan siaran hiburan, namun tak dilirik sedikit pun oleh keduanya.

Viewer-nya makin naik, cuy,” seru Dika, matanya tak lepas dari ponsel.

“Kita kaya! Jadi crazy rich gang Senggol!” sambut Novia, berteriak dan tertawa tak henti-hentinya.

“Yang komen udah mulai pada dateng, netizen berantem, seru banget. Emang gampang banget mancing orang-orang pengangguran buat ribut,” celoteh Dika. “Baru dua jam, udah satu juta yang nonton. Kita terkenal, party, party!” lanjut Dika, memeluk Novia.

“Lu pada ngapain sih?” tegur Aram, kakak dari Dika, yang terganggu akan keriuhan dua teman karib ini. “Berisik banget, sampe kedengeran ke kamar atas,” tambahnya.

Dika buru-buru menghampiri kakaknya dan menunjukkan ponselnya. “Liat, Bang, video gua viral,” katanya, semangat.

“Udah liat gua, istimewanya di mana? Dia cuman nangis, lu berdua juga nggak tau dia kenapa, ngapain pake caption kayak gitu, nggak pada takut lu?” tuntut Aram.

Dika kembali ke sofa dengan wajah ditekuk. “Ya elah, Bang, suka-suka gua dong, sewot banget, bukan elu ini,” kilahnya.

“Emang bukan gua, tapi lu ada mikir nggak, kelakuan lu berdua itu salah?” decak Aram.

“Ya nggaklah, gua ‘kan cuman bikin konten doang,” jawabnya.

Jawaban Dika membuat Aram mengusap wajahnya kasar, tak habis pikir dengan kelakuan adiknya itu. “Lu emang cuman bikin konten, tapi orang-orang di luar sana udah nyangka itu video beneran terjadi. Lu liat komentar mereka, udah bahas ke mana-mana,” ungkap Aram, berusaha menyadarkan adiknya.

“Bukan salah gua dong, merekanya aja yang bodoh, langsung makan konten gitu aja, nggak ada kerjaan banget,” protesnya.

“Lu berdua yang nggak ada kerjaan!” Meninggi suara kakaknya ini, emosinya tersulut. “Orang nangis nggak tau kenapa, maen asal rekam aja, dibikin macem-macem, kalo tuh cewek kenapa-kenapa, lu mau tanggungjawab emang?” geram Aram.

“Elah, ini cuman konten doang, nggak bakalan tau juga dia, santai aja kayak di pantai, gua kasih deh nanti gaji dari inian gua,” kelit Dika, masih berusaha menenangkan kakaknya, sedangkan Novia sudah mulai berpikir bahwa yang diperbuat mereka berdua salah, apa lagi dia sendiri yang mengusulkannya, panik hatinya.

“Dik …,” lirih Novia, berusaha melerai pertengkaran kakak beradik ini, tapi tak digubris oleh Dika.

“Gua nggak butuh uang dari hasil konten lu itu, pokoknya nih, gua nggak mau ikut campur kalo sampe ada apa-apa sama tuh konten busuk lu,” tegas Aram.

“Lu sensitif banget deh, lagi PMS ya lu,” gurau Dika, sempat-sempatnya.

“PMS dari mana, bodoh, dia ‘kan cowok!” seru Novia yang sudah tidak tahan dengan pertikaian mereka.

Dika tersenyum pada Novia. “Mungkin dia spesies yang bisa PMS, kita nggak tau aja,” katanya.

Aram mendengus. “Terserah lu pada lah, lakuin sesuka lu, hura-hura sana, tapi gua tekenin sekali lagi, gua nggak akan ikut campur kalo ada apa-apa ke depannya,” pungkas Aram, berlalu meninggalkan Dika dan Novia.

***

Sementara itu di tempat lain, Vani, perempuan yang sedang viral ulah Dika dan Novia, terduduk lemas di lantai, sedang kedua orangtua dan kakaknya berada di atas sofa. Vani sedang mengahdapi ‘persidangan’ terkait video yang viral mengenai dirinya itu.

“Adek, kamu hamil?” tembak ayahnya.

Vani buru-buru menggelengkan kepalanya, ribut. “Nggak, nggak mungkin, Pap, beneran deh,” jawabnya.

“Terus kenapa ada video Adek, viral lagi tuh, kamu beneran hamil? Pacar kamu nggak mau tanggungjawab? Gimana Adek, jawab,” tanya ibunya memegang dadanya yang terkejut, pasalnya ibunya yang pertama kali mendengar kabar viral anaknya itu dari tetangga mereka.

“Sumpah, Mam, Adek nggak hamil, Adek berani cek sekarang juga, lagian Adek pacarannya nggak kayak gitu,” sanggah Vani. “Adek, juga nggak tau kenapa bisa ada video itu,” tambahnya.

“Lagian, lu ngapain nangis di pinggir jalan gitu dah, kayak nggak punya rumah aja,” decak Ruli, kakaknya.

“Ya orang Adek lagi sedih,” jawabnya, jujur.

“Terus ini mau gimana, Dek, udah nyebar gini? Mami ditanyain sama semua orang, udahlah kamu putusin aja pacar kamu itu, Dek,” kata ibunya.

“Mami … kok jadi nyuruh putus, ‘kan bukan salah aku, mereka aja yang asal bikin konten, aku mana tau kalo direkam kayak gitu,” protes Vani.

“Tapi bener, lu mending putus aja, masih kecil juga lu,” celetuk Ruli.

“Abang … apaan sih? Ini bukan salah aku, kenapa pada nyudutin Adek gini,” ucap Vani, mulai menangis.

“Astaga, kamu sih, Bang,” tegur ayahnya. “Gini deh, Dek, kamu coba hubungin yang bikin konten itu, suruh mereka hapus videonya, kalo nggak berhasil nanti Papi bantu,” saran ayahnya. “Udah jangan nangis,” lanjutnya. “Tapi, Adek beneran cek ya, kita periksa dulu ke dokter kandungan, memastikan aja,” tambah ayahnya, membuat tangis Vani semakin menjadi.

“Mulai hari ini, kamu sama pacar kamu, kami pantau,” ucap ibunya. “Kamu anak perempuan, kami bakalan lebih ketat lagi sama kamu,” lanjutnya lagi.

Ibunya melihat iba pada anak bungsunya itu, jauh berbeda dengan kakaknya yang terkekeh melihat adiknya menangis tak karuan. Dunia ini memang sudah gila, jaman semakin maju, teknologi semakin canggih, tapi jika tidak dibarengi pola pikir dan etika yang mumpuni, seperti inilah jadinya. Orang tak bersalah dan tak tau menahu, jadi korban keserakahan sesaat, banyak sekali ‘pekerjaan rumah’ kita ini.

***

Sepulang dari dokter kandungan, iya, Vani benar-benar melakukan pemeriksaan didampingi keluarga dan pacarnya. Mereka tidak main-main, meskipun hasilnya negatif, sesuai pengakuan Vani, namun tetap saja, Vani dan pacarnya akan mulai dipantau, membuat Vani sedikit frustrasi dibuatnya.

Vani sekarang berada di kamarnya, memantau akun yang menyebarluaskan videonya, ia sudah meminta Dika untuk menghapus video yang tengah ramai dibicarakan netizen itu. Vani juga dibuat geram dengan isi kolom komentar yang menyudutkan dirinya, bahkan mendoakan yang tidak-tidak.

“Aaaaa … ini nggak udah-udah, kesel banget gua!” teriak Vani.

“Kenapa, Dek?” tanya kakaknya, terkejut dan membuka pintu kamar Vani tanpa mengetuk.

“Bang, nggak dihapus-hapus, gua harus gimana?” tanya Vani, frustrasi.

Kakaknya menghampiri Vani, dan melihat layar laptop di depan adiknya, ia perhatikan sebentar. “Bikin klarifikasi aja, muka lu ‘kan keliatan tuh di sana, mereka pasti langsung kenal sama lu,” saran kakaknya.

“Tapi, gua nggak punya aplikasinya,” ucap Vani.

“Ya tinggal bikin aja,” kata kakaknya.

“Ribet banget, lagian nggak ada kerjaan bikin konten kayak gitu,” gerutu Vani.

“Mau gimana lagi, Dek, udah kepalang viral juga,” ujar kakaknya.

Dengan terpaksa, Vani mengunduh aplikasi video tersebut, dan mendaftarkan akunya secara cepat. Tidak ada pilihan lain, video dirinya sudah menyebar dan mengundang opini yang tidak mendasar, ia tak tahan dan harus segera dihentikan. Maka, dengan hati yang dongkol, Vani memutuskan untuk membuat sebuah video klarifikasi.

Laptop sudah siap merekam, ia atur agar menjadi tayangan langsung agar semua orang langsung tertuju pada akun miliknya. Vani juga sengaja menggunakan judul yang sama dengan video viral milik Dika tersebut. Persiapan sudah selesai, Vani juga sudah siap memberikan klarifikasi.

“Halo, lu pada pasti udah tau siapa gua,” sapanya. “Langsung aja, gua yang ada di konten sampah channel Kaki Ayam, gua mau klarifikasi.” Vani membenarkan posisi duduknya sebelum melanjutkan. “Gua nggak hamil, gua juga belum nikah. Alasan gua nangis di pinggir jalan, karena hari itu gua dapat kabar bahwa salah satu temen gua meninggal. Lu tega ya, siapa pun lu yang udah videoin gua. Gua lagi berkabung, beberapa hari nggak pegang HP, gua nutup semua akun sosial media, dan lu main rekam gitu aja, upload di sini dan goreng gua dengan narasi yang nggak bermutu kayak gitu.”

Kolom komentar mulai dipadati orang-orang yang haus informasi, lebih tepatnya haus validasi. Banyak dari mereka yang akhirnya minta maaf dan mendukung Vani, tapi banyak juga yang malah lempar opini-opini jelek, tidak mau disalahkan.

“Di mana hati nurani lu?” lanjut Vani. “Lu cewek apa cowok? Nih, kalo lo cewek, lu nggak berempati, bisa-bisanya lu bikin narasi kayak gitu, giring opini orang-orang buat hujat gua. Lu tau nggak, orang tua gua juga ikut keseret!” geramnya. “Pokoknya, gua minta video yang lu sebar itu di-takedown, hapus dari HP lu, dan datengin gua secepatnya. Kalo nggak ada iktikad baik dari lu, gua terpaksa tempuh jalur hukum,” pungkas Vani dengan ancaman.

***

Video klarifikasi Vani sudah terdengar oleh Dika, ia panik, notifikasi ponselnya tidak berhenti berdering sejak tadi. Dika yang berada di kamarnya, buru-buru turun dan menemui kakaknya.

“Bang, tolongin gua, Bang,” teriak Dika, di atas tangga sana, ia berlari menghampiri kakaknya.

“Apaan lu? Dikejar setan?” tanya Aram.

“Elah, Bang, cewek yang gua videoin minta tanggungjawab, Bang, gua harus apa, Bang?” tanya Dika, panik dan takut. “Bang, tolongin gua,” desaknya.

“Ogah banget, urus aja sendiri,” tolak Aram, kembali membaca buku di tangannya.

Dika duduk di samping Aram, merebut buku yang sedang dibaca kakaknya itu. “Bang, tolongin lah, sekali ini aja,” pintanya.

“Gua udah bilangin jauh-jauh hari, gua udah nekenin sama lu berdua, dan lu nggak mau dengerin gua ‘kan. Tuh, sekarang lu hadepin sendiri, tanggungjawab,” tegas Aram.

“Bang, ah elah, tolonglah, dampingin kita, Bang,” desak Dika, dengan wajah pucatnya.

“Ogah!” tolaknya.

“Bang, gua diteror sama orang-orang, lu tega sama adik lu sendiri, mau gini lu sama gua?” sembur Dika.

Aram melirik adiknya. “Ngapain lu marah sama gua? Makanya apa-apa itu pikirin dulu, sebelum lu rekam, sebelum lu sebar. Lu manusia, punya akal, berempati dikit sama sekitar, pake hati nurani lu, jangan popularitas doang yang lu pikirin, jangan uang doang yang lu sembah, tuh otak di dalam kepala lu pake, Dika,” papar Aram.

“Udah, Bang, bantuain gua dulu, gua salah, gua ngaku salah,” sesal Dika.

“Udah seharusnya, Dika! Coba sebelum kejadian ini lu mikir kayak gitu, lu bayangin kalo posisi cewek itu terjadi sama lu, pasti lu juga ngamuk, Dika. Udah sekarang hapus videonya, takedown, dan datengin cewek itu, minta maaf sama keluarganya. Tanggungjawab apa yang lu perbuat,” kata Aram. “Inget, Dik, lu nggak bisa asal rekam semua yang terjadi di sekitar lu, harus ada filter dari diri lu, cegah diri lu buat nggak serakah, kontrol nafsu lu. Nggak semuanya harus viral, hargai orang lain, even mereka nggak lu kenal,” nasihat Aram.

Setelah mendengar nasihat kakaknya, Dika merenungkan semua perbuatannya. Ia paham sekarang, ia mengaku lalai dengan sekitarnya, dia juga merasa memang perbuatannya itu tidak pantas. Dalam tunduk nasihat Aram, tangan Dika menggulir halaman sosial medianya, komentar-komentar tak pantas ia temukan untuk Vani dan juga dirinya. Ternyata benar, dirinya sudah melampaui batas untuk kesenangan sesaat.

Dika buka aplikasi video miliknya, kemudian secepat kilat ia hapus video yang menyebabkan malapetaka itu. Dengan tangan gemetar, Dika mencari akun milik Vani, dan buka ruang obrolannya, dia menulis pesan panjang pada Vani, memohon ampunan pada Vani dan dia juga menyatakan bersedia untuk bertemu dengan Vani.

“Dik, gua paham, jaman sekarang apa-apa emang dibikin gampang, apa-apa serba teknologi, tapi lu juga harus paham dengan semua kemudahan itu nggak serta merta lu bisa melakukan seenak jidat lu. Ada privasi orang lain yang wajib lu jaga, mereka sama kayak lu yang capek cari tenang ke sana sini,” papar Aram. “Daripada lu rekam sembarang orang, lebih baik edukasi diri lu dulu, sebarin kebaikan lewat platform lu, jadi manusia bermanfaat, biarin orang-orang tenang dengan hidupnya, biarin orang-orang melakukan aktivitasnya sendiri, nggak semuanya orang lain harus tau, kasih tau juga sama temen-temen lu yang suka cari viral itu. Terakhir, Dik, lu harus mulai tutup mata buat bikin orang lain viral, karena nggak selamanya ngetawain orang lain itu buat lu bahagia,” tutup Aram.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@donnymr : Betul, wahhhh.. Terima kasih, Kak sudah mampir🤗 Semangat 💪🏻💪🏻💪🏻
Perlakuan orang seperti kamu ingin diperlakukan ... Hikmah yg mantap!
Rekomendasi dari Slice of Life
Cerpen
REKAM
Yutanis
Cerpen
Bronze
Mendung Masih Bergelayut
Munkhayati
Cerpen
Bronze
Pencuci Profesional
hidayatullah
Cerpen
Bronze
INSULIN
Yasin Yusuf
Cerpen
Rindu Suara Azan
aksara_g.rain
Cerpen
Selembar Dunia
Rafael Yanuar
Cerpen
Bronze
Di Era Pesantren Sekarang
Hilmi Azali
Cerpen
-2. Rumpang
Rumpang Tanya
Cerpen
Bronze
By Your Side
Bisma Lucky Narendra
Cerpen
Bronze
Mata Cekung Mbah Kukung
Nabil Jawad
Cerpen
Lost In Translation (Karena kamus saja tidak cukup)
Lada Ungu
Cerpen
Copper Miss
Ratna Arifian
Cerpen
Bronze
Wanita Pembatik
Nabilla Shafira
Cerpen
The Lost's Neighborhood Serenity
Hafizah
Cerpen
Hilang Akal
Yuli Harahap
Rekomendasi
Cerpen
REKAM
Yutanis
Flash
Masih Pantaskah Kau Kupertahankan
Yutanis
Flash
Masih Pantaskah Kau Kupertahankan
Yutanis
Flash
Tolong Lihat Aku
Yutanis
Flash
Masih Pantaskah Kau Kupertahankan
Yutanis
Novel
ZAGADKA: Di Ujung Pintu Rimba Gunung Marapi 2.891 mdpl
Yutanis
Flash
Masih Pantaskah Kau Kupertahankan
Yutanis
Flash
TERDAKWA
Yutanis
Flash
Masih Pantaskah Kau Kupertahankan (End)
Yutanis
Novel
BANDUNG TERUNGKAP
Yutanis
Flash
Hukuman Paling Berat
Yutanis
Flash
Laras Hebat!
Yutanis
Cerpen
Belenggu yang Memudar Dimakan Zaman
Yutanis
Flash
KECEWA
Yutanis
Flash
Kejar Woi, Kejar!
Yutanis