Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Regulasi
1
Suka
284
Dibaca

Sejarah selalu berpihak pada mayoritas. Begitu pula dengan kebijakan negara terhadap tenaga kerja berkekuatan super. Setelah dekade pertama kekuatan super mulai muncul dalam populasi, pemerintah menetapkan regulasi ketat untuk memastikan kestabilan sosial dan ekonomi. Mereka yang memiliki kekuatan besar mendapatkan pengawasan dan pekerjaan di sektor yang sesuai, sedangkan mereka yang memiliki kemampuan kecil terjebak dalam ketidakjelasan—tidak cukup kuat untuk dianggap istimewa, tetapi terlalu berbeda untuk diterima sebagai manusia biasa.

Dika adalah salah satu dari mereka. Ia telah berpindah dari satu kantor ke kantor lain selama dua bulan terakhir, mencari pekerjaan yang seharusnya bisa ia lakukan. Setiap wawancara berakhir dengan kalimat yang sama.

"Maaf, kami tidak menerima pekerja dengan kemampuan super untuk posisi ini."

Hari ini pun tak jauh berbeda. Perusahaan konstruksi yang ia datangi memberikan penolakan halus dengan alasan regulasi. Kemampuannya untuk mengendalikan tumbukan benda tidak cukup berharga untuk mendapatkan izin kerja khusus, tetapi juga cukup berbeda untuk membuatnya terhalang memasuki pekerjaan biasa. Mereka menyarankannya mengikuti pelatihan tambahan, sebuah saran yang lebih menyerupai bentuk pengalihan daripada solusi nyata.

Pulang bukan pilihan yang lebih baik. Di rumah, ayahnya sering mengingatkannya bahwa ia adalah masalah dalam keluarga.

"Kalau kau punya kemampuan, kenapa hidupmu tetap begini? Orang-orang sepertimu seharusnya bisa lebih sukses."

Orang-orang sepertimu. Frasa yang sering muncul dalam diskusi publik, dalam berita-berita di televisi, dalam debat kebijakan. Regulasi tenaga kerja super dikatakan untuk menjaga keseimbangan, tetapi bagi Dika, itu hanya membuatnya semakin tersisih. Pemerintah mengklaim bahwa batasan ini diperlukan untuk mencegah ketimpangan sosial, tetapi dalam praktiknya, regulasi itu hanya menciptakan celah yang semakin melebar—menghambat mereka yang tidak cukup kuat untuk diakui dan tidak cukup lemah untuk dilepaskan dari pengawasan.

Di sepanjang jalanan kota, layar-layar digital menampilkan pernyataan terbaru dari Menteri Tenaga Kerja. "Regulasi tenaga kerja berkekuatan super akan terus diperketat untuk memastikan persaingan yang sehat bagi pekerja konvensional."

Persaingan yang sehat. Sebuah cara halus untuk mengatakan bahwa mereka yang seperti dirinya tidak memiliki tempat. Ia tidak diinginkan di dunia kerja biasa, tetapi juga tidak cukup berharga untuk mendapatkan perlakuan khusus.

Dika menatap meja kecil di kamar kontrakannya yang penuh dengan berkas lamaran kerja. Surat penolakan bertumpuk, brosur pelatihan ulang dari pemerintah yang menjanjikan "kesempatan baru bagi individu berkekuatan super," dan daftar pekerjaan yang semakin lama semakin sedikit. Ia telah mencoba semuanya—melamar pekerjaan biasa, mengikuti wawancara, bahkan mempertimbangkan pekerjaan kasar yang tidak membutuhkan sertifikasi. Namun, jawabannya selalu sama.

"Kandidat lain lebih sesuai dengan kebutuhan perusahaan."

"Anda memiliki kemampuan unik, tetapi kami belum memiliki posisi yang cocok."

"Kami menghargai antusiasme Anda, tetapi kami sedang mencari seseorang dengan latar belakang berbeda."

Dika meremas salah satu surat penolakan di tangannya. Semua kata-kata itu hanya cara lain untuk mengatakan bahwa ia tidak diinginkan.

Suara notifikasi ponselnya berbunyi. Nama Ibu muncul di layar. Dika terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangkatnya.

"Gimana, Nak? Udah dapet kerja?"

Suara ibunya terdengar penuh harapan, tetapi juga lelah. Dika ingin berbohong, ingin mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja. Tetapi kebohongan tidak akan mengubah kenyataan.

"Belum, Bu," jawabnya pelan.

Keheningan di seberang telepon terasa berat.

"Dika… kamu harus lebih usaha lagi. Jangan pilih-pilih kerja. Temen-temen kamu aja udah kerja semua. Masa kamu masih nganggur?"

Dika mengepalkan tangan. Ia ingin menjelaskan, ingin mengatakan bahwa ini bukan tentang malas atau kurang usaha. Ia telah berjuang, tetapi dunia tidak memberinya tempat. Namun, apa gunanya menjelaskan sesuatu yang tidak akan dipahami?

"Iya, Bu. Aku bakal coba lagi," katanya akhirnya.

"Pakde kamu ada lowongan di gudang. Bisa coba ke sana?"

Dika menutup mata. Gudang. Pekerjaan kasar yang mungkin bisa ia lakukan. Tapi ada satu masalah besar. Mereka tidak mau ambil risiko barang rusak karena kemampuan super meski kemampuan Dika dikategorikan non-destructive.

"Bu, mereka nggak nerima yang punya kemampuan super."

Ibunya terdiam. Semua orang tahu itu. Tidak tertulis dalam aturan resmi, tetapi cukup jelas dalam praktiknya.

"Ya udah, kamu jangan pakai kekuatan kamu. Bisa, kan?"

Pura-pura menjadi manusia biasa. Seolah ia tidak berbeda. Seolah ia harus menyembunyikan sesuatu yang bahkan tidak ia pilih sejak lahir.

Dika tertawa kecil, tapi tidak ada humor di dalamnya.

"Bu, mereka tahu. Mereka pasti tahu. Begitu mereka cek data pekerja, pasti ketahuan aku terdaftar di kategori super. Aku bahkan nggak bisa daftar tanpa dokumen tambahan," katanya pahit.

Ibunya terdiam lagi, lalu berkata dengan suara pelan, "Coba aja dulu. Masa kamu mau kayak gini terus?"

Dika tidak menjawab. Percakapan itu diakhiri dengan janji kosong bahwa ia akan mencoba lagi. Ia menatap langit-langit kamar, dadanya terasa sesak. Dunia terus berjalan, tetapi ia tetap berada di tempat yang sama. Besok, ia akan mencoba lagi. Mengirim lebih banyak lamaran, menghadiri lebih banyak wawancara, mencari lebih banyak peluang.

Atau setidaknya, itu yang ia katakan pada dirinya sendiri.

Namun, ketika pagi datang, ia tetap duduk di kursi yang sama, menatap layar ponselnya tanpa melakukan apa-apa. Semua lowongan yang tersisa bukan untuknya. Semua jalan yang ia coba telah tertutup sebelum ia sempat melangkah lebih jauh.

Dika mengusap wajahnya, mencoba mengusir kelelahan yang bukan berasal dari tubuhnya, tetapi dari pikirannya. Berapa lama lagi ia harus bertahan dalam ketidakpastian ini? Seberapa lama lagi sampai ia mengakui bahwa sistem tidak pernah benar-benar memberinya pilihan?

Sebuah pesan masuk di ponselnya, "dari Iqbal".

"Ada kerjaan. Gajinya lumayan. Nggak ribet, yang penting ngerti situasi. Mau gak?"

Dika menatap pesan itu lama. Ada banyak pekerjaan tidak resmi atau bahkan dilarang negara.

Ia tahu jenis pekerjaan yang dimaksud. Bukan sesuatu yang terang-terangan ilegal, tapi juga bukan sesuatu yang bisa ia ceritakan pada ibunya. Pekerjaan yang beroperasi di antara celah hukum—memanfaatkan aturan yang tidak bisa ditegakkan sepenuhnya, memanfaatkan orang-orang seperti dirinya yang tersisih dari sistem.

Ketika pemerintah menutup pintu bagi mereka yang dianggap tidak cocok, orang-orang mencari celah di tempat lain. Ada yang bekerja di proyek-proyek tanpa izin, membangun konstruksi dengan standar yang meragukan tetapi tetap laku karena murah. Ada yang terlibat dalam distribusi barang yang tidak boleh beredar di pasaran resmi—kadang barang selundupan, kadang hal yang lebih berbahaya. Ada juga mereka yang menawarkan jasa "khusus"—orang-orang dengan kemampuan tertentu yang bisa melakukan hal-hal yang sulit dilacak dan tidak bisa ditangani oleh tenaga kerja biasa.

Dika menggulir layar, melihat riwayat percakapannya dengan Iqbal. Tawaran lain pernah datang sebelumnya, selalu dalam bentuk kalimat samar yang menyembunyikan lebih banyak hal daripada yang dijelaskan. Dulu, ia mengabaikannya. Tetapi sekarang, dengan dompet yang semakin tipis dan masa depannya yang terasa semakin gelap, pikirannya mulai berubah.

Tangannya terasa berat saat ia mengetik balasan.

"Kapan dan di mana?"

Butuh beberapa detik sebelum pesan itu terkirim.

Dika menatap tangannya. Ia bisa mengendalikan tumbukan benda. Ia bisa melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh kebanyakan orang. Tapi apa gunanya jika itu justru menjadi alasan ia terjebak?

Ia menarik napas dalam. Apapun pekerjaannya, ia tidak bisa terus menunggu sistem berubah. Jika dunia tidak memberinya tempat, maka ia akan menciptakan jalannya sendiri—di dalam bayang-bayang, di antara batas yang tidak jelas.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (1)
Rekomendasi dari Drama
Skrip Film
Sayap-Sayap Surga
Its J
Flash
SAD BOY
Lusiana Adella
Cerpen
Regulasi
Bima Kagumi
Novel
Bronze
Aku tetaplah diriku
Devi Wulandari
Skrip Film
lius coba bener
John Doex
Flash
Di Balik Kaca Mobil
Dhea FB
Flash
Tangga menuju surga
Ika nurpitasari
Cerpen
Bronze
UNTUKMU...
Iman Siputra
Novel
Gara-gara Istri Muda
Annisa Haroen
Novel
Yang Terabaikan
Rosananda
Skrip Film
SAH!
Rinaha Ardelia (Seorin Lee)
Skrip Film
Double Dealing
Huyi Thiean
Cerpen
Bronze
Kenapa Anggi Memutuskan Arwan dan Memintanya Menikahi Ane
Habel Rajavani
Novel
Bronze
Terungku Amblas
White Blossom
Novel
Cahaya di Balik Kegelapan
suryana
Rekomendasi
Cerpen
Regulasi
Bima Kagumi
Flash
Terbaik Selamanya
Bima Kagumi
Cerpen
01 Pemuja
Bima Kagumi
Cerpen
Debu Pembangunan
Bima Kagumi
Flash
Hanya Sampah
Bima Kagumi
Flash
Jalan Setapak
Bima Kagumi
Cerpen
02 Balasan Penuh
Bima Kagumi
Cerpen
Bronze
06 Sang Pengamat
Bima Kagumi
Cerpen
Bronze
04 Dia Tabib
Bima Kagumi
Novel
Proyek Superkuasa
Bima Kagumi
Novel
The Other Sides: Next World
Bima Kagumi
Flash
Pagi yang Damai
Bima Kagumi
Novel
Proyek Superkuasa Part 2
Bima Kagumi
Cerpen
03 Rumah di Keabadian
Bima Kagumi
Cerpen
05 Path to Happiness
Bima Kagumi