Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Bab 1: Kehilangan Tanda
Hujan di kota terasa seperti bisikan yang tak pernah berhenti, membasuh jalanan aspal dengan janji-janji yang tak pernah terwujud. Bagi Alex, seorang fotografer investigasi yang hidup dari sisa-sisa kisah orang lain, suara itu hanya menjadi latar belakang dari kehidupannya yang hambar. Kantornya di lantai tiga sebuah ruko tua berbau apek, dipenuhi tumpukan kertas, lensa kamera berdebu, dan cangkir kopi yang sudah kering. Pukul dua belas malam, saat sebagian besar kota sudah terlelap, Alex masih terjaga. Komputernya menyala, memancarkan cahaya dingin yang menerangi wajahnya yang lelah.
Tugas aneh ini datang dari seorang klien tanpa nama, melalui email terenkripsi yang langsung masuk ke folder spam. Klien itu hanya menyebutkan sebuah nama: Luna. Luna adalah nama yang familiar. Gadis itu adalah seorang influencer media sosial, terkenal karena melakukan "tantangan" berbahaya di tempat-tempat terpencil. Foto-foto dan videonya selalu viral, menarik jutaan pengikut yang haus akan sensasi. Tugas Alex adalah melacaknya. Luna telah menghilang selama tiga hari, dan jejak digitalnya lenyap seolah ditelan bumi.
“Melacak influencer? Ini bukan kasus hilang,” gumam Alex pada dirinya sendiri, jemarinya lincah menelusuri folder digital Luna. “Ini cuma drama untuk naikkan engagement.” Namun, bayarannya sangat menggiurkan, terlalu besar untuk ditolak. Ada satu petunjuk yang diberikan klien: sebuah foto buram. Foto itu menunjukkan Luna yang sedang berdiri di depan sebuah plang kayu yang sudah lapuk. Tulisannya sudah pudar, tapi Alex, dengan keahliannya, berhasil membacanya: “Hutan Bisikan”.
Hutan Bisikan. Nama itu saja sudah membuat bulu kuduk berdiri. Hutan itu dikenal karena memiliki banyak mitos menyeramkan. Katanya, siapa pun yang masuk tidak akan pernah kembali. Alex, yang skeptis dan pragmatis, menganggap ini hanya sebagai bumbu cerita. Dia tidak percaya takhayul, dia hanya percaya pada fakta dan bukti. Tapi, ada sesuatu yang berbeda. Ada getaran aneh yang menjalar di tulang punggungnya saat dia menatap foto itu. Bukan karena mitos, tapi karena aura foto itu sendiri. Foto itu buram, tapi ekspresi Luna terlihat jelas: ketakutan.
Pukul lima pagi, Alex sudah berada di dalam mobilnya, menuju Hutan Bisikan. Perjalanan memakan waktu empat jam. Sepanjang jalan, Alex terus memutar ulang video-video Luna. Di setiap video, Luna selalu ceria, penuh energi, dan sedikit gila. Dia akan melompat dari tebing, mendaki gunung tanpa tali, dan menelusuri gua-gua yang gelap. Tapi video terakhirnya, yang diunggah hanya beberapa jam sebelum dia menghilang, terasa berbeda. Video itu diambil dari angle yang aneh, seolah-olah kamera itu jatuh. Suara napas Luna terdengar terengah-engah, dan di latar belakang, terdengar suara bisikan pelan. Alex memutar ulang bagian itu berulang kali, mencoba mendengarkan apa yang dikatakan bisikan itu, tapi hasilnya nihil. Suara itu terlalu samar, terlalu pelan, seperti angin yang memainkan melodi tersembunyi.
“Pura-pura takut, kan? Taktik yang biasa,” pikir Alex.
Saat tiba di Hutan Bisikan, suasana langsung berubah. Hutan itu tidak seperti hutan pada umumnya. Udara terasa lebih dingin, suara-suara alam terasa lebih senyap, dan cahaya matahari sulit menembus lebatnya pepohonan. Ada keheningan yang...