Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Rigies Forest di belakang Desa Serdang bukan hutan biasa. Pohon-pohonnya menjulang tinggi, ranting-rantingnya menyerupai jaringan saraf yang membentuk kanopi tebal hingga menutupi langit. Penduduk desa menyebutnya "Rigies Forest"—tempat terlarang yang hanya boleh dimasuki oleh para ranger. Cerita tentang hutan itu telah beredar turun-temurun: suara langkah tanpa wujud, bisikan misterius, dan perasaan bahwa hutan itu mengingat setiap orang yang berani masuk. Shopie, seorang ranger muda berusia 27 tahun, awalnya menganggap cerita-cerita itu hanya dongeng. Namun, semua berubah pada malam pertama ia bertugas.
Sebagai ranger, tugas Shopie adalah menjaga batas hutan, memastikan tidak ada penyusup atau hewan liar yang mengancam Desa Serdang. Ranger di desa ini bukan penjaga hutan biasa—mereka adalah penjaga rahasia, orang-orang yang paling dekat dengan misteri Rigies Forest. Banyak dari mereka kembali dengan cerita aneh, atau bahkan tidak kembali sama sekali. Shopie, yang baru bergabung, belum tahu apa yang akan ia hadapi.
Malam itu, Shopie berpatroli dengan senter dan peta tua. Udara tiba-tiba menjadi dingin, dan suara malam—jangkrik, angin, apa pun—lenyap begitu saja. Di tengah hutan, ia menemukan pohon besar dengan ukiran nama-nama:
- "Nisa, 1985."
- "Kelvin, 1992."
- "Ayu, 2003."
Nama-nama itu adalah milik orang-orang yang hilang di Rigies Forest, tapi anehnya, ukiran itu terlihat baru, seolah baru saja dipahat. Ketika Shopie menyentuh nama "Ayu, 2003," pandangannya gelap seketika. Ia melihat kilasan: seorang gadis kecil berlari ketakutan, dikejar bayangan gelap, lalu jatuh dan lenyap dalam kegelapan. Shopie tersentak kembali ke dunia nyata, jari-jarinya kini berlumur getah merah aneh dari pohon itu. Tiba-tiba, bisikan terdengar:
"Kamu melihatku. Sekarang kamu tahu."
Panik, Shopie mundur. Namun, saat ia melihat pohon itu lagi, sebuah nama baru muncul: "Shopie, 2025." Tahun ini adalah 2025—namanya sendiri kini terukir di sana. Ia berlari, tapi setiap pohon yang ia lewati menunjukkan ukiran yang sama. Hutan seolah menandainya. Saat tersandung, ia menemukan gelang berkarat dengan inisial "A." Kilasan tentang gadis kecil tadi kembali—itu Ayu, yang memakai gelang itu. Langkah kaki berat dan tawa aneh mendekat dari kegelapan. Shopie berlari hingga mencapai batas hutan, dan suara-suara itu berhenti. Ia selamat, tapi Rigies Forest telah meninggalkan bekas.
Shopie tidak bisa melupakannya. Ia pergi ke perpustakaan Desa Serdang dan menemukan buku tua berjudul Legenda Rigies Forest. Buku itu menceritakan ritual kuno oleh penduduk asli ratusan tahun lalu. Mereka mengorbankan jiwa untuk "memberi makan" hutan, yang dianggap sebagai entitas hidup pelindung desa. Nama-nama di pohon adalah jiwa-jiwa yang terikat, terperangkap dalam kenangan hutan. Shopie menyadari Rigies Forest adalah penjara abadi, dan namanya yang terukir berarti ia kini bagian darinya.
Ada yang lebih mengganggu. Dalam buku itu, ia melihat foto gadis yang mirip dengannya: "Ayu, hilang pada tahun 2003." Kilasan tentang Ayu terasa personal. Setelah bertanya pada orang tuanya, Shopie tahu ia diadopsi setelah ditemukan tersesat di pinggir hutan saat bayi. Ia curiga ia terhubung dengan Ayu—mungkin saudara, atau korban lain. Hutan seolah ingin mengklaim kembali sesuatu darinya, sesuatu dari masa lalunya yang hilang.
Penelusuran Shopie membawanya pada penemuan mengejutkan. Di tepi Rigies Forest, ia menemukan bunker tersembunyi penuh peralatan laboratorium usang dan dokumen bertuliskan "Proyek Memori Hutan." Pada 1980-an, ilmuwan mencoba mentransfer kenangan manusia ke jaringan akar pohon, menciptakan "memori kolektif" alam. Eksperimen itu gagal, membuat hutan hidup dan menjebak jiwa-jiwa yang masuk. Ukiran nama adalah manifestasi sistem yang rusak itu. Hutan tidak hanya mengingat—ia memburu.
Di dalam bunker, Shopie menemukan jurnal pribadi Dr. Ohim, ilmuwan yang memimpin proyek. Tulisan-tulisannya penuh kegilaan:
"Rigies Forest kini lebih dari sekadar pohon—ia adalah pikiran yang terhubung, tapi kami tidak bisa mengendalikannya."
Di halaman terakhir, ia menulis:
"Mereka yang masuk tidak hilang, mereka diserap. Hutan memakan kenangan dan menjadikannya bagian dari dirinya. Aku mendengar suara-suara itu setiap malam, memanggil namaku."
Shopie merinding. Apakah Dr. Ohim masih ada di hutan, atau ia sudah menjadi salah satu ukiran?
Dari jurnal itu, Shopie menemukan peta bunker dengan tulisan "Ruang Kontrol." Ia mengikuti koridor gelap, lampu darurat berkedip di langit-langit. Di ruang kontrol, layar-layar tua menampilkan rekaman hitam-putih dari Rigies Forest. Salah satu layar menunjukkan pohon dengan ukiran nama-nama, tapi sebuah bayangan bergerak di antara pepohonan—bentuk manusia yang kabur, seolah terbuat dari kabut. Shopie mendekat, dan bayangan itu menoleh, mata merahnya menatap langsung ke kamera. Layar berkedip, dan tulisan muncul:
"Kami melihatmu, Shopie."
Jantung Shopie berdegup kencang. Tiba-tiba, suara derit terdengar dari pintu bunker. Ia bersembunyi di balik meja dan mengintip. Seorang pria tua masuk, mengenakan jas laboratorium lusuh, rambutnya acak-acakan. Ia berbicara sendiri:
"Mereka tidak mengerti. Rigies Forest ini adalah karya agung. Kenangan abadi, jiwa yang terhubung."
Itu Dr. Ohim, yang seharusnya hilang puluhan tahun lalu. Tapi bagaimana ia masih hidup, dan mengapa ia tampak tidak menua?
Dr. Ohim mendekati panel kontrol dan menekan tombol. Layar-layar berubah, menampilkan wajah-wajah orang yang hilang, termasuk Ayu. Mereka tampak terjebak dalam loop kenangan mereka sendiri, berulang kali mengalami saat-saat terakhir mereka. Shopie menahan napas, tapi kakinya menyentuh kabel longgar, membuat suara kecil. Dr. Ohim menoleh tajam:
"Siapa di sana?"
Sebelum ia mendekat, alarm berbunyi nyaring. Layar-layar berkedip merah, dan suara robotik bergema:
"Sistem overload. Memori mencapai batas. Penghapusan darurat diinisiasi."
Dr. Ohim panik, mencoba mematikan alarm. Shopie melarikan diri dari bunker.
Saat keluar, Rigies Forest berubah. Pohon-pohon bergoyang tanpa angin, dan bisikan memenuhi udara:
"Jangan biarkan dia pergi. Ia tahu terlalu banyak."
Shopie berlari, tapi arahnya kini kabur—setiap pohon tampak sama, dan jalur yang ia kenal lenyap. Di antara pepohonan, ia menemukan alat aneh tertanam di tanah: tabung kaca berisi cairan hijau berpendar, terhubung ke akar-akar pohon melalui kabel berkarat. Plakat kecil bertuliskan "Node Memori 7."
Tiba-tiba, cairan di tabung mendidih, dan akar-akar bergetar hebat. Dari tanah, sebuah tangan pucat muncul—jari-jarinya terbuat dari kayu bercampur daging manusia. Tangan itu meraihnya, dan suara serak berkata:
"Kembalikan… kenanganku…"
Shopie berteriak dan melompat mundur; tangan itu lenyap kembali ke tanah.
Kabut tebal turun, membawa bau busuk. Di kejauhan, ia melihat siluet tinggi—tubuhnya dari ranting-ranting yang bergerak seperti otot, wajahnya lubang hitam. Sosok itu menunjuk ke arahnya. Lalu, suara anak kecil bernyanyi terdengar:
"Hutan menjaga, hutan memanggil, jangan lari dari yang kau miliki…"
Shopie melihat kilasan Ayu tersenyum dengan mata kosong, lalu lenyap, digantikan sosok ranting yang kini lebih dekat.
Shopie menemukan lubang besar di tanah, penuh tulang manusia terbungkus akar. Di antaranya, ada lencana ranger tua dengan nama "Nisa, 1985." Ia dihadapkan pada dilema: menghancurkan sisa eksperimen untuk membebaskan jiwa-jiwa itu, atau melarikan diri. Jika ia melawan, ia mungkin mengorbankan dirinya, seperti yang tersirat dalam ukiran "Shopie, 2025." Tapi ia tidak bisa membiarkan Ayu dan lainnya menderita.
Dengan tekad, Shopie kembali ke bunker, membawa alat untuk menghancurkan mesin. Saat ia mematikannya, Rigies Forest berguncang, jeritan memenuhi udara, dan kenangan asing—termasuk milik Ayu—mengalir ke kepalanya. Lalu, keheningan.
Keesokan harinya, ranger lain menemukan Shopie di tepi Rigies Forest, linglung. Ukiran nama di pohon-pohon hilang, tapi di tangannya ada kertas bertuliskan:
"Terima kasih, tapi hutan tidak pernah lupa."
Tidak ada yang tahu apakah jiwa-jiwa itu bebas atau Shopie kini membawa beban mereka. Hutan sunyi, tapi Shopie sering menatapnya dengan tatapan kosong, seolah mendengar bisikan yang tak terdengar orang lain. Nasibnya tetap misteri—apakah ia menang, atau menjadi bagian dari kenangan Rigies Forest selamanya?
-Tamat