Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Horor
Pulang
1
Suka
2,085
Dibaca

Heru bekerja sebagai pegawai di sebuah kapal pesiar. Setelah 6 bulan berlayar, akhirnya dia bisa beristirahat pulang kampung menemui keluarganya. Sore itu dia sudah berada di dalam bis 'Jayakarta' yang membawanya pulang ke kotanya.

Dilihatnya kembali WA dari Wiwin isterinya yang menceritakan kabar keluarga di desa. Namun Heru sedikit cemas ketika Wiwin bercerita tentang Pak Edy orang kaya di kampung mereka yang selalu mengganggunya ketika sedang berlayar.

Reputasi Pak Edy sebagai seorang playboy sudah terkenal di kampungnya. Dia sudah memiliki tiga isteri yang tinggal di kota yang berbeda. Tetapi hal itu tak membuatnya berhenti untuk tetap mencari perempuan lain karena sifatnya yang pembosan. Tak peduli wanita itu sudah bersuami, janda atau gadis, asalkan cantik sesuai kriterianya dia akan mengejarnya sampai dapat. Sejauh ini jarang ada wanita yang menolak dijadikan gundiknya karena Edy selalu royal terhadap para wanitanya.

Dalam perjalanan itu, untuk mengusir kebosanan dalam perjalanan, Heru berkenalan dengan penumpang di sebelahnya. Seorang pria seusianya yang ramah dan enak diajak ngobrol, sehingga tak terasa perjalanan mereka sudah separuh jalan.

Malam semakin larut, Heru yang sudah kelelahan mulai mengantuk dan akhirnya tertidur. Tiba-tiba terdengar suara benturan keras, tubuh Heru terguncang keras sehingga dia terbangun. Terdengar suara teriakan penumpang dan kru bis yang terkejut. Lampu di dalam kabin bis mendadak padam. Heru merasakan kepalanya membentur sesuatu setelah itu dia tak sadarkan diri.

Beberapa saat kemudian Heru membuka matanya, dia melihat ke sekelilingnya. Situasi di dalam bis tampak normal dan lampu di dalam kabin menyala terang. Beberapa penumpang tampak sudah terlelap di kursinya. Heru bernafas lega,

Apa tadi aku bermimpi? Tapi mengapa tadi tampak seperti nyata? Pikir Heru.

Merasa penasaran dengan kejadian yang dialaminya tadi, Heru bertanya pada penumpang di sebelahnya.

"Pak, apa yang terjadi tadi? Saya kok merasa seperti ada tabrakan ya?"

"Tidak apa-apa, hanya menghindari kucing lewat kata supirnya tadi," teman seperjalanannya menjawab acuh tak acuh dengan nada datar tanpa ekspresi.

Heru sebenarnya ingin bertanya lebih lanjut, namun melihat wajah teman seperjalanannya yang tampak dingin dan enggan berbicara. Heru merasa tak enak hati dan memutuskan untuk tidak bertanya lagi.

Ah, mungkin dia ngantuk dan capek, lebih baik aku lanjut tidur saja, batin Heru

Bus kembali berjalan menembus pekatnya malam. Heru menyingkapkan korden di jendela bis mencoba melihat situasi di jalan. Tetapi suasana di luar begitu gelap, Heru tak mampu melihat apapun di luar, matanya tak sanggup menembusi gelapnya malam. Heru berharap ada kendaraan lain yang lewat sehingga ada cahaya yang menerangi situasi di luar. Namun setelah menunggu beberapa saat, Heru tak melihat adanya kelebatan cahaya lampu kendaraan lain yang melewati jalan itu.

Tumben, jalannya sepi sekali, biasanya jam segini bis-bis atau truk barang pada lewat. Ya sudahlah, aku tidur lagi saja, pikir Heru.

Diliriknya jam tangannya, waktu menunjukan pukul 21.00

"Ah, masih, lima jam lagi baru sampai. Mending aku tidur lagi saja," gumam Heru.

Heru merasa dia baru saja tertidur dan belum sempat bermimpi, tiba-tiba sebuah tepukan di bahunya membangunkannya.

"Pak... Pak bangun, sudah sampai terminal."

Heru menoleh, dilihatnya kondektur bis sudah berdiri di sebelahnya. Heru tergagap, mengusap wajahnya. Dilihatnya jam yang melingkar di tangannya, waktu menunjukan pukul 22.00. Heru terkejut, dia merasa kondektur bis telah mempermainkannya.

"Sudah sampai apaan? Ini baru jam satu, bukannya jam tiga nanti baru sampai terminal tujuan?" Tanya Heru dengan marah.

"Itu ada tulisannya, kita sudah sampai tujuan," jawab kondektur itu dengan nada dingin.

Heru melihat dari jendela bis untuk melihat situasi di luar. Ternyata benar dia sudah sampai di kota tujuan. Dia baru menyadari, saat itu semua kursi sudah kosong, hanya ada dia dan kondektur bis itu.

Aneh sekali, masa aku hanya menempuh perjalanan selama satu jam? Jika kondisi jalan ramaipun, tidak mungkin aku bisa pulang secepat ini, pikir Heru dengan heran.

Bergegas Heru mengemasi barang bawaannya, dan segera turun dari bis. Suasana di luar terminal begitu sepi, mas-mas ojol yang biasanya nongkrong di sekitar warung terminal tidak tampak. Udara di luar terasa dingin lembab, sementara jalanan tampak basah dan becek.

"Habis hujan, pantas sepi. Semoga saja aku bisa segera dapat ojek," gumam Heru sambil mengeluarkan HPnya dan membuka aplikasi ojek online.

Beruntung Heru segera mendapatkan ojek. Sambil menunggu jemputan, usai memanggil ojek, dia menelpon Wiwin. Cukup lama dia menunggu Wiwin mengangkat teleponnya. Tak lama kemudian, terdengar suara wiwin.

["Mas, sampai mana?"]

"Aku sudah sampai Win, ini lagi nunggu ojol sebentar lagi sampai rumah."

["Cepat sekali sampainya, kamu naik bis yang berangkat siang?"]

"Nggak, seperti biasa berangkat yang sore."

Terdengar deru suara motor mendekat dan terlihat seorang driver ojol celingukan mencari customernya.

"Ojeknya sepertinya sudah datang, udah dulu ya."

Heru menutup teleponnya lalu melambaikan tangan ke arah driver ojol. Driver itu mendekat ke arah Heru lalu menghentikan motornya tepat di depannya.

"Ini ojek atas nama Heru?"

Driver ojol itu tidak menjawab hanya menganggukan kepalanya saja. Wajah driver ojol itu tertutup masker dan helm sehingga tidak begitu jelas terlihat. Driver itu juga tidak mengkonfirmasi kembali tujuannya, sikapnya tampak dingin dan sama sekali tidak ramah menurut Heru. Namun Heru memilih untuk tidak mempermasalahkannya. Dia sudah lelah dan ingin segera pulang.

*******

Akhirnya Heru sampai di rumahnya, situasi di teras rumah tampak gelap gulita.

"Ah, pasti Wiwin lupa menyalakan lampu depan," gerutu Heru.

Dia mencari saklar lampu di teras untuk menghidupkan lampunya. Belum lagi mengetuk pintu rumah, Wiwin sudah membuka pintu.

"Ah akhirnya kamu pulang Mas, aku sudah buat teh hangat buat kamu. Tadi kamu sudah makan?"

"Belum, memangnya kamu masak apa hari ini?"

Wiwin tak menjawab hanya tersenyum penuh arti. Sesampainya di ruang makan, Heru terkejut, ruang makan yang semula remang-remang mendadak terang benderang. Terdengar suara Bayu anaknya dan Wiwin berseru

"Selamat ulang tahun!"

Heru terkejut tak menyangka mendapat kejutan dari keluarganya. Di meja makan sudah terhidang makanan kesukaan Heru, Lontong Opor kesukaannya dan roti ulang tahun.

******

Pagi pun tiba, Wiwin sudah tidak tampak di sebelahnya. Tiba-tiba telinga Heru menangkap suara ramai di dapur.

"Apa itu, pagi-pagi kok sudah ramai?" Gumam Heru.

Dia bergegas bangun dan keluar kamar. Alangkah terkejutnya dia melihat banyak orang berkerumun di dapur mengelilingi sesuatu. Terdengar suara teriakan histeris ibu mertuanya. Terlihat Wiwin dan Bayu hanya termangu di pintu dapur memandangi kerumunan orang dengan pandangan kosong.

"Win, ada apa? Kenapa ada banyak orang di sini?"

Wiwin tak menjawab, dia hanya memandangi Heru dan meneteskan air mata. Wajahnya tampak pucat seperti kertas. Perasaan Heru mulai tak enak, dia mendekati kerumunan itu.

Betapa terkejutnya Heru, di lantai dapur dia melihat jasad Wiwin dan Bayu terbujur kaku dengan bagian kepala dipenuhi darah yang sudah mengering dan wajah membiru. Heru kebingungan melihat situasi yang dialaminya. Baru saja dia melihat Wiwin dan Bayu di pintu dapur, tapi sekarang jasad mereka sudah terbujur kaku di lantai dapur. Pikiran Heru kalut, seseorang telah membunuh anak dan isterinya. Rasa takut bercampur sedih seketika menyelimuti Heru.

Berarti kemarin yang kulihat adalah hantu anak dan isteriku? Ah, pantas saja sejak kemarin banyak kejadian aneh yang kualami, pikir Heru.

Heru melirik ke arah pintu dapur, Wiwin dan Bayu masih berdiri di sana memandangi kerumunan para tetangga.

"Bu, apa yang terjadi?" Tanya Heru pada ibu mertuanya yang sedang menangis.

Ibu mertuanya masih terus menangis tidak mempedulikan pertanyaan Heru. Mata Heru mencari sosok ayah mertuanya. Terlihat ayah mertuanya duduk bersandar di dinding dapur di temani Pak RT yang tampaknya sedang mencoba menenangkan ayah mertuanya. Heru mendekati Pak RT dan bertanya

"Pak, apa yang terjadi pada anak isteri saya? Siapa yang membunuh mereka?"

Pak RT tidak menjawab dia masih terus berbicara pada ayah mertuanya seolah-olah tidak melihat keberadaan Heru. Dia lalu bertanya pada beberapa tetangganya yang berdiri di sebelahnya. Lagi-lagi para tetangganya juga tidak mempedulikannya.

Diperlakukan seperti itu emosi Heru semakin memuncak

"Pak, dari tadi saya tanya kenapa tidak dijawab?"

Air mata mulai meleleh di pipinya, kemarahan mulai meledak di dadanya. Tangan Heru bergerak hendak meraih kerah baju Pak RT namun seseorang menepuk bahunya dan menyapanya

"Nak Heru, saya turut berbela sungkawa atas meninggalnya Bu Heru dan Bayu."

Heru menoleh, dilihatnya Pak Haryoso sesepuh di kampungnya, mengenakan peci dengan baju koko dan celana putih sedang memegang bahunya.

"Pak Haryoso saya tidak menyangka anak dan isteri saya dibunuh orang. Apa salah mereka sehingga harus dibunuh?" Heru menangis tersedu.

Pak Haryoso menepuk bahunya menghiburnya

"Sudah Nak Heru tenangkan diri dulu, tidak usah emosi."

Saat itu beberapa polisi masuk ke rumah membubarkan kerumunan dan memasang Police Line. Pak RT datang menyambut polisi. Polisi itu menanyakan kronologi penemuan korban pembunuhan dan terdengar Pak RT menjawab.

"Tetangga di sebelah rumah Pak Heru sejak kemarin mencium bau busuk dari rumah ini. Sudah 3 hari Bu Heru dan anaknya tidak keluar rumah. Kami curiga karena setiap hari Bu Heru keluar rumah untuk berbelanja. Jika mau pergi lama dia biasanya pamitan dengan tetangga di sebelahnya titip menghidupkan lampu teras kalau malam. Kami lalu mencoba mendatangi rumah Bu Heru tetapi tidak ada jawaban dari dalam sehingga kami terpaksa mendobrak pintu rumah."

Heru sempat mendengar salah satu polisi itu bercerita pada temannya.

"Sungguh malang nasib keluarga ini, isteri dan anaknya mati dibunuh sedangkan dia sendiri tewas dalam kecelakaan lalu-lintas di Alas Roban."

Heru terkejut lalu mendatangi polisi itu dengan marah

"Pak, jangan ngaco, saya masih hidup! Tidak ada kecelakaan bis di Alas Roban!"

Anehnya polisi itu dan para tetangganya tidak ada yang mendengar teriakannya. Sebuah sentuhan lembut di bahunya menyadarkannya. Dilihatnya Wiwin sudah berdiri di sisinya.

"Sudahlah Mas, ini semua sudah takdir."

"Win, apa yang terjadi pada keluarga kita? Kau dan Bayu ternyata sudah tidak ada. Win, katakan siapa yang membunuhmu?"

"Pak Edy yang membunuhku, tiga hari yang lalu dia mendatangiku. Awalnya kuterima baik di ruang tamu. Ternyata dia membujukku untuk menjadi isterinya yang ke-empat. Tentu saja aku menolak, tak kusangka dia marah mendengar penolakanku dan mencoba memperkosaku. Aku mencoba melawan tapi dia sudah mencekikku lalu membenturkan kepalaku ke tembok. Bayu yang curiga datang, tak ingin ada orang yang mengetahui tindakannya, Pak Edy juga mencekik Bayu sampai mati lalu dia menyeret tubuh kami ke dapur,"tutur Wiwin

"Lalu kenapa kamu tidak cerita kemarin?" Tanya Heru dengan geram.

"Aku dan Bayu tetap menunggu kepulanganmu, apalagi kemarin adalah hari ulangtahunmu. Aku tidak ingin menceritakan hal ini di hari bahagiamu."

Seorang polisi berjalan ke dapur dengan tergesa-gesa, Heru terkejut, namun polisi itu sepertinya tidak melihat kehadiran Heru dan isterinya. Dengan mudah tubuhnya menerobos tubuh Heru. Seketika Heru tersadar apa yang dikatakan polisi tadi benar, dia sendiri juga sudah mati dalam kecelakaan lalu lintas di Alas Roban. Pantas saja para tetangganya tidak ada yang melihatnya dan seorang polisi telah menerobos tubuhnya.

Tiba-tiba Heru teringat Pak Haryoso yang menyapanya tadi, Pak Haryoso sesepuh di kampungnya sudah lama meninggal dan hari ini dia baru saja bertemu dengan Pak Haryoso. Wiwin meraih lengannya dan berkata

"Kita akan tetap bersama di sini, di rumah ini Mas. Ayo sarapan dulu, aku sudah bikin nasi goreng."

Beberapa polisi sibuk berlalu lalang di dalam rumah melakukan olah TKP. Tak lama kemudian, petugas dari rumah sakit datang membawa kantong jenazah lalu mengangkut jenazah Wiwin dan Bayu ke dalam ambulan. Tak ada seorangpun yang melihat Heru dan keluarganya yang menonton aktivitas mereka dari ruang tengah.

Beberapa saat kemudian suasana rumah sudah sepi, orang-orang sudah pergi. Bayu menyalakan televisi untuk menonton film kartun kesukaannya. Tak lama kemudian, sebuah berita breaking news mengabarkan sebuah kecelakaan bus. Bus Jayakarta bertabrakan dengan Truk tanki BBM yang remnya blong dan terbakar. Tidak ada satupun penumpang yang selamat dari kecelakaan itu. Heru hanya bisa termangu menonton tayangan bangkai bus Jayakarta, bus yang ditumpanginya kemarin yang sudah habis terbakar.

T A M A T

************************

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Horor
Cerpen
Pulang
Freya
Novel
Gold
Fantasteen Pangeran Mimpi Zera
Mizan Publishing
Cerpen
Bronze
Tulang Kelinci
Khairul Azzam El Maliky
Novel
Gold
The Motion of Puppets
Mizan Publishing
Novel
Lanjutkan Kisahku
Diyah Islami
Novel
Peti Mati Suruhan
Yovinus
Novel
Gadis Jelmaan Parakang
Muhammad Taufiq
Novel
Gold
Fantasteen Glitter of Diamonds
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Surti
Herman Sim
Novel
Deal with The Devil
bileikha
Novel
Gold
Rumah di Perkebunan Karet
Mizan Publishing
Novel
Pendakian Terakhir
Uki.Sari
Novel
HITAM
Endah Wahyuningtyas
Novel
Gold
Ghost Dormitory in Cairo
Mizan Publishing
Novel
Susuk Wanita Malam
Annisa Novianti
Rekomendasi
Cerpen
Pulang
Freya
Cerpen
Dunia Ihsan
Freya
Novel
BELENGGU DENDAM
Freya
Cerpen
Perempuan Itu Bernama Mentari
Freya
Cerpen
PEMBELI TERAKHIR
Freya
Flash
Kesabaran Sang Sosialita
Freya
Flash
Nasi Goreng Tengah Malam
Freya