Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Reno membuka matanya, merasakan pusing yang luar biasa. Kepalanya berdenyut, seolah-olah baru saja dihantam benda tumpul. Langit-langit putih bersih menyambut pandangannya, tanpa celah, tanpa goresan. Ia bangkit perlahan, menyadari dirinya berada di sebuah kamar yang steril dan minimalis. Tidak ada jendela, hanya sebuah pintu besi yang kokoh. Ingatan terakhirnya adalah saat ia sedang menyelidiki kasus korupsi besar di sebuah perusahaan multinasional. Ia merasa ada keanehan, tetapi ia tidak dapat mengingat detail lebih jauh. Pakaian yang dikenakannya berbeda, diganti dengan setelan abu-abu polos. Tiba-tiba, suara mekanis yang dingin terdengar dari pengeras suara di sudut ruangan.
"Selamat datang, partisipan. Anda adalah bagian dari sebuah proyek riset penting untuk memahami trauma kolektif. Proyek ini akan membutuhkan kerja sama Anda. Harap ikuti setiap instruksi dengan baik."
Di kamar lain, Sinta, seorang psikolog muda dengan rambut sebahu, juga terbangun dari ketidaksadarannya. Ia merasa bingung. Seingatnya, ia baru saja merayakan kelulusan magisternya. Ia melihat sekeliling, merasakan ketakutan yang merayap di hatinya. Ruangan yang ia tempati sangat mirip dengan milik Reno. Suara yang sama terdengar, memberikan penjelasan yang sama. Sinta, dengan naluri profesionalnya, langsung merasa ada sesuatu yang tidak beres. Proyek riset macam apa ini?
Andri, seorang seniman pemalu yang karyanya penuh dengan emosi, membuka matanya. Ia melihat sebuah kanvas kosong di sudut ruangan. Instingnya mengatakan bahwa ia harus segera melukis, tetapi ia tidak tahu harus melukis apa. Ia tidak dapat merasakan apa-apa, seolah-olah emosinya telah hilang. Suara yang sama mengulang pesan yang sama, dan Andri hanya bisa terdiam.
Di kamar yang berbeda, Lia, seorang guru yang penuh kasih, merasa panik. Ia memikirkan murid-muridnya. Apakah mereka baik-baik saja? Apakah ia akan bisa kembali ke sekolah? Ia mencoba memutar kenangan tentang hari terakhirnya. Ia hanya ingat, ia sedang mengoreksi ujian murid-muridnya. Suara yang sama pun terdengar, tetapi tidak ada kata-kata yang dapat menenangkan hatinya.
Di kamar terakhir, Banu, seorang veteran perang dengan wajah yang keras, mengamati sekeliling. Ia telah melalui banyak hal, dan ia tahu bagaimana harus bereaksi terhadap situasi yang aneh. Ia memeriksa setiap sudut kamar, mencoba mencari celah atau alat apa pun yang dapat membantunya keluar. Ia tidak percaya pada "proyek riset" ini.
"Para partisipan, harap keluar dari kamar Anda. Pintu akan terbuka secara otomatis," suara itu kembali terdengar. Pintu besi yang kokoh terbuka. Mereka keluar ke sebuah koridor panjang, melihat satu sama lain untuk pertama kalinya. Mereka adalah lima individu yang sangat berbeda, disatukan oleh nasib yang sama.
"Siapa kalian?" tanya Reno, dengan suara yang tegas.
Sinta menjawab, "Saya Sinta. Saya seorang psikolog."
"Reno. Jurnalis," balas Reno.
Andri hanya mengangguk, terlalu malu untuk berbicara. Lia, dengan senyum ramahnya, menyapa mereka, "Saya Lia. Senang bertemu kalian."
Banu hanya mengamati mereka tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Mereka berjalan menyusuri koridor, dan di ujungnya, mereka menemukan sebuah ruang komunal yang luas, dengan meja panjang di tengah. Suara dari pengeras suara kembali terdengar, "Anda akan bekerja sama dalam sebuah proyek. Proyek ini akan menguji kemampuan Anda untuk berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial."
Mereka duduk di meja, dengan kebingungan dan kecurigaan yang terlihat jelas di wajah mereka. "Ada yang aneh di sini," bisik Sinta kepada Reno. "Ini bukan prosedur standar untuk sebuah riset."
"Saya tahu," jawab Reno. "Pakaian ini, kamar ini... ini lebih mirip penjara."
Andri melihat sekeliling, dan matanya tertuju pada sebuah layar besar di dinding. Layar itu menampilkan sebuah grafik yang rumit. Di atasnya, sebuah tulisan kecil bertuliskan "Proyek Senja: Fase I - Pembentukan Realitas".
"Proyek Senja?" Lia mengerutkan keningnya. "Aku belum pernah mendengar nama itu."
Tiba-tiba, layar itu berubah. Muncul sebuah gambar dari sebuah desa yang hancur. Suara narasi yang lembut, tetapi penuh kesedihan, terdengar. "Di desa ini, terjadi sebuah trage...