Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Kala itu di bukit yang ada di sebelah desa tempat aku tinggal aku sedang menikmati udara yang sejuk. Aku masih ingat waktu itu saat musim semi dan layaknya anak seumuranku aku memilih bermain di luar. Ketika teman-teman sebayaku bermain menggunakan fisik mereka seperti bermain sepak bola dan kejar-kejaran, aku memilih untuk duduk di bawah pohon rindang sembari membaca buku yang kubawa dari rumah. Wajah dari teman-temanku terlihat sangat bahagia ketika bermain, yah aku tidak bisa menyalahkan mereka karena momen ini adalah momen yang langka. Seperti yang tertulis di buku yang saat ini sedang kubaca yaitu “Sejarah Perang Agape” negara kami yaitu Kekaisaran Krussia dengan negara tetangga yaitu Kerajaan Folska sedang dalam masa peperangan. Peperangan ini sudah berlangsung sangat lama dan tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Kami para anak-anak ketika di sekolah memang difokuskan untuk mempelajari perang kali ini sekaligus sebagai tenaga cadangan bagi militer Krussia. Maka dari itu momen santai seperti ini sangatlah jarang kami dapatkan, jadi aku wajar dengan muka ceria yang muncul dari teman-temanku. Akan tetapi bagiku aku tidak bisa membuang-buang waktuku seperti ini, aku ingin peperangan ini segera berakhir, maka dari itu di waktu liburku ini aku memilih untuk tetap belajar meskipun terkadang ganti suasana itu hal yang perlu. Memang semua orang berharap peperangan ini segera berakhir akan tetapi aku punya alasan kuat agar peperangan ini dapat segera berakhir, ayahku adalah salah satu tentara yang ditugaskan di garis depan dan aku ingin peperangan ini berakhir sehingga aku, ayah dan ibu bisa kembali bersama lagi. Aku tahu untuk anak seumuranku memang masih belum diperbolehkan untuk masuk ke militer oleh sebab itu aku akan belajar dengan giat karena hanya dengan demikian aku bisa berkontribusi mengakhiri peperangan yang tak kunjung selesai ini. Akan kulakukan semaksimal mungkin demi keluarga dan tanah air tempat aku dilahirkan yang sekarang bisa kulihat dari atas bukit ini.
Akan tetapi ada sedikit keanehan dari apa yang kulihat, nampak asap mengepul dari desa dan nampak beberapa orang berbaju militer yang asing berada di sana. Bukankah corak warna itu sama dengan corak warna dari Kerajaan Folska. Sepertinya kami sedang diserang oleh miter Kerajaan. Akupun langsung memberitahukan hal tersebut kepada teman-temanku yang tadi bermain, nampak ekspresi wajah mereka berubah dari yang ceria menjadi kelam. Banyak dari mereka yang terpaku tak bisa bergerak dan banyak juga yang mulai menangis sedangkan aku tidak punya waktu untuk hal tersebut karena ada satu orang yang ada di pikiranku saat itu yaitu ibuku. Akupun bergegas berlari menuju ke rumah yang sekarang mulai nampak terlihat kobaran api mengepul di atasnya. Akupun menengok kanan kiri guna mencari keberadaan ibuku, hingga akhirnya aku menemukannya, tapi ia tidak sendiri nampak seorang tentara Kerajaan berada di depannya. Melihat hal tersebut akupun berteriak memanggil ibuku, ibu menoleh kearahku dengan muka khawatir begitupula tentara kerajaan yang saat ini sedang menodongkan senapannya kearah ibuku. Aku tidak bisa mendengar suaranya karena kondisi yang ramai dengan suara teriakan dan tembakan dari senapan tapi dari gerak bibirnya aku sedikit tahu. La…ri…lah.. hal itulah yang kudengar. Tapi bagaimana aku bisa lari jika di depanku sekarang ibuku sedang ditodong senapan? Hatiku ingin sekali berlari menuju ibuku dan berusaha menlindungi ibuku namun otak dan tubuhku memilih untuk diam membeku tak mau bergerak hingga tak lama kemudian. DOR … terdengar suara tembakan dari depanku, aku melihat ibuku sudah tergeletak di tanah dan tentara yang bertanggung jawab atas kejadian itu menoleh ke arahku akan tetapi ia tampak tak berminat kepadaku sehingga ia langsung pergi menjauh dariku. Kekuatan kembali lagi ke tubuhku sehingga akhirnya aku bisa bergerak lagi, akupun langsung berlari menjauh dari desa meskipun perasaanku ingin menuju ibuku yang sudah terdiam di tanah akan tetapi naluriku untuk bertahan hidup memaksaku berlari menjauhi desa. Kehidupan ideal yang selama ini kudambakan kini hanyalah impian belaka, semua usahaku untuk giat belajar menjadi sia-sia. Sekarang aku tidak punya alasan lagi untuk menjadi militer.
Aku tak tahu berapa lama aku berlari menjauh dari desa, yang kutahu aku harus terus berlari, hingga pada akhirnya nampak seseorang yang keluar dari truk militer dan aku mengenali corak seragam miliknya, corak itu adalah milik tentara Kekaisaran Krussia. Akupun yang melihat hal tersebut langsung pingsan, mungkin karena tubuhku yang daritadi memacu adrenalin kini setelah melihat bantuan memutuskan untuk sedikit lebih tenang. Aku tak tahu berapa lama aku tak sadarkan diri hingga akhirnya aku terbangun. Langit-langit yang saat ini kutatap aku tidak mengenalinya, akupun menoleh ke kanan dan ke kiri dan aku melihat banyak orang yang tertidur di lantai. Sepertinya aku sedang di dalam kamp pengungsian, akupun beranjak dari lantai dan mencoba untuk berkeliling nampak sinar bulan menerangi tenda pengungsian. Ketika aku berada di luar tenda nampak banyak sekali tentara Kekaisaran yang mondar-mandir untuk menjaga kondisi, dan di salah satu tentara tersebut aku melihat wajah yang familiar. Wajah itu tak akan pernah hilang dari pikiranku, yah orang itu adalah ayahku. Ayahku yang tadi berbicara dengan tentara lain menoleh ke arahku dan dengan wajah panik memanggil namaku sembari bergegas ke arahku. Ayahku mencercaku dengan berbagai pertanyaan mulai dari kondisiku, apa yang terjadi di desa waktu itu hingga pada akhirnya ia menanyakan kondisi ibu. Aku yang berusaha menjawab pertanyaan ayahku menjadi terdiam ketika ayah bertanya tentang ibu dan tak kusadari air mata menetes dari mataku. Ayahku yang melihat reaksiku langsung terdiam dan berbsisik kepadaku untuk mengikutinya. Akupun menuruti apa kata ayahku dan mengikutinya dari belakang menuju hutan yang ada di sekitar kamp pengungsian. Disaat kami berada di tengah hutan yang sunyi dan tidak ada orang sama sekali ayahku kembali megulang pertanyaannya tentang ibu. Kali ini aku yang sudah tenang menjawab pertanyaan ayah, aku menjelaskan bagaimana ibu terbunuh oleh tentara Kerajaan di depan mataku sendiri. Mendengar jawabanku ayah hanya terdiam dan secara tiba-tiba ia tertawa layaknya orang gila. Di tengah tertwanya itu ia berkata
“Ah ini tak berguna, alasanku dulu masuk ke militer hanya untuk membahagiakan dan melindunginya hanya dia penyemangatku dan obatku untuk tetap waras di tengah peperangan gila ini.”
“Tapi sekarang aku bahkan tak bisa melihat kondisi terakhirnya terus untuk apa aku masuk ke militer? Untuk apa selama ini aku mempertaruhkan jiwa ragaku di garis depan kalau pada akhirnya akan meninggalkanku di belakang?”
“Aku sudah tidak punya alasan untuk tetap berada di militer, bahkan aku tidak punya alasan untuk tetap hidup.”
Ayahku yang masih bermonolog itu menoleh ke arahku dengan muka sinis
“Ah benar juga aku sudah tidak punya alasan untuk hidup begitupula denganmu anak tersayangku.”
Ayahku mengambil pistol yang ada di pinggangya dan menodongkannya ke arahku. Akupun panic dengan situasi ini, aku berteriak dan menangis dengan keras karena ketakutan. Melihat hal tersebut ayahku menurunkan pistolnya dan masih dalam keadaan tidak stabil ia berkata
“Maafkan aku maafkan aku maafkan aku maafkan aku.”
Ayahku kini menangis dan berlutut sambil menutup mukanya, aku yang meihat hal tersebut berusaha menenangkannya dengan cara memeluknya. Ayahku yang masih dalam tangisnya mendorongku menjauh darinya dan berbisik
“Maafkan ayah.” Doooorrrrrrr.
“Aaaahhhhh.”
Terdengar suara tembakan yang berasal dari pistol yang tadi dipegang oleh ayah dan seketika ayah ambruk. Melihat kejadian aku berteriak secara spontan.
Sepertinya tentara yang dari tadi bertugas di camp pengungsian mendengar suara teriakanku sehingga mereka bergegas menuju arah suara. Ketika mereka sampai mereka terkejut melihat apa yng ada di depannya. Sesosok tubuh tentara yang bagian kepalanya sudah berlubang membuat para tentara siaga karena berpikir bahwa hal tersebut ulah dari tentara kerajaan. Akan tetapi kepanikan itu sirna ketika melihat sesosok anak kecil yang meringkuk sambil menangis di dekat jasad tentara tersebut. Tentara tersebut menghampiri anak kecil itu dan berusaha menenangkannya.
“Sekarang kau bisa tenang, itu tadi pasti sangat mengerikan ya?”
“Sebenarnya kami sudah curiga dengannya, tingkah lakunya semenjak mengetahui apa yang terjadi di desanya menjadi aneh tapi kami tak berpikir bahwa ia akan melakukannya apalagi di depan anaknya sendiri.”
“Oh iya kau adalah anak dari Joseph Aleksandrovich kan?”
“Kalau tidak salah namamu adalah Dimitry Aleksandrovich.”
Akupun mengangguk mengiyakan perkataan dari tentara tersebut aku berjalan dibelakangnya menuju kembali ke camp pengungsian.
1 Tahun Kemudian
“Sudah satu tahun semenjak penaklukan wilayah Petroningrad oleh tentara kerajaan tidak membuat perang ini berakhir, malah pada kenyataannya kita mungkin akan kalah,” kata seorang sister yang sedang menyapu teras.
“Tidak ada gunanya kau memikirkan hal-hal seperti itu, lebih baik kau pikirkan cara mengurus anak-anak yang semakin lama semakin banyak itu. Mereka tidak hanya berasal dari satu daerah saja maka dari itu beberapa dari mereka kesulitan untuk bersosialisasi dengan anak lainnya contohnya seperti anak itu,” ucap salah satu sister sambil menunjuk seorang bocah yang duduk terpisah dari rombongan anak-anak lainnya.
“Ah anak itu ya, sudah satu tahun ia disini tapi nampaknya ia sudah tidak peduli lagi dengan hidupnya. Kudengar orang tuanya tewas tepat di depannya, anak yang malang semoga tuhan memberikan panduan kepadanya. Ngomong-ngomong aku dengar keluarga donatur sedang berkunjung kesini,” ucap sister yang sedang menyapu teras.
“Ah keluarga Kovalskia ya, tadi aku bertemu dengan nyonya Kovalskia di kantor sister kepala dan untuk nona Kovalskia sepertinya dia sedang berkeliling panti asuhan, mencoba mendapatkan teman baru. Sejujurnya anak itu berbeda sekali dengan ibunya yang elegan, tapi sifatnya itu ada gunanya juga,” ucap seorang sister yang masih duduk di kursi teras.
“Ngomong-ngomong soal nona Kovalskia, dia sedang di sana tuh sedang berusaha berbicara dengan anak yang pendiam itu,” ucap sister sembari menunjuk seorang bocah yang duduk terpisah tadi.
“Oh, semoga beruntung nona muda,” ucap sister yang duduk di kursi sambil tersenyum.
“La... ri… lah....”
“Maafkan ayah….”
“Ibu tewas dibunuh oleh tentara kerajaan.”
“Namamu Dimitry Aleksandrovich kan?”
Sudah setahun semenjak kejadian itu dan aku masih bisa mengingatnya dengan jelas bagaimana wajah ayah dan ibu ketika mereka meregang nyawa. Ayah,ibu mengapa kalian masih menghantuiku dan mengapa aku masih disini. Seharusnya aku ikut saja dengan mereka sehingga aku tidak merasakan rasa sakit ini terus menerus, tapi aku terlalu pengecut untuk melakukan hal tersebut.
“Halo....”
“Halo… Kau masih hidup kan?”
“Halo markas menghubungi.”
Suara menyejukkan siapa ini? Ibu? Apakah akhirnya kau mau menjemputku untuk pergi ke akhirat? Aku pun membuka mataku dan terlihat seorang wanita atau mungkin bisa kukatakan remaja berambut pendek sebahu dan tingginya sedikit lebih tinggi dariku.Matanya biru sebiru samudra yang siap untuk menelanmu dalam kegelapan yang abadi. Dilihat dari pakaian dan aksesorisnya ia bukanlah salah satu anak di panti ini dan sepertinya ia dari kalangan bangsawan. Jika kuingat lagi tadi sepertinya aku mendengar bahwa ada keluarga bangsawan dan selaku donatur dari panti asuhan ini datang berkunjung, pasti anak ini salah satu dari mereka. Aku mendiamkannya dan besikap acuh dengannya namun ia tetap tersenyum didepanku tak bergeming.
“Pergilah… ganggu anak yang lain saja sana,” ucapku untuk mengusirnya.
“Heii ternyata kamu bisa ngomong juga,” ucap wanita itu.
“Ngomong-ngomong apa serunya duduk berdiam di sini,apakah ini semacam tempat rahasia gitu?” lanjut wanita itu .
Aku yang mulai kesal dengan pertanyaannya yang tak kunjung selesai memilih pergi meninggalkannya. Seperti dugaan wanita itu masih mengikuti kemanapun aku pergi dan ia tetap memborbardirku dengan segudang pertanyaan.
“Bisa tidak kau berhenti mengikutiku?” ucapku yang mulai kesal.
“Tergantung, bisa gak kau berhenti menghiraukanku?” balasnya.
Akupun yang menyadari bahwa ia tidak akan menyerah sampai aku menanggapinya akhirnya memilih untuk menanggapinya.
“Baiklah, apa yang kau inginkan?” ucapku kepadanya.
“Nah gitu dong, pertama-tama namaku adalah Emile Olga Kovalskia, kau bisa memanggilku Emile. Dan kamu?” ucapnya sembari mengenalkan dirinya.
“Dimitry Aleksandrovich, Dimitry saja,” jawabku singkat karena tidak mau memperpanjang pembicaraan ini.
“Dimitry ya, mengapa kau tadi memisah dari anak-anak lainnya? Apakah kau menemukan sesuatu hal yang menarik ketika sendiri?” tanya Emile dengan muka penuh keingintahuan.
“Kenapa aku harus menyatu dengan mereka? Kami ini berbeda, jika kau lihat baik-baik mereka masih memiliki secercah harapan sementara aku… aku sudah tidak peduli lagi dengan dunia ini,” jawabku dengan tanpa sadar mengepalkan tanganku.
Mendengar jawabanku, Emile nampak terdiam sebentar. Senyum yang tadi ada di mulutnya kini sirna seolah-olah ia tahu masa lalu apa yang membuatku sampai bepikiran seperti itu. Namun tak lama kemudian
“Ah… ini membosankan, hey Dimitry kau disini sudah cukup lama kan? Ayolah ajak aku jalan-jalan mengelilingi panti asuhan ini,” ucap Emile yang kini mulai semangat lagi.
“Mengapa aku harus mengajakmu jalan-jalan? Kan sudah kubilang kalau aku berbeda dengan kalian,” balasku menolak permintaan Emile.
“Apa yang membuatmu berpikir kalau kita berbeda? Kau tahu namaku saja barusan,” balas Emile.
Memang jika dipikir-pikir omongan dari Emile memang ada benarnya. Akhirnya akupun setuju untuk mengajaknya jalan-jalan berkeliling panti asuhan. Aku melakukan ini bukan karena ucapannya barusan tapi karna aura ceria dari Emile yang dari tadi membuat silau.
Akupun mengajaknya berkeliling panti asuhan mulai dari taman ke kantin ke perpustakaan ke asrama meskipun cuma sampai depan dan ke ruang sister. Selama tur ini aku menjelaskan kepada Emile seluk beluk dari panti asuhan ini dan Emile ingat beberapa ruangan di panti asuhan karena ia dulu pernah sekali mengunjunginya bersama ibunya. Entah mengapa ketika tur ini aku merasa nyaman berbicara terus menerus dengan Emile. Hingga terakhir kami berhenti di taman bermain tempat kami pertama bertemu. Di taman kala itu keadaan mulai sepi karena waktu sudah menuju sore hari sehingga banyak anak-anak yang sudah kembali ke dalam asrama. Emile mengajakku duduk di tempatku tadi duduk yang kini tidak sendirian lagi.
“Gimana hari ini lumayan menyenangkan kan?, oh iya benar kan kataku kalau aku berbeda dari anak-anak itu?” ucap Emile yang berada tepat di samping kananku.
“Yah kuakui kau memang berbeda dari yang lain, jika yang lain hanya memiliki secercah harapan sedangkan kau penuh dengan harapan. Tapi hal itu tak merubah fakta kalau kita ini berbeda,” balasku kepada Emile.
Emile yang mendengarkan balasanku mulai tersenyum dan beranjak menuju tepat di hadapanku, ia menatap tajam diriku.
“Kalau menurutmu aku dipenuhi dengan harapan yang besar, maka aku rela membagikannya denganmu. Mari kita sebarkan harapan ke semua orang karena hanya harapanlah yang dapat membantu kita di masa-masa seperti ini,” ucap Emile yang masih menatapku dan tersenyum lebar ke arahku.
Mendengar hal itu tubuhku terpaku diam, rasanya seperti listrik menyambar tubuhku dan tanpa kusadari wajahku memerah layaknya buah tomat. Akupun hanya diam tak bisa berkata apapun karena ini pertama kali aku merasakan sensasi seperti ini.
“Wah lihat matahari mulai terbenam, sepertinya aku harus kembali ke kantor sister,” ucap Emile sembari berdiri.
“Jangan sedih, besok kita bisa main lagi kok hehehe,” lanjut Emile.
“Siapa yang sedih?” balasku dengan menutupi rasa malu yang dari tadi bergejolak.
Emile pun pergi ke dalam panti asuhan menuju kantor sister untuk bertemu dengan keluraganya. Ia berjalan sembari melambaikan tangannya kearahku. Akupun membalasanya dengan sedikit malu-malu.
Emile wanita yang aneh, disaat semua orang berusaha menghindar dariku namun ia malah memilih untuk mendekatiku dan anehnya ia tidak menyerah bahkan ketika aku sudah menolak eksistensinya. Dia wanita yang berbahaya.
Keesokan hari dan seterusnya aku dan Emile selalu menghabiskan waktu bersama. Di momen-momen ini kami mulai berbicara tentang diri kita masing-masing dan masih sama seperti ketika aku pertama kali berbicara dengannya tubuhku sering sekali terpaku diam setelah mendengar omongannya. Senyumnya yang selalu ia tunjukan kepadaku berhasil membuat jantungku berdegup kencang, segala tindakan baiknya kepadaku membuat otakku tak bisa berpikir logis. Nampaknya seperti yang ada di buku yang sempat aku baca dulu, aku jatuh cinta kepada Emile.
Di tengah situasi Perang Agape antara Kekaisaran Krussia dan Kerajaan Folska yang semakin memanas, perasaanku kepada Emile juga ikut memanas. Emile selalu mengunjungi panti asuhan setiap akhir pekan entah itu bersama ibunya atau hanya bersama pengawal pribadinya. Ketika Emile berada di panti asuhan kami selalu menghabiskan waktu berdua berjalan-jalan mengelilingi panti asuhan dan selalu diakhiri di taman tempat kami pertama kali bertemu. Kami selalu mengobrol tentang kejadian yang terjadi di sekitar kita akhir-akhir ini, namun hari itu sedikit berbeda.
“Kulihat-lihat jumlah anak di sini semakin banyak ya?” ucap Emile.
“Yah kami baru saja mendapatkan tambahan pengungsi dari Khmer. Mereka adalah anak-anak korban peperangan,” balasku menjelaskan situasi yang ada.
“Peperangan ini kapan selesainya, manusia hanya akan terus menderita kalau peperngan ini masih ada,” ucap Emile dengan wajah sedikit lesu.
Kala itu adalah momen pertama kalinya aku melihat wajah Emile dihiasi oleh kesedihan, karena pada biasanya wajahnya layaknya matahari yang menyinari bunga-bunga yang ada di sekitarnya.
“Dari yang kudengar kalau kita bisa merebut kembali Petroningrad maka arah peperangan ini akan menguntungkan kita lagi,” ucapku mencoba melanjutkan obrolan.
“Kau tahu keluarga Kovalskia adalah keluarga militer kan, lagipula hanya demikianlah caranya kami bisa membiayai aksi philantrophy kita," ucap Emile yang kini menengok ke arahku.
“Dan apakah kau tahu Dimitry, bahwa ayahku Nicholas adalah salah satu yang memimpin agresi ke Petroningrad dalam waktu dekat ini, dia itu orang yang hebat pasti semua akan berjalan sesuai dengan rencana,” lanjut Emile yang kini mulai tersenyum kembali.
“(Akhirnya ia kembali tersenyum) Yah dengan Petroningrad kembali ke tangan Krussia mungkin perang ini akan berakhir dan kita bisa hidup dengan harapan di tangan kita,” balasku kepada Emile.
“Yah tentara memang sangat keren, tanpa adanya mereka mungkin kita tidak akan pernah melihat akhir dari peperangan ini. Seandainya aku jatuh cinta kepada seseorang, aku yakin orang itu pasti dari militer,” ucap Emile dengan semangat.
“Kau jatuh cinta dengan tentara?” tanyaku yang terlihat penasaran.
“Tidak untuk sekarang, meskipun di usiaku yang 17 tahun ini wajar bagi seorang bangsawan untuk menikah tapi aku sudah berjanji kepada ibuku untuk lebih memperdulikan aksi philantrophy keluarga kami daripada pergi menikah,” ucap Emile.
“Tapi mungkin bisa saja perang ini segera berakhir, dengan demikian aku bisa sedikit tenang dan mungkin aku bisa memikirkan tentang pernikahanku,” lanjut Emile.
Emile yang daritadi berbicara terus menerus akhirnya berhenti ketika melihat wajahku yang terlihat sedih.
“Hey Dimitry mungkin kau bisa masuk ke militer dan ketika nanti kau menjadi pahlawan yang berhasil mengakhiri peperangan ini kau bisa melamarku,” ucap Emile.
Mendengar respons dari Emil tubuhku kembali terdiam dan wajahku nampak memerah menahan malu, aku tidak menyangka Emile akan berbicara seperti itu.
“Bercanda kok, lihat wajahmu yang memerah itu benar-benar lucu. Kau ini benar-benar mudah ditebak,” ucap Emile yang sambil tertawa ke arahku.
“Berhentilah Tertawa terus,” balasku yang masih menahan malu dan kini kecewa.
“Tapi siapa yang tahu,” ucap Emil lirih sembari berbalik membelakangiku.
Tanpa disadari matahari mulai terbenam dan kami tahu kalau itu artinya perpisahan. Emile berpamitan denganku dan beranjak menuju mobilyang sudah disiapkan oleh pengawalnya. Akupun mengantar Emile menuju mobilnya dan mengucapkan salam perpisahanku. Mobil Emile semakin menjauh dari panti asuhan dan semakin tidak terlihat namun tekad baru muncul dan semakin membesar dalam diriku.
Ayah aku akan mengikutimu, bukan ke akhirat namun aku akan masuk ke militer seperti dirimu. Dengan demikian aku bisa mengakhiri peperangan yang merenggut nyawa ayah dan ibu dan kini dengan mengakhiri peperangan ini maka aku bisa tetap menjaga harapan yang selalu muncul dari senyuman Emile untuk selamanya.
10 Tahun Kemudian
Perang Agape antara Kekaisaran Krussia dan Kerajaan Folska memang masih belum berakhir, akan tetapi perang ini mulai memasuki babak baru dimana Kekaisaran memiliki banyak keunggulan dari Kerajaan. Ditengah peperangan tersebut salah satu pasukan elit angkatan darat Kekaisaran yang dipimpin oleh Keluarga Dmitrovic akan melakukan reorganisasi dibawah pimpinan Oleksandr Dmitrovic. Tentara-tentara elit dari penjuru negeri diuji sehingga menyisakan beberapa orang yang benara-benar kompeten untuk mengisi slot baru di kelompok elit yang diberi nama unit 731. Seolah-olah alam semesta memberikan jalan kepadaku untuk mengakhiri peperangan, aku terpilih masuk ke dalam unit 731 dan aku adalah peraih nilai tertinggi sehingga membuatku mendapatkan posisi sebagai wakil kapten.
Sudah 10 tahun semenjak aku mendedikasikan diriku untuk segera mengakhiri peperangan ini demi menjaga senyum dari Emile yang sangat berharga itu. Kini aku berdiri di depan istana bersiap untuk pelantikanku sebagai wakil kapten unit 731. Di tempat ini nampak banyak bangsawan yang berkumpul, hal ini wajar karena unit 731 yang akan dilantik nanti digadang-gadang akan menjadi penentu kemenangan Perang Agape ini. Ditengah-tengah kumpulan bangsawan itu, aku melihat wajah yang tak asing. Yap tak salah lagi itu Emile dari Keluarga Kovalskia. Kami sudah lama sekali tak berjumpa, terakhir kali kami bertemu adalah ketika ia mengantarku dari panti asuhan menuju akademi militer dan setelah itu kami hanya rutin berkirim surat saja karena penempatanku selalu berada di garis depan melulu. Emile kini sudah tumbuh menjadi wanita yang lebih dewasa meskipun sifat tomboy dan ramahnya tidak hilang. Hal ini terlihat ketika ia menyadari keberadaanku, ia langsung berlari menghampiriku dengan semangat.
“Hufft hufft sepertinya aku perlu olahraga, ngomong-ngomong aku tidak menyangka si kecil Dimitry yang dulu penyendiri kini bisa berada di sini dengan bangga. Kau sudah tidak jadi penyendiri lagi kan di satuanmu?” tanya Emile dengan penuh semangat.
“Ayolah Emile jangan perlakukan lagi aku layaknya anak kecil. Bahkan sekarang kau bisa lihat bahwa aku lebih tinggi darimu dan tentu saja aku punya banyak teman di satuan baik yang masih hidup dan yang sudah berkorban demi kekaisaran,” balasku dengan penuh antusias.
“Benar juga kalau dilihat sekarang kau jadi jauh lebih gagah daripada dulu, gimana apakah kau masih ingin pergi dari dunia ini?” tanya Emile
Akupun hanya menggeleng mendengar pertanyaan Emile. Mungkin saja jika sepuluh tahun lalu aku tidak bertemu dengan Emile maka jawabanku akan berbeda
“Dimitry jauh di lubuk hatiku terdalam aku bangga denganmu,” ucap Emil sembari menepuk pundakku.
Mendengar pernyataan dari Emile itu membuatku mengingat akan janjiku di masa lalu yaitu untuk melamar Emile. Kupikir momen saat ini yaitu ketika aku mendapatkan status baru di militer ini adalah momen yang tepat untuk mengutarakan perasaanku kepada Emile. Hingga akhirnya sinyal dari atasan untuk menyuruh para tentara yang akan dilantik berbunyi dan memotong pembicaraan kami.
“Sudah saatnya ya, hey Dimitry sepertinya kau dipanggil tuh,” ucap Emile.
“Oh iya Emile, nanti sehabis pelantikan apakah kau punya waktu aku ingin bicara denganmu,” ucapku.
“Oh iya tentu saja, aku kosong kok hari ini,” balas Emile.
“Oke baiklah nanti di taman dekat istana yah,” balasku.
Emile hanya mengangguk tanda setuju dan aku segera kembali ke barisan untuk memulai pelantikanku.
Pelantikan berjalan normal layaknya pelantikan biasa. Aku sebagai wakil kepten unit 731 duduk di samping Jenderal Besar Oleksandr Dmitrovic selaku kapten dari unit 731. Dia adalah seorang pria berumur 40 tahun yang nampak gagah dan berwibawa dan hal itu gak cuma terlihat dari penampilan fisiknya saja, kemampuan berpidatonya dapat membuat orang yang mendengarnya menjadi kagum dan kembali bersemangat. Memang kepala keluarga Dmitrovic bukanlah orang biasa meskipun anehnya diumurnya yang sudah menginjak kepala 4 ia masih belum menikah.
“Untuk selanjutnya dipersilahkan kepada Jenderal Besar Oleksandr Dmitrovic selaku kapten dari unit 731 memberikan sambutannya,” ucap pembawa acara.
“Rekan-rekan seperjuangan dan Der Kaiser Aleksei III seperti yang kita ketahui bahwa situasi peperangan Agape antara Kekaisaran Krussia dengan orang-orang di Folska sana menunjukan bahwa kemenangan bagi kekaisaran hampir di depan mata kita. Akan tetapi kita tidak boleh terlena atas semua ini,untuk sekarang tindakan cepat diperlukan bagi kita untuk memenangi perang. Oleh sebab itu rekan-rekan baruku di unit 731 kalian adalah orang-orang terpilih yang memiliki tugas mulia di pundak kalian. Mata dari ibu,istri dan anak-anak kalian tertuju pada kalian. Mereka mempercayakan hidup mereka, kepercayaan mereka dan masa depan mereka kepada kalian. Maka dari itu berjuanglah dengan berani demi tanah air tercinta kita. HIDUP KAISAR ALEKSEI!!!!!! HIDUP KEKAISARAN KRUSSIA.”
Semua audiens takjub dengan pidato yang dibawa oleh kapten dan banyak dari mereka yang semakin yakin bahwa Krussia akan memenangkan peperangan ini. Yap ini adalah sesuatu yang membuatnya hebat selain darah bangsawannya, ia bisa membangkitkan semangat siapapun yang mendengarkan pidatonya.
Pelantikanpun selesai dan sesuai janjiku kepada Emile, aku segera menuju taman. Saat itu Emile sudah menungguku di bawah pohon rindang yang mengingatkanku dengan pohon yang ada di panti asuhan.
“Emile maaf, kau sudah lama menungguku?” ucapku.
“Tidak kok aku baru sampai, dan ketika aku melihat pohon ini aku jadi keingat dengan pohon yang ada di panti asuhan,” balas Emile.
“Iya pohon dimana kita pertama kali bertemu, jadi nostalgia," balasku.
“Iya kan, oh selamat sekarang kau sudah resmi jadi bagian unit 731. Ingat yah kau harus patuh dan banyak belajar dari kapten Dmitrovic dia orang yang hebat dan baik kok,” ucap Emile.
“Dia memang kelihatan seperti orang yang hebat, tunggu sebentar kau mengenalnya Emile?” tanyaku penasaran.
“Keluargaku, Kovalskia adalah keluarga yang memiliki pengaruh minim di kerajaan. Oleh sebab itu keluargaku menjalin hubungan dengan keluarga yang lebih berkuasa yaitu keluarga Dmitrovic, dan yap aku mengenalnya sejak kecil,” balas Emile.
“Oh begitu,” Balasku dengan dingin.
“Oh iya kau tadi mau bilang sesuatu kan? Apa itu aku jadi penasaran?” ucap Emile.
Inilah saatnya, momen yang sudah kutunggu sangat lama ini dan jelas sekali tubuhku terasa berat karena aku terlalu gugup untuk mengutarakan perasaanku.
“Emile….”
“Hey Dimitry kau disini ternyata.”
Pernyataan cintaku kepada Emile terpotong oleh suara seorang laki-laki yang familiar yaitu suara dari Kapten Dmitrovic.
“Hey Dimitri apakah kau lupa bahwa unit 731 ada pertemuan setelah pelantikan, posisimu lumayan tinggi loh jadi kau harus mulai disiplin atau nanti namaku juga akan ikut tercemar,” ucap Kapten sembari memarahiku.
“Maaf kapten saya lupa, saya akan segera kesana kapten,” balasku sembari dalam pose hormat
Kapten Dmitrovic melihat ke arahku dan kemudian ia juga menengok ke arah Emile.
“Kau Kovalskia kan? Apakah aku mengganggu?” ucap kapten kepada Emile.
“Tidak tuan, hey Dimitry ingat kataku tadi kau harus patuh kepada atasan. Oh iya selamat atas pelantikan anda Tuan Dmitrovic,” ucap Emile kepada Kapten.
Setelah mengucapkan hal tersebut Emile berjalan menjauhi kami berupaya untuk tidak mengganggu tugas kami lagi. Akupun hanya bisa melihatnya yang semakin menjauh dari kejauhan.
“Hey Dimitry, apakah kau berkencan dengan Kovalskia?” tanya Kapten.
“Siap tidak kapten, dia hanya teman lama saya di panti asuhan dulu,” balasku.
“Oh iya Kovalskia memang punya panti asuhan, sayang sekali,” gumam kapten.
Memang, sayang sekali momen yang sudah kubangun dari tadi harus gagal karena panggilan tugas. Tapi sepertinya ini memang takdir lagipula seingatku Emile pernah bilang bahwa keinginan terbesarnya adalah peperangan untuk segera berakhir. Jadi mungkin aku harus menunggu peperangan ini berakhir sebelum aku melamarnya. Yap masih ada kesempatan di lain waktu kok.
3 Bulan Kemudian
Selama 25 tahun kehidupanku dipenuhi suka maupun duka. Bahkan jika diingat-ingat lagi aku pernah mencoba untuk mengakhiri hidupku sendiri namun gagal karena aku terlalu pengecut untuk melakukannya. Tapi semua itu berubah semenjak kedatangan Emile di hidupku. Ia membuatku kembali melihat dunia dengan keindahannya. Bahkan alasanku masuk militer karena dirinya yang jatuh hati kepada tentara yang berusaha untuk mengakhiri peperangan ini. Ngomong-ngomong soal Emile, selain dirinya yang baik dia juga cantik. Salah satu hal tentang dirinya yang selalu ada di dalam pikiranku adalah ketika suatu hari nanti ia memakai gaun pengantin yang pasti bakalan cocok dengannya dan duduk di pelaminan bersamaku. Ah.. mimpi yang sangat indah, namun mimpi itu mungkin tidak akan hanya menjadi mimpi semata. Karena sekarang setelah aku masuk ke dunia militer berhasil sampai di posisi sebagai wakil kapten tim elit yaitu unit 731. Sekarang tinggal menunggu waktu saja untukku melamarnya.
Akan Tetapi
Saat itu di gereja tempat kami warga Krussia biasa melaksanakan pernikahan aku melihatnya. Untuk pertama kalinya aku melihat Emile yang biasanya tomboy kini tampil cantik dengan balutan gaun putih yang bercorak bunga di bagian bawahnya. Ia layaknya seorang angsa cantik yang berenang di danau Karachai. Tubuhku terdiam membeku sesaat karena mengagumi ciptaan tuhan yang ada di hadapanku ini. Emile yang awalnya terlihat kesusahan karena harus mengurus gaun panjangnya kini menghadap ke depan, ke arahku. Ia pun berjalan secara perlahan diiringi oleh pengiring pengantin perempuan menuju kearahku. Ketika ia berada tepat di depanku ia tersenyum kecil kearahku dan terus berjalan menuju altar. Di atas altar nampak seorang pastor yang siap untuk melaksanakan tugasnya. Dan disamping pastor tersebut terdapat seorang pria, yap pria tersebut adalah Kapten Dmitrovic dan ini adalah pernikahannya dengan Emile.
Aku terlambat, ketika aku mempertaruhkan nyawaku di garis depan tanpa kusadari atasanku yang sangat kuhormati melamar orang yang kucinta. Sejujurnya secara politik pernikahan mereka sangat menguntungkan. Bagi keluarga Kovalskia pernikahan Emile dengan Oleksandr berhasil meningkatkan status mereka di kalangan bangsawan sementara itu di pihak Dmitrovic pernikahan mereka seolah-olah menunjukan bahwa keluarga Dmitrovic sangat pro dengan kegiatan philantrophy keluarga Kovalskia sehingga membuat mereka nampak seperti bangsawan yang memiliki kebajikan. Hal itulah yang pertama kali kupikirkan sehingga membuatku setelah mendapatkan kabar tentang pernikahan mereka langsung bergegas ke kediaman Kovalskia untuk menanyakan kebenarannya.
Disaat aku tiba di sana aku melihatnya. Aku melihat Emile yang masih ceria seperti biasanya bahkan kali ini aura bahagianya nampak lebih besar dari biasanya dan tak ada tanda-tanda bahwa ia tertekan oleh sesuatu. Ketika kami mengobrol ia selalu menceritakan bagaimana kapten selalu bersikap baik dan romantis kepadanya. Ia bahkan sangat mendukung langkah keluarga Kovalskia untuk meningkatkan bantuan kepada panti asuhan. Aneh, biasanya jika aku melihat senyumannya aku selalu merasa tenang namun saat ini aku merasakan sakit yang mendalam di dalam hatiku. Akupun mencoba menjelaskan tentang kemungkinan adanya pernikahan politik di antara mereka, namun Emile ternyata sudah menyadari hal tersebut dan ia tidak keberatan untuk dijadikan pion politik selama tujuan philantrophynya berhasil. Akhirnya aku menarik kesimpulan bahwa Emile tahu akan resikonya namun ia tidak keberatan akan hal tersebut. Setelah mendengar semua hal tersebut dari Emile sendiri aku pamit undur diri. Sebelum aku undur diri Emile mencoba menahan diriku dan berkata dengan pelan
“Maaf Dimitry kita harus berakhir seperti ini namun inilah realita yang terjadi.”
Kemudain ia memberikan sepucuk undangan pernikahan antara Oleksandr Dmitrovic dengan Emile Olga Kovalskia kepadaku. Tangis yang kutahan kini berubah menjadi sebuah senyuman palsu, mau bagaimana lagi seorang tentara yang menangis di hadapan wanita yang akan menjadi pasangan atasannya hanya akan menjadi sebuah skandal di kalangan militer.
Itu adalah percakapan terakhir kami sebelum hari ini. Berhari-hari setelah percakapan kami itu aku jadi susah tidur. Dalam pikiranku selalu diisi berbagai kemungkinan yang sangat kusesali. Seandainya sewaktu aku masih di panti asuhan aku menyatakan perasaanku, seandainya ketika aku masuk militer aku menyatakan perasaanku, seandainya sebelum pelantikan unit 731 aku menyatakan perasaanku mungkin kenyataan akan berbeda. Namun semua itu tinggallah penyesalan, yang ada sekarang adalah realita di depanku dimana aku tidak bersama Emile lagi.
“Maka tibalah saatnya untuk meresmikan perkawinan saudara. Saya persilahkan saudara masing-masing menjawab pertanyaan saya,” ucap Pastor.
“Oleksandr Dmitrovic maukah saudara menikah dengan Emile Olga Kovalskia yang hadir di sini dan mencintainya dengan setia seumur hidup baik dalam suka maupun duka?” ucap pastor kepada Kapten Dmitrovic.
“Ya, saya mau, ” balas Dmitrovic
“Emile Olga Kovalskia maukah saudara menikah dengan Oleksandr Dmitrovic yang hadir di sini dan mencintainya dengan setia seumur hidup baik dalam suka maupun duka?" ucap Pastor kepada Emile.
“Ya, saya mau, ” balas Emile
“Dengan demikian kalian sudah resmi menjadi suami istri, silahkan mempelai pria untuk mencium mempelai wanita,” ucap Pastor
Dmitrovic mencium Emile di depan mataku langsung diirngi dengan tepuk tangan dari orang-orang yang ada di gereja bahkan Der Kaiser Aleksei III sendiri juga turut hadir di pernikahan ini. Semua orang nampak bahagia melihat pernikahan bangsawan di depan mereka ini. Aku? Aku juga bahagia namun untuk saat ini hanya di wajah saja karena sejujurnya hatiku belum bisa menerima apa yang saat ini sedang kulihat.
Beberapa Bulan Kemudian
Situasi peperangan semakin mendekati puncak. Tentara kekaisaran berhasil mencaplok sebagan besar wilayah kerajaan, dan sekarang adalah waktunya untuk mengincar target terbesar dalam peperangan yaitu ibukota Kerajaan Folska, Kurzawa. Oleh sebab itu aku dipanggil oleh kapten Dmitrovic ke kantornya yang ada di ibukota Krom untuk membahas operasi militer terbesar dalam sejarah kekaisaran. Disaat aku memasuki kantor kapten, nampak kapten sedang berbicara dengan seseorang. Dilihat dari lencana-lencana yang dipakai, orang tersebut nampak seperti orang yang penting. Dan benar orang tersebut adalah jenderal besar AD kekaisaran yaitu jenderal Anatoly Mudryk dari keluarga Mudryk. Jenderal Mudryk yang menyadari keberadaanku nampak terganggu.
“Dmitrovic, bukannya sudah kubilang kalau ini adalah pertemuan rahasia antar para jenderal besar? Terus kenapa ia ada di sini? Kau seharusnya tahu kalau sampai apa yang kita bicarakan bocor ke masyarakat maka akan terjadi kericuhan kan?” ucap Mudryk dengan nada tiggi.
“Tenang saja dia adalah orang kepercayaanku, dan lagipula kalau kau ingin rencana kita berhasil ia harus tahu kerena ia adalah kuncinya,” balas Dmitrovic dengan tenang.
“Terserah dirimu saja, tapi kuingatkan sekali lagi kau harus berhati-hati atau tidak kau akan mati cepat,” ucap Mudryk yang kini nampak sudah tenang.
“Dimitri bisakah kau menjadi anak penurut dan berdiri di dekat jendela sana, kami ada urusan untuk dibicarakan,” ucap Dmitrovic kepadaku.
“Baik kapten,” balasku singkat.
Akupun berjalan mendekati jendela besar yang memang ditujukan untuk melihat keluar. Akupun mengintip ke arah bawah jendela, nampak sebuah taman bunga yang indah. Di tengah taman bunga yang indah aku melihat wajah yang familiar, sebuah wajah yang tak pernah bisa kulupakan yah tak lain dan tak bukan itu adalah Emile. Dia masih saja terlihat cantik setelah sekian lama, baju sundress yang ia pakai menambah kesan dewasa terhadap dirinya. Namun hal yang membuatku sedikit aneh adalah bagian perut dari Emile, sepertinya Emile kini jadi sedikit lebih buncit dari biasanya. Lamunanku terpecah ketika Jenderal Mudryk tiba-tiba berdiri dan hendak keluar ruangan. Ia berjalan melewatiku sembari menunjukan wajah sinisnya kepadaku.
“Dimitry duduklah, sekarang giliranmu," ucap Dmitrovic.
Akupun mengangguk dan duduk di kursi tepat di depannya. Dmitrovic bertanya kepadaku apakah aku tadi mendengar percakapannya dengan Jenderal Mudryk? Akupun menjawab tidak meskipun aku tidak bisa jujur bahwa alasanku tidak memerhatikan pembicaraan mereka karena terlalu sibuk memandangi Emile yang ada di luar sana.
“Yah mau gimana lagi, sepertinya aku harus menjelaskan dari awal,” ucap Dmitrovic.
“Apakah kau tahu penyebab awal dari Perang Agape ini?” lanjut Dmitrovic.
“Perang ini terjadi karena pada tahun 1889 di kota Petroningrad yang dulu masih bagian dari Kerajaan Folska terjadi pembantaian etnis minoritas yaitu etnis Remonian yang masih merupakan saudara jauh dari etnis Krussian. Hal ini membuat Kaisar kala itu Ivan V melakukan agresi militer dalam rangka pembebasan etnis Remonian. Merespon tindakan itu, pihak kerajaan menyatakan perang ke kekaisaran. Dan perang ini masih terus berlanjut sampai sekarang,” jawabku.
“Yap perang yang sekarang pada tahun 1989 sudah berjalan selama 100 tahun ini memang disebabkan oleh agresi militer dari pihak kekaisaran, tapi apakah itu kebenaran yang sebenarnya?” ucap Dmitrovic sembari menunjukan senyum sinis.
Akupun terkejut dengan perntanyaan dari Dmitrovic, apkah mungkin terdapat rahasia yang tidak diketahui oleh kalangan non bangsawan? Memang jika dipikir-pikir lagi tindakan kekaisaran untuk melakukan agresi demi “menolong” saudara jauh mereka terdengar terlalu aneh.
“Untuk mengetahui motif sebenarnya dari perang Agape ini kita perlu kembali jauh ke masa lalu, bahkan sebelum Folska dan Krussia terbentuk. Kita harus kembali ke masa dimana raja pertama manusia yaitu Raja Rurik. Kau tahu ceritanya kan?” ucap Dmitrovic.
“Iya Kapten, dulu sewaktu di sekolah saya pernah mendapatkan pelajaran sejarah tentang Raja Rurik. Masa itu manusia masih terpecah belah dalam koloni kecil masih belum ada yang bisa disebut sebagai kerajaan, kecuali satu kerajaan besar yang diisi oleh orang barbar. Melihat tindakan barbar yang dilakukan oleh kerajaan itu membuat seorang pemuda bernama Rurik berkelana mengelilingi benua Azurri demi mendapatkan dukungan dari para tuan tanah untuk mengalahkan kerajaan. Dia berhasil mengumpulkan pasukan dan perang besar pertama dalam sejarah manusia tercipta. Peperangan ini berakhir dengan kemenangan dari pihak Rurik, dan Rurik melarang segala hal yang berkaitan dengan kerajaan barbarian mulai dari nama hingga tradisi. Selain itu konon katanya Rurik berhasil mengakhiri peperangan ini dengan menggunakan senjata rahasia yang ia ciptakan dan senjata ini masih terkubur di benua Azurri. Meskipun cerita ini terdengar keren dan menarik tetapi banyak sejarahwan dan ilmuan yang ragu akan kebenaran dari cerita tersebut,” balasku sembari menjelaskan secara singkat tentang pelajaran sejarah sewakt sekolah dulu.
“100 tahun lalu raja Robert dari Folska berhasil menemukan reruntuhan dari peradaban masa lampau. Diyakini kalau peradaban itu adalah peradaban dimana Rurik tinggal. Dan dalam reruntuhan itu terdapat manuskrip yang menunjukan bahwa Rurik dan senjata pemunah massalnya itu nyata. Senjata itu seperti yang ada dalam cerita, terkubur di salah satu sudut benua Azurri namun dalam manuskrip tersebut menunjukan secara spesifik bahwa senjata tersebut terkubur di antara wilayah Folska dan Krussia. Tentu saja informasi ini bocor sampai ke telinga kaisar. Kaisar Ivan yang berambisi untuk menaklukan benua Azurri tertarik dengan penemuan tersebut. Namun Kaisar Ivan tidak bisa sembarangan melakukan agresi ke Folska, ia butuh katarsis. Dan katarsis itu datang pada tanggal 1 Mei 1889 di Petroningrad. Kala itu etnis Remonian melakukan unjuk rasa kepada kerajaan karena perilaku diskriminatif yang mereka rasakan dari warga kota Folska lainnya. Sayangnya demonstrasi ini tidak berujung baik bagi pihak kerajaan yang mana kala itu dalam kekacauan menyuruh para tentara untuk melepaskan tembakan ke arah kerumunan dan menewaskan lebih dari 100 orang. Di sisi lain bagi pihak kekaisaran hal ini adalah kesempatan bagi mereka untuk melakukan agresi atas dasar kemanusiaan, dan Kaisar Ivan V tidak menyia-nyiakan hal tersebut. Pada akhirnya peperangan berlanjut sampai sekarang,” balas Dmitrovic dengan panjang lebar.
Mendengar penjelasan dari Dmitrovic entah mengapa membuatku sedikit marah. Pengorbanan yang dilakukan oleh ayah dan ibuku selama ini hanyalah demi memuaskan impian Kaisar yang bahkan didasari oleh dongeng semata? Aku tak habis pikir lagi.
“Ambisi dari Kaisar Ivan V untuk mendapatkan senjata tersebut diwariskan ke kaisar selanjutnya hingga sampai kaisar sekarang yaitu Aleksei III. Dan Aleksei jauh lebih ambisius daripada kakeknya, jika kakeknya berusaha untuk melebarkan bendera Krussia ke seluruh Azzuri maka Aleksei bermimpi untuk menyatukan seluruh manusia yang ada di planet ini seperti halnya Raja Rurik. Seperti yang kita ketahui bahwa peperangan ini sudah berlangsung selam 100 tahun dan ketika militer mengetahui bahwa tujuan perang ini adalah demi senjata yang bahkan kebenarannya masih abu-abu membuat banyak dari pihak militer kesal. Lima keluarga besar dari militer yaitu keluarga Mudryk, Lunin, Malinovskyi, Dovbyk dan Dmitrovic membentuk organisasi rahasia yang bertujuan untuk mengakhiri peperangan konyol ini dan yang paling utama yaitu menjatuhkan Kaisar Aleksei dari takhta kekaisaran dan menggantikannya dengan dewan jenderal yang terdiri dari lima keluarga besar,” lanjut Dmitrovic.
Tunggu sebentar apakah aku tidak salah dengar? Pihak militer berusaha untuk melakukan kudeta, bukankah ini salah satu dari konspirasi besar. Dan mengapa si Dmitrovic dengan entengnya memberitahukan ini semua kepadaku.
“Kami tahu bahwa kudeta ini tidak akan berhasil sebelum kita memenangkan peperangan ini, karena di luar sana masih banyak orang yang setia terhadap Kekaisaran. Namun apabila kita, militer berhasil mendapatkan kemenangan absolut dalam perang ini maka simpati rakyat terhadap Kaisar dan bangsawan akan menurun, sementara itu simpati warga terhadap militer akan meningkat. Hal tersebutlah juga yang membuat unit 731 ada. Selain tujuan utamanya yaitu untuk menjadi unit elite, unit ini juga ditujukan untuk meningkatkan citra militer kepada rakyat. Oleh sebab itu perekrutan unit ini tidak memandang bangsawan atau rakyat biasa yang penting adalah kemampuan dalam dunia militer maupun sosial,” lanjut Dmitrovic yang kini menyeruput kopi yang ada di mejanya menandakan bahwa penjelasannya telah selesai.
Akupun masih shock setelah mendengar semua penjelasan dari Dmitrovic. Maksudku orang mana yang bisa tenang setelah mengetahui semua mulai dari latar belakang peperangan hingga rencana kudeta dari pihak militer. Akupun sadar bahwa aku telah terseret ke sesuatu yang mungkin tidak bisa aku atasi.
“Tapi Kapten mengapa kau memberitahukan ini semua kepada saya?” tanyaku dengan muka masih kaget.
“Kau adalah wakilku di unit 731, kau lebih sering bersama mereka dan kau populer di kalangan kadet unit 731. Oleh sebab itu aku percaya denganmu. Dengar baik-baik aku mempercayakan dirimu untuk memimpin operasi rahasia selanjutnya dari unit 731. Misi kalian kali ini adalah menyusup ke ibukota Kurzawa dan mencari tentang manuskrip yang tadi kita bicarakan,” ucap Dmitrovic.
“Tapi kapten bagaimana caranya kami bisa menyusup ke ibukota dalam situasi perang ini?” bantahku.
“Seperti yang sudah kita ketahui bahwa pasukan utama Kekaisaran sedang menuju ke arah Kurzawa gunakan momen ketika pasukan berhasil masuk ke ibukota untuk mencari manuskrip tersebut secara rahasia. Karena aku tidak ingin divisi lain mengetahui tentang hal ini. Dengan adanya manuskrip tersebut membuat dewan jenderal memiliki keunggulan terhadap kekaisaran dan mungkin saja kita bisa memaksa pemakzulan Kaisar,” jawab Dmitrovic.
Jika pada biasanya aku langsung siap ketika diperintah oleh Dmitrovic namun kala ini aku sedikit ragu. Aku memang tidak memiliki hubungan yang spesial dengan Kaisar namun aku tahu apabila pemakzulan terjadi maka situasi sosial politik Krussia akan menjadi tidak stabil bahkan kemungkinan terburuknya terjadinya perang sipil di Krussia. Pertimbangan ini yang membuat aku masih belum menjawab perintah/permintaan dari Dmitrovic.
Melihat keraguan yang muncul di wajahku membuat Dmitrovic berdiri dan berjalan menuju ke samping jendela tempatku tadi berdiri. Ia melihat keluar dan nampak terkejut dengan apa yang ia lihat. Ia kemudian membalikan wajahnya kembali ke arahku. Diriku masih terdiam di kursi memikirkan segala kemungkinan yang bakal terjadi.
“Ngomong-ngomong Dimitri aku lupa memberitahukan kabar bahagia kepadamu. Istriku Emile ia baru saja hamil anak pertamaku. Ia terlihat sangat bahagia ketika menyadarinya. Baru beberapa hari lalu aku membawanya ke dokter dan katanya anak kami lelaki. Yah kuharap ketika ia lahir nanti ia bisa memiliki sifat baik dari ibunya dan tubuh yang kuat sepertiku hahaha,” ucap Dmitrovic mengubah topic pembicaraan.
Tunggu sebentar mengapa Dmitrovic mengubah arah pembicaraan ke Emile, apa yang sebenarnya ia tuju? Tunggu sebentar.
“Aku bahkan sudah memiliki nama untuknya yaitu Nicolaus. Aku dan Emile ingin sekali anak kita nanti tumbuh menjadi lelaki yang hebat dan kami tidak ingin ia merasakan apa yang kami rasakan dulu yaitu peperangan,” lanjut Dmitrovic.
“Apakah Emile tahu tentang rencana kudeta yang dilakukan oleh dewan jenderal?” potongku.
“Oh aku belum memberitahunya, hanya lima jenderal dan kau saja yang tahu tentang hal ini. Namun lambat laun Emile pasti akan tahu entah sebagai berita baik maupun buruk. Aku tahu resiko untuk hal ini sangat besar dan aku siap akan hal iu namun yang aku tidak siap adalah harus melihat Emile orang yang kucintai dieksekusi di depan mataku nanti. Dan bagaimana dengan Nicolaus jika ia sudah lahir nanti, ia pasti bakal dikucilkan oleh masyarakat atas tindakan yang tidak ia lakukan,” jawab Dmitrovic sembari menunjukan senyum kecil pertanda bahwa rencananya sukses.
Akupun berdiri dari kursiku dan berbalik ke arah Dmitrovic.
“Baik kapten akan saya segera siapkan kadet untuk menjalankan misi rahasia unit 731,” ucapku.
“Saya Oleksandr Dmitrovic selaku Jenderal AD memerintahkan kepada Letnan Kolonel Dimitry Aleksandrovich untuk memimpin unit 731 dalam misi rahasia yang saya sebut sebagai operasi sayap pembebasan Elang Putih, semoga beruntung dan sukses,” ucap Dmitrovic sembari memberikan surat tugas kepadaku.
“Siap,” balasku dengan hormat.
Akupun berjalan meninggalkan ruang kerja Dmitrovic. Ketika aku keluar dari mansion keluarga Dmitrovic, secara tidak sengaja aku bertemu dengan Emile. Emile terkejut ketika melihatku, namun ia terlihat bahagia. Senyumannya masih tidak berubah masih saja manis seperti biasanya. Ia menyapaku dan memanggil namaku dengan semangat. Namun aku hanya membalasnya dengan formal layaknya seorang bawahan kepada keluarga atasannya. Setelah memberi salm hormat aku menghiraukannya dan pergi menjauh darinya. Aku tahu ia pasti bingung dengan sikapku barusan, namun mau bagaimana lagi aku harus melakukannya.
Beberapa Hari Kemudian
Seperti yang dijadwalkan pasukan utama dari militer kekaisaran bergerak menuju ibukota kerajaan Folska. Diantara pasukan kala itu terdapat dua kendaraan tempur lapis baja yang diisi oleh unit 731 berusaha untuk menjalankan misi yang berbeda dari yang lain. Yah misi dari unit 731 adalah untuk mencari segala informasi tentang Raja Rurik dan senjatanya di istana Kerajaan Folska.
“Wakil kapten kudengar kau mendapatkan perintah atas operasi ini langsung dari kediaman kapten Dmitrovic ya? Berarti kau bertemu dengan nyonya Dmitrovic, ” ucap salah seorang tentara.
“Ya terus?” balasku singkat.
“Jangan berpura-pura tidak tahu, kami semua tahu kau dulu dekat dengan nyonya Dmitrovic … Ah maksudku dengan Emile Kovalskia," balas tentara tersebut.
“Sudahlah Fred jangan kau ganggu Dimitry lagi, ingat kita sedang dalam misi penting demi mengakhiri perang konyol ini,” ucap Alfred.
Alfred adalah sahabatku, kami sama-sama berasal dari barak militer yang sama sebelum bergabung dengan unit 731. Dari sanalah hubungan pertemanan kita menjadi sangat rekat. Alfred yang berasal dari bangsawan minor tidak masalah berteman denganku yang berasal dari awal biasa, bahkan selama pelatihan militer ia selalu berusaha membantuku terhadap bullyan yang dilakukan oleh anak-anak bangsawan.
“Tidak apa-apa Alfred, dengar ya teman-teman mumpung ini mungkin adalah operasi terakhir kita dalam perang ini maka aku akan menceritakan sesuaitu yang menarik,” ucapku.
“Yey sudah lama aku tidak mendengar cerita hidupmu wakil kapten,” ucap Fred.
“Jadi aku tidak tahu bagaimana rumor yang mengatakan bahwa aku memiliki perasaan dengan Emile bisa tersebar secara luas tapi aku memiliki pengakuan, memang aku dulu mencintainya bahkan sampai sekarang. Bahkan sejujurnya aku masih merasakan sakit ketika melihat Emile memakai gaun pernikahan namun tidak pernikahanku. Kala itu aku berusaha untuk tetap kuat dan memberikan ucapan selamat kepada mereka,” balasku.
“Lah kalau begitu mengapa kau tidak mencoba untuk kau tahu kawin lari seperti halnya yang ada di novel-novel romantis,” balas Fred.
Mendengar jawaban dari Fred membuat Alfred memukul kepala Fred.
“Jaga bicaramu, mau bagaimanapun orang yang di depanmu ini adalah pemimpin operasi kali ini yang berarti ia adalah atasanmu,” ucap Alfred.
Melihat kejadian tersebut malah membuatku tersenyum dan sedikit mengurangi ketegangan yang terjadi karena peperangan ini.
“Hahaha kalian boleh percaya atau tidak tapi hal tersebut, yaitu kawin lari sempat terbesit di pikiranku. Beberapa hari sebelum pernikahannya aku mengunjungi keluarga Kovalskia dan berusaha untuk mengajaknya kabur karena berpikir bahwa pernikahan ini adalah pernikahan politik yang Emile tidak setujui. Namun ketika aku di sana aku melihat Emile masih tersenyum bahkan senyumnya jauh lebih cerah daripada biasanya. Disitulah aku sadar bahwa Emile tidak menikah karena dipaksa namun atas keinginannya sendiri. di sisi lain bagiku yang sangat mencintainya, memaksanya kabur bersamaku dan menghilangkan kebahagiannya adalah sebuah langkah yang egois dan aku memastikan bahwa perasaanku kepadanya adalah rasa cinta bukan obsesi. Jika kau obsesi dengan seseorang maka kau ingin ia menjadi milikmu namun kalau kau jatuh cinta dengan seseorang maka kau ingin menjaga kebahagiannya meskipun ia tidak dapat kau miliki, paling tidak itu pengertianku tentang konsep cinta,” ucapku.
Semua yang ada di dalam kendaraan lapis baja yang mendengar ceritaku nampak terharu namun tidak dengan Alfred. Nampak dalam wajahnya senyum bangga seolah-olah ia bangga dengan perkembangan diriku.
“Wakil kapten… tidak maksudku Dimitry, kau baru saja mendapatkan rasa hormatku kau memang benar-benar pria sejati,” ucap fred.
“Dimitry sekarang kau sudah tumbuh menjadi pria,” ucap Alfred.
Akupun dengan sedikit malu meminta mereka untuk berhenti melakukan hal tersebut dan aku menghadap ke depan, ibukota Kerajaan Folska yaitu Kurzawa mulai nampak. Ini dia misi terakhirku, jika misi ini sukses peperangan juga akan berakhir. Perjuangan kami selama ini akan membuahkan hasil. Ayah,ibu dan Emile doakan aku agar berhasil.
Pasukan kami mulai memasuki kota Kurzawa dan seperti yang diperhitungkan tidak ada perlawanan dari pihak kerajaan. Kami dengan bebas masuk ke tengah kota dan bersiap menuju istana kerajaan. Akupun menyuruh tim yang ada di kendaraan satunya untuk berpencar menelusuri kota demi mencari segala informasi yang berhubungan dengan Perang Agape dan Raja Rurik. Aku memang sengaja tidak memberitahukan kepada mereka tentang manuskrip senjata Rurik karena itu memang keinginan dari Dmitrovic. Akupun bersama anggota yang tersisa ikut rombongan utama menuju ke istana. Kala itu pasukan dipimpin oleh Jenderal Anatoly dari keluarga Mudryk. Sesampainya kami di istana aku diperintah oleh jenderal Mudryk untuk menggeledah seluruh istana sementara Jendral Mudryk bertemu dengan Raja Folska yaitu Raja Robert II.
Ketika kami menggeledah istana, para penjaga istana nampak membiarkan kami hingga akhirnya kami tiba di suatu ruangan. Ruangan tersebut berada di bawah istana dan nampak dijaga oleh dua penjaga yang membawa senapan laras panjang. Akupun menyuruh mereka untuk minggir jika mereka masih sayang dengan nyawa mereka. Namun mereka tetap tak bergeming dan malah mengarahkan senjata mereka kepada kami. Kala itu tinggal tersisa aku dan Alfred saja yang ada di ruangan tersebut karena aku menyuruh yang lainnya untuk berpencar, namun aku dan Alfred saja sudah cukup untuk mengalahkan kedua penjaga tersebut. Kedua penjaga tersebut selalu berteriak bahwa mereka lebih memilih mati daripada menjadi tahanan Krussia. Alfred yang masih memiliki sifat ala kstaria dulu mengabulkan permintaan mereka. Alfred mengarahkan senjata mereka ke wajahnya dan memberikan penghormatan terakhir dengan cara membunuh mereka. Setelah berurusan dengan mereka aku dan Alfred mendobrak paksa pitu tersebut dan di dalamnya ternyata adalah ruang harta miliki Kerajaan Folska. Namun pandangan kami tidak tertuju dengan mengkilapnya emas yang ada di sekitar kami melainkan kepada kotak yang bagian atasnya adalah kaca sehingga kita bisa melihat isi di dalamnya. Dan didalamnya nampak sebuah manuskrip kuno yang selama ini kita cari.
Setelah berhasil mengamankan tujuan utama, kami bergerak menuju ke ballroom istana tempat perundingan antara Jenderal Mudryk dan Raja Robert II. Melihat kedatanganku membuat Mudryk langsung menghentikan apapun yang ia lakukan dan berjalan menujuku.
“Apakah kau mendapatkannya?” tanya Mudryk.
“Iya jenderal,” jawabku singkat.
Mendengar jawabanku Mudryk berbalik ke arah pertemuan dan bersiap mengucapkan sesuatu.
“Tuan-tuan seperti yang kita bahas tadi tentang penyerahan diri Kerajaan Folska terhadap kekaisaran Krussia maka sesuai persetujuan tadi aku menunjuk Letnan Kolonel Dimitry Aleksandrovich sebagai perwakilan Kekaisaran Krussia dalam perundingan yang bakal diselenggarakan di istana 3 hari lagi,” ucap Mudryk dengan lantang.
Akupun yang mendengar deklarasi dari Mudryk terkejut namun tidak dengan semua orang yang ada di dalam ruangan, mereka nampak sudah mengetahui tentang hal ini. Mau tidak mau aku harus menerima hal ini karena ini adalah perintah dan mempersiapkan segala sesuatu untuk tiga hari lagi.
Di saat kami akan mendirikan tenda untuk menginap, aku mendapatkan laporan dari salah satu kadet yang kukirim untuk menggeledah kota Kurzawa. Dalam pesannya itu ia memintaku untuk menemuinya di salah satu toko barang antik yang terletak tak jauh dari istana. Akupun menghampirinya, disana aku melihat rekanku bersama seorang kakek tua yang kuasumsikan sebagai pemilik toko. Akupun menanyakan tentang apa yang ia temukan, sang kakek itupun berdiri dan berjalan ke arahku berusaha untuk menuntunku ke suatu tempat. Akupun mengikuti kakek itu dari belakang, ternyata kakek itu menuntunku ke basementnya dan disana ia menunjukan sesuatu.
“Ini… tak salah lagi ini pasti berhubungan dengan Rurik,” ucapku ketika melihat barang yang ada di depanku ini.
Di sore hari pasukan kami sudah selesai mendirikan tenda untuk menginap di Kurzawa. Karena tidak mungkin kita harus menarik mundur pasukan tiga hari sebelum perundingan penyerahan diri Kerajaan. Di tengah waktu aku akhirnya bisa sedikit bersantai, Jenderal Mudryk menghampiriku. Ia bilang bahwa ia punya urusan yang harus diselesaikan di Krom dan ia menunjukku sebagai penggantinya selama ia absen. Lagi-lagi aku syok dengan keputusan Mudryk namun kemudian aku paham dengan maksudnya ketika ia bicara bahwa urusannya berhubungan dengan langkah selanjutnya dari dewan jenderal. Mudryk memintaku untuk menyerahkan manuskrip yang kami temukan di ruang harta kerajaan. Akupun memberikannya dan ia mengucapkan terima kasih dan ia mengucapkan semoga beruntung dalam perundingan. Iapun mulai pergi dari kamp militer dan beranjak kembali ke Krom.
Tiga hari kemudian perundinganpun dimulai. Kami sebagai pihak pemenang dalam perang ini meminta, pertama agar Kerajaan Folska yang sudah berdiri bahkan jauh lebih lama dari Kekaisaran Krussia untuk menghapus status mereka sebagai Kerajaan independen. Sebagai gantinya kami menginginkan Folska menjadi negara bagian dari Kekaisaran Krussia dan Raja Robert II dan nanti penerusnya akan menjadi gubernur wilayah Folska. Kedua kami meminta untuk membebaskan semua tahanan perang yang berasal dari kekaisaran dan menghapus kamp konsentrasi yang ditujukan untuk tahanan perang dari Kekaisaran. Ketiga kami berjanji untuk tidak melakukan genosida maupun diskriminasi terhadap warga Folska, tidak seperti Kerajaan yang melakukan genosida terhadap etnis Remonian yang minoritas. Keempat dan terakhir kami meminta agar para pelaku kejahatan manusia dari Kerajaan Folska untuk ditangkap dan diadili dalam sidang yang dilaksanakan selambat-lambatnya satu tahun semenjak penyerahan diri ini disetujui.
Pada awalnya Raja Robert II nampak sedikit kesal dengan permintaan kami, namun setelah ia berdiskusi dengan penasehatnya dan melihat kondisi ruangan yang dipenuhi oleh kesuraman dari pihak Kerajaan pada akhirnya Robert menyetujui proposal dari kami. Kamipun juga pada akhirnya ikut lega karena peperangan yang sudah terjadi selama seratus tahun ini akhirnya berakhir dengan damai.
Perundingan kami disiarkan secara langsung oleh TV dari kedua pihak. Nampak perbedaan dari respon masyarakat menanggapi hasil perundingan ini. Warga Krussia bersorak gembira karena peperangan yang melelahkan ini akhirnya berakhir bagi kemenangan mereka sementara itu di sisi lain warga Folska diselimuti oleh kesedihan karena meskipun dalam perjanjian ditulis bahwa tidak akan ada diskriminasi yang ditujukan kepada warga Folska namun pada prakteknya diskriminasi adalah hal yang tak terlewatkan. Hari itu hampir seluruh kanal berita di Benua Azzuri memberitakan tentang berakhirnya perang Agape, namun mereka belum siap untuk hal yang akan terjadi beberapa saat lagi.
Perundingan kami berakhir dan aku bersama unit 731 kembali ke tenda dan bersiap untuk membuat laporan terhadap istana. Sesampainya di kamp aku terkejut ketika melihat TV karena pada awalnya aku berpikir bahwa akhir perang agape akan menjadi headline news untuk beberapa hari ke depan namun saat aku melihat TV aku tidak melihat headline news tentang perang Agape namun aku melihat hal lain yang lebih membuatku kaget.
“Breaking news langsung dari kediaman Dmitrovic di Krom. Terjadi ledakan yang menghancurkan mansion milik keluarga Dmitrovic. Sumber ledakan diperkirakan berasal dari ruang rapat yang secara kebetulan juga sedang terjadi pertemuan rahasia dari kelima jenderal militer Kekaisaran. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa dalang dari serangan ini adalah kelompok teroris anti pemerintah. Daftar korban jiwa dalam insiden ini yang sudah diketahui antara lain: Anatoly Mudryk, Vladimir Lunin, Vitaly Malinovskyi, Mikhailo Dovbyk, Oleksandr Dmitrovic dan Emile Dmitrovic.”
Mendengar hal tersebut semua kekuatan yang ada di tubuh menguap begitu saja, aku bahkan tidak bisa berdiri dan jatuh tersungkur ke tanah. Sekilas aku mengingat kembali kenangan yang aku dan Emile buat saat kami masih di panti asuhan senyumannya kala itu yang berhasil membuatku tetap hidup atau omongannya yang selalu membuatku bersemangat kini hanya kenangan dan kenangan itu berakhir dengan suara teriakan memanggil namaku yang ternyata berasal dari rekan-rekanku, setelah itu aku pingsan tak mengingat apapun.
Beberapa Hari Kemudian …Taman Makam Pahlawan Krom
“Hari ini kita berkumpul di sini untuk mengucapkan selamat tinggal untuk terakhir kalinya terhadap para pahlawan yang dengan gagah beraninya berjuang dalam perang Agape dan gugur sebagai pahlawan perang. Semoga tuhan menerima jiwa-jiwa pemberani di surga abadinya, amen,” ucap seorang tentara yang memimpin upacara pemakaman.
Seharusnya tentara yang memimpin upacara pemakaman adalah orang yang penting karena ia adalah pengganti dari para jenderal yang tewas dalam serangan bom kala itu, namun aku sudah tidak peduli lagi dan hal ini membuatku lupa dengan namanya. Setelah itu satu persatu peti yang diturunkan ke liang lahat, dan aku masih bersikap apatis terhadap hal tersebut hingga pada akhirnya giliran peti milik Emile. Aku memandangi peti tersebut cukup lama dan aku tahu kalau aku tidak bisa berbuat apa-apa yang bisa kulakukan sekarang hanyalah menahan rasa sedih yang dari tadi berusaha untuk meledak. Di tengah prosesi pemakaman tersebut aku mendengar suara dari ibu-ibu istri dari militer yang hadir dalam prosesi pemakaman kala itu.
“Hei apakah kau tahu rumornya serangan ini dilakukan oleh etnis minoritas Javan yang ada di perbatasan dengan Folska, kau tahukan kalau mereka sebelum perang Agape adalah warga Folska dan semenjak agresi kita ke wilayah mereka, mereka dipaksa menjadi seorang Krussia,” ucap salah seorang ibu-ibu.
“Mungkin saja namun namun kemungkinannanya sangat kecil, maksudku meskipun mereka memiliki motif namun mereka tidak punya kuasa untuk melakukan itu. Kau tahu sendirikan kalau wilayah Javan itu sangat terisolir jadi kecil kemungkinan bagi mereka untuk mendapatkan logistic untuk melakukan tindakannya dan lagipula bagaimana mereka mengetahui momen dimana lima jenderal besar sedang dalam satu ruangan. Semua ini terlalu tidak masuk akal jika menyalahkan Javan sepenuhnya,” ucap ibu-ibu satunya.
“Jadi apakah maksudmu….”
Sebelum ibu-ibu itu menyelesaikan kalimatnya terdengar suara dari pemimpin upacara untuk mempersilahkan Kaisar Aleksei untuk berpidato dalam upacara pemakaman itu.
“Rakyatku tersayang kita berkumpul hari ini untuk mengantar para pahlawan perang yang telah berjuang demi kemenangan kita. Saya pribadi turut berduka cita saya kehilangan guru, mentor dan teman yang baik dan saya harap jiwa mereka dapat dengan tenang di surga abadi…..”
Aku hanya bisa menggeram dalam diam dan sebelum kaisar menyelesaikan pidatonya aku memilih untuk beranjak meninggalkan pemakaman.
Beberapa Hari Kemudian … Istana Kekaisaran Krussia
Pada malam itu aku Alfred dan Fred pergi mengunjungi istana. Aku tidak memberitahukan tujuanku kepada Fred dan Alfred bahkan aku juga tidak menghubungi pihak Der Kaiser terlebih dahulu. Dan seperti dugaanku, ketika kami berada di depan ruang kerja Der Kaiser kami dihadang oleh penjaga kaisar. Mereka menanyakan tujuan kami dan akupun berkata bahwa aku memiliki sesuatu yang bakal menarik minat Der Kaiser. Penjaga tersebut berdiskusi sejenak dan pada akhirnya ia masuk ke dalam ruangan meminta izin dari Der Kaiser. Beberapa menit kami menunggu diluar, akhirnya penjaga tersebut mempersilahkan aku saja untuk masuk. Akupun menyuruh Fred dan Alfred untuk bersiaga dan berbisik kepada mereka kalau hal tidak berjalan sesuai rencana aku ingin mereka memberitahukan kepada anggota unit 731 lainnya untuk melakukan sesuatu. Setelah aku selesai berbicara dengan merek aku pun masuk ke dalam ruang kerja Der Kaiser dan di sana nampak Kaisar Aleksei III sudah menungguku.
“Hey Alfred kau tahu apa yang wakil kapten… maksudku kapten bicarakan di dalam sana dengan Der Kaiser? Kalian kan teman lama pasti kau sudah diberitahu olehnya secara rahasia,” Tanya Fred kepada Alfred.
“Tidak, dia tidak bicara apa-apa kepadaku dan saat ini aku tidak mengenalinya lagi semenjak kematian Emile dia berubah menjadi orang berbeda, semoga ia tidak bertindak bodoh di dalam sana,” balas Alfred.
Satu jam kemudian aku keluar dari ruang kerja Der Kaiser. Fred dan Alfred sekilas melihat ekspresi dari Der Kaiser yang nampak marah di sisi lain ketika mereka melihatku mereka mengatakan bahwa mulutku tak berhenti tersenyum semenjak keluar dari ruang kerja Der Kaiser. Akupun hany berkata kepada mereka berdua.
“Siapkan pasukan besok adalah hari kita untuk bertindak.”
Fred dan Alfred hanya mengangguk mendengar perintahku tanpa bertanya lebih lanjut.
Keesokan Harinya… Aula Istana Krussia
Di aula istana tempat aku bertemu kembali dengan Emile setelah karir militerku, kini aku berdiri di tengah-tengah sama seperti ketika Dmitrovic bersiap dalam pidato pembukanya sebagai kapten unit 731.
“Setelah penyelidikan lebih lanjut ditetapkan bahwa grup teroris Manuk Elang dari Javan bertanggung jawab atas serangan bom yang menewaskan lima Jenderal militer. Oleh sebab itu saya Aleksei III selaku Kaisar Krussia memberikan kenaikan pangkat kepada saudara Dimitri Aleksandrovich sebagai apresiasi terhadap kinerjanya dalam mengakhiri perang Agape ini menjdai jenderal dan memberikan kepadanya wewenang untuk melakukan langkah selanjutnya dalam pemberantasan teroris khususnya kelompok Manuk Elang dari Javan di wilayah Kekaisaran Krussia. Dan diharapkan bagi divisi lain agar patuh dan membantu proses pemberantasan teroris yang dilakukan oleh unit 731 dan Dimitri.”
Jika pada normalnya ketika terjadi kejadian seperti ini orang-orang akan bertepuk tangan dan menyambut meriah namun kala itu semua orang terdiam nampak tak percaya dengan apa yang barusan dikatakan oleh Der Kaiser. Karena pada dasarnya Der Kaiser baru saja memberikan akses penuh militer kepada satu orang yang bahkan bukan bangsawan. Tanpa memperdulikan hal tersebut aku naik ke podium dan membacakan pidato pertamaku.
“Rekan-rekan militer dan Der Kiser Aleksei III saya sangat merasa terhormat dengan peran baru saya dalam militer. Saat ini, saat saya membacakan pidato pasukan utama dari unit 731 sudah bergerak menuju Javan dalam rangka pengidentifikasikan terduga anggota teroris Manuk Elang dan saya harap dari divisi lain dapat segera membantu upaya kami untuk menjaga perdamaian yang baru saja tercipta. Sementara itu untuk warga Javan diharapkan untuk tidak panic karena kami hanya menangkap anggota teroris saja, kami bukanlah orang barbar yang menghancurkan kota dengan membabi buta jadi beristirahatlah dengan tenang.
HIDUP KAISAR ALEKSEI III!!!!! HIDUP KEKAISARAN KRUSSIA!!!”