Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Aku tidak habis pikir, bahwa dunia ini sungguh tidak adil. Namun aku selalu terus berfikir positif akan hal itu. Dibalik ujian yang Tuhan berikan padaku, ada hikmah dan pelajaran yang dapat kupetik. Negeriku Indonesia adalah negeri merdeka. Namun hanya tulisannya saja merdeka. Isinya tidak. Kita dihadapkan dengan ketidakadilan, perbedaan, ketidakkemanusiaan, dll. Sehingga bisa dikatakan bahwa Indonesia ini miris. Bukan menjelek-jelekkan negeriku sendiri. Tapi, inilah kenyataannya. Kita dihadapkan dengan melawan bangsa kita sendiri juga bangsa lain. Aku juga tidak menyalahkan pemerintah, namun setidaknya pemerintah harus memberikan contoh yang baik bagi rakyatnya agar hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
Aku hidup di keluarga yang kurang mampu. Ayahku bekerja sebagai pelayan. Dan ibuku hanya sebagai ibu rumah tangga. Kami sekeluarga ada lima bersaudara. Dan aku adalah anak ketiga yang juga berperan sebagai tulang punggung keluarga. Saat lulus SMA aku sudah bekerja di sebuah pertokoan besar seperti mall. Perjalananku cukup sulit di sini. Dengan lingkungan kerja yang kurang menyenangkan akibat persaingan kerja. Jangan bilang, bekerja di mall itu menyenangkan. Dan tidak selalu menyenangkan. Dari segi gaji saja belum tentu bisa menutupi kebutuhan sehari-hari. Dari segi masa depan saja juga kurang, jenjang karir hanya begitu-begitu saja. Namun sebagian orang sudah nyaman berada di zona seperti itu. Karena bagi mereka mungkin tak ada tempat lain yang menurutnya lebih baik. Atau juga memang individu tersebut menyadari kemampuannya hanya cukup berada di zona tersebut. Lain halnya dengan orang yang berkeinginan tinggi dan berkemampuan hal itu baginya tidaklah cukup. Individu tersebut selalu haus untuk belajar dan melangkah maju.
Pengalamanku bekerja di Mall suka dukanya ialah mendapati rekan kerja yang rata-rata memiliki sifat iri dengki. Ada yang baik di depannya saja, adapula yang suka terang-terangan menunjukkan dirinya seperti, "Ini loh saya!". Persaingan yang tidak sehat itu justru membuat lingkungan kerja tidak sehat pula. Dan banyak beberapa karyawan yang tidak betah berada di zona tersebut. Dari kata-kata yang menyakitkan, perilaku seperti bullying, cara menjatuhkan rekan kerjanya, dll. Semua itu menurutku kerap terjadi tidak hanya di Mall saja. Dan pada akhirnya dikondisi yang benar-benar tidak bisa dipertahankan. Kata resign pun tiba. Kita tidak bisa menyalahkan. Karena memang begitulah dunia kerja. Ketika dirasa hal itu kurang baik untuk kita. Saat itu juga kita berani mengambil keputusan dan menerima resiko atas keputusan yang kita ambil.
Atas segala pertimbangan yang matang, kurasa sama sekali tidak merasa menyesal resign dari tempat tersebut. Bahwa aku sama sekali tidak menaruh ijazah untuk bersedia ditahan. Akhirnya aku terbebas dari rekan-rekan kerjaku yang toxic di sana. Kurang lebih 3 bulan lamanya aku menganggur. Selama menganggur, pekerjaanku tidak hanya duduk manis di rumah saja. Melainkan sedang mencari informasi lowongan kerja dimana-mana. Pengalamanku bekerja di toko/ mall membuatku tak ingin lagi bekerja di situ. Selain gajinya yang tidak UMK, serta lingkungan yang tidak sehat tak bisa dipertahankan.
Lalu aku beralih mencoba memasuki CV yaitu badan usaha non-hukum. Perusahaan kecil yang masih belum menjadi PT. CV itu bergerak dibidang tekstil/ garment. Kebetulan aku belum memiliki skill dibidang itu. Terutama menjahit. Dengan modal nekat dan sekedar coba-coba. Tidak menyangka setelah melalui proses aku diterima begitu saja. Saat diterima, aku ditempatkan di bagian Finishing yaitu proses akhir dalam sebuah produksi. Finishing diantaranya meliputi quality control, packaging dll. Di sini kita pasti mengecek satu persatu produk sebelum benar-benar dipasarkan atau dijual. Namun bagian itu bukan bagian tetap saya. Karena pada saat itu saya sedang dalam tahap penilaian alias training. Setelah di tempatkan ke bagian finishing, aku di pindah ke bagian Washing yaitu proses pencucian. Agak berat di sana, namun ada juga yang ringan. Mungkin dirasa penilaian mereka aku tidak cocok di sana, akhirnya aku di pindah lagi ke bagian Sewing yaitu menjahit. Whats menjahit?! Aku tidak bisa menjahit! Bagaimana ini?! Bisa-bisa aku tidak lolos training!
Ternyata di Sewing tidak semuanya orang menjahit di sana. Ada yang menjadi Elly dan Melly, ada QA, ada juga CPI. Bagian Elly dan Melly tugasnya sama yaitu mengecek panel atau pakaian jadi atau setengah jadi sebelum dibawa ke Finishing. Sedangkan CPI tugasnya mengecek panel yang sudah di cutting untuk di jahit. Biasanya yang di cek tidak hanya panel saja melainkan beserta komponennya.Dan aku saat itu berada di bagian Melly. Ternyata mudah bagiku di sana, akhirnya aku lolos dan tetap di bagian itu aku bekerja. Suasana kerja di sini lumayan baik begitu juga dengan lingkungan kerjanya. Sayangnya besaran gaji yang diterima tak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Mungkin karena belum PT kali ya?
Sudah 6 bulan lamanya aku bekerja di CV tersebut. Tak ada yang benar-benar baik-baik saja. Pasalnya aku baru mengalaminya sekali seumur hidupku. Saat atasanku tak sabaran ingin pekerjaannya cepat selesai. Aku harus mondar-mandir mengurus pattren yoke celana panjang ke sample room. Berkali-kali ke ruangan tersebut berharap pesananku untuk dibuatkan pattren yoke sudah selesai dikerjakan. Nyatanya belum. Aku telah melakukan kesalahan. Aku bilang kepada atasanku bahwa kali ini mungkin sudah selesai. Nyatanya masih dikerjakan. Saat aku kembali ke tempatku, tiba-tiba atasanku melempar kursi ke hadapanku. Beruntung tidak mengenaiku. Saat aku membalikkan badanku, aku benar-benar terkejut saat itu dan kecewa. Kupikir atasanku ini orang yang baik dibalik dia keras dengan bawahannya. Ternyata aku salah. Ia telah menjadikanku pusat perhatian. Apa salahku? Yang membuat pattren, kan bukan aku? Aku hanya memesan saja. Apa itu tanggung jawab kinerjaku? Tidak sepenuhnya, kan? Itu hanya kualitas SDM mereka aja yang lemot. Seharusnya dia sebagai atasan, terjun sendiri melihat bagaimana kondisi di sample room. Bukan malah terima beres, aku pun juga bisa jadi seperti dia. Bukan malah main salahkan orang saja. Seandainya kursi itu mengenaiku bagaimana? Ini bisa dilaporkan sebagai kekerasan dalam pabrik?! Hatiku teriris karena ini adalah pengalaman pertamaku. Akhirnya aku berhenti setelah aku memikirkannya. Tempat ini tidak cocok denganku, apalagi dengan besaran gajinya yang tak sepadan dengan jerih payahnya. Yah, wajar sih UMK di kota ini tak begitu besar. Sedang CV tempatku bekerja belum menjadi PT, wajar aja gajinya kecil.
Kemudian aku beralih di perusahaan garment ekspor terbesar di Kota ini. Tentunya statusnya sudah PT. Seperti biasa tujuanku mencobanya karena gajinya yang terbilang cukup tinggi, aku mendengarnya kata orang-orang yang pernah bekerja di sana. Dan rumor tidak baiknya mengatakan di sana orangnya kejam-kejam dan kasar. Banyak orang yang bekerja di sana berhenti karena tidak betah. Aku tidak peduli tentang itu. Dipikiranku saat itu jam kerjanya dan besaran gajinya yang sesuai jerih payah. Kalau di garment CV waktu itu gaji karyawan tidak sama. Yang menjahit gajinya lebih besar, sedangkan yang tidak menjahit gajinya lebih kecil. Selisih berapa aku tidak tahu. Karena saat itu aku tidak mencari tahu dan tidak membuat perbandingan. Di sini aku sudah melakukan observasi. Semua karyawan gajinya sama, kecuali yang sudah diangkat tetap/ operator. Tentunya mereka yang diangkat sudah melalui proses penilaian kepribadian selama di tempat kerja, karakter, kedisiplinan, absensi dll.
Tidak sampai 1 bulan, dua minggu lamanya aku berada di BLK setelah lolos interview di perusahaan garment itu. Lalu masih training lagi setelah dinyatakan lulus di BLK belajar menjahit. Selama training kita mendapatkan kompensasi. Meski terbilang sedikit kompensasinya bagiku lumayanlah buat tambah-tambah. Dipikiranku setelah aku bisa masuk di PT. Garment ini aku berharap bisa kuliah sambil bekerja. Tak kusangka hal itu terwujud begitu saja. Aku mendapatkan banyak pelajaran di sini, terutama pelajaran hidup. Isu atau rumor yang dikatakan di sini orangnya keras-keras dan kasar. Itu benar adanya. Tapi demi bisa kuliah sambil bekerja aku tak peduli itu. Pada akhirnya aku terbiasa dengan hal-hal yang menyakitkan. Bahkan lebih menyakitkannya bahwa di sini kita hanya bisa menganggap mereka cukup sebegai rekan kerja saja. Tidak bisa kita menganggapnya seperti saudara atau teman. Karena semua di sini bersaing satu sama lain. Dan tentunya persaingan itu 90% tidak sehat. Begitu juga dengan atasan kita.
Aku mendapati kepercayaan dari atasan untuk menghandle bagian tertentu. Tentu saja rekan kerjaku iri padaku. Dengan segala cara ia menjelek-jelekkan aku ke rekan-rekan kerja lainnya. Beruntung atasanku saat itu bisa menilai mana yang benar dan salah. Hal yang bikin aku sedih dan sangat miris. Mengapa begitu tulusnya aku berteman dan tidak membicarakan rekan satu sama lain. Itu salah! Aku dijadikan bahan pembullyan saat itu. Ternyata pembullyan tidak terjadi di sekolah-sekolah saja namun di tempat kerja seperti di kantor atau di Industri-Indu akstri kecil maupun besar lainnya. Aku heran, betapa rendahnya moral mereka padahal mereka di sekolahkan untuk menjadi pribadi yang baik dan berpengetahuan. Nyatanya sekolah saja tidak cukup bagi mereka ya? Atau memang mereka tak paham nilai-nilai pancasila yang sudah diajarkan di Sekolah Dasar. Sangat kasihan! Kurasa hal ini pemerintah harus tahu dan penetapkan peraturan baru. Atau aku yang tidak tahu, sebenarnya peraturan tindak kekerasan dan pembullyan itu benar adanya di SOP perusahaan atau Ketenagakerjaan. Hanya saja yang bertanggung-jawab atas hal itu juga tidak tahu.
Saat itu aku sedang bekerja sambil berbicara. Tanganku tidak diam. Apa salahnya sambil berbicara toh tidak sesering itu juga bekerja sambil mengobrol. Tiba-tiba punggungku dipukul dengan patren yang terbuat dari seng. Sakit sekali, tidak sekali tapi dua kali. Aku terkejut, emosiku langsung memuncak!
"Ada apa mbak?!"
"Kalau kerja itu jangan sambil ngomong!" bentaknya dengan mata keruhnya yang melotot.
"Kamu siapa marah-marah begitu, formance juga bukan!" kataku menahan emosi. Ingin kubalas rasanya. Tapi apa bedanya dengan dia!
"Kalau aku bukan formance kenapa memangnya hah!"
Ya Allah, kenapa begini sekali. Apakah orang ini sebenci itu padaku? Padahal aku tidak pernah mencari gara-gara dengannya. Sesungguhnya ini bisa saja aku laporkan, tapi ya sudahlah. Melihat ia sudah tua dan membutuhkan uang untuk anak-anaknya tak mungkin aku setega itu.
Kedua, saat shift malam lagi-lagi aku dijadikan bahan tertawaan. Entahlah apanya yang lucu! Mengapa mereka tiba-tiba menertawakanku! Cara melihat mereka seakan-akan memandangku rendah. Padahal nyatanya siapa yang lebih rendah?! Shift malam memang tidak membuatku terlihat lebih fresh. Wajar saja, kan jam 02.00 malam setelah istirahat pastinya mengantuk. Apalagi dengan kondisiku yang kuliah sambil kerja. Belum lagi tugas dari dosen yang semakin menumpuk, aku belum sempat menyelesaikan satu persatu. Mereka tidak memikirkan kondisiku seperti itu. Mereka tahu apa?! Berbicara memang mudah, karena anda belum merasakannya!
"Eh kamu kalau kerja jangan tidur terus dong! buka matanya lebar-lebar!"sahut orang itu lagi yang pernah memukulku. Lalu dibantu dengan teman akrabnya.
"Sini-sini cipratin aja dengan air kapur tulis!" langsung mataku terbelalak karena terkejut mendengar perkataan itu. Ini sudah kelewatan! Bukankah itu sangat bahaya bila mengenai mata. Dan akhirnya dilakukan sungguhan oleh mereka dihadapan rekan kerjaku lainnya. Ini sungguh menyebalkan. Aku sudah tidak bisa menahan emosi. Beruntung saat mereka mencipratkan ke wajahku, aku menutup mataku agar tak terkena. Namun mereka tetap berusaha karena tidak puas. Pada akhirnya emosiku terpancing, aku yang srlama ini tidak pernah marah. Menunjukkan amarah saat itu juga. Aku hancurkan semua yang ada di meja. Termasuk kapur tulis yang digunakan untuk marking. Aku tak peduli apa yang akan terjadi nantinya, selama posisiku benar aku tidak takut. Kalaupun harus berhadapan dengan pihak personalia pun aku siap. Toh, nantinya yang dihukum bukan aku tapi kalian. Setelah ku hancurkan semua yang ada di meja, aku berlari menuju toilet dengan muka yang kotor, dan berlumuran air mata. Aku menangis disana selama mungkin.
Satu jam kemudian, aku kembali dari toilet. Atasanku tahu apa yang terjadi. Aku tak peduli akan dimarahin atau tidak karena terlalu lama di Toilet. Ternyata atasanku tidak marah. Aku meminta berada di depan untuk menjahit saja dan tidak menghandle di bagian itu. Alhamdulillah atasanku menyetujuinya. Belum lama aku menjahit dan duduk, tiba-tiba ada masalah dibelakang. Sudah kuduga, kalau tak ada yang benar-benar mampu menghandle itu jangan menyaingiku seperti itu. Disaat aku sudah menyerah, dan kalian yang menggantikan tak mampu mengatasi masalah tersebut. Belum satu hari menggantikanku sudah ada masalah! Lalu atasanku juga tak mampu mengatasinya. Kok bisa? Bukankah dia harusnya lebih mampu dari aku?! Oh ya, dia menjadi formance atas dasar rekomendasi dari in charge. Tapi yang membuat aku takjub adalah formanceku selalu mengakui atas kemampuannya yang dirasa kurang. Itu sangat sportif. Dan pada akhirnya aku kembali lagi ke tempat itu bertemu mereka lagi. Namun suasana menjadi canggung setelah kejadian itu. Mereka tak lagi berani membullyku lagi. Mungkin mereka takut hal itu terdengar sampai ke telinga personalia. Aku tak peduli sudah.
Atasan semakin mempercayai aku. Setiap tahun ada pengangkatan aku tak dapat di promosikan. Wajar absenku jelek karena kepentingan kuliah. Dan aku juga tak lupa dengan kebaikan atasanku. Hingga pada waktu itu aku disuruh masuk pagi terus. Lantaran lawan shiftku kekurangan anak. Semakin sering aku masuk pagi, atasan lawan shiftku menginginkanku menjadi bagiannya. Alhasil aku menjadi bagiannya. Awal aku bergabung dengan lawan shift A, aku merasa di sini lingkungan kerjanya lebih baik dari yang kuduga. 90℅ di sini semua rekan kerjaku lebih mandiri. Mungkin karena didikan atasannya. Ternyata benar sesuai dugaan. Atasannya tidak pilih-pilih dalam memarahi bawahan yang salah. Aku senang karena aku punya atasan baru yang tegas, meski in chargenya sama. Dan rekan-rekan kerja semua di sini orangnya baik-baik dan tidak suka membicarakan orang di belakang. Aku menjadi nyaman dan terbuka dengan mereka. Bahkan setiap keluh kesahku terhadap atasan pun aku ceritakan pada mereka. Karena aku percaya.
Suatu hari tiba-tiba aku mendapati atasanku suka marah-marah dan mencari-cari kesalahanku. Aku tak tahu mengapa ia seperti itu. Dan posisiku semakin terancam, aku diberi tugas yang begitu berat. Sudah menghandle dan mensuplay tapi masih saja dengan tubuhku yang begitu kurus, aku harus mengangkat panel yang begitu berat. Dan rekan yang bersamaku lebih kurus dariku, justru malah tak bisa apa-apa. Rasanya aku ingin berhenti kerja saat itu juga. Belum lagi aku difitnah karena panel yang aku ambil tidak sama dengan bandlenya. Padahal yang mengambil bukan aku. Aku tak habis pikir, atasanku memintaku mengambil panel dengan menyamakan zippernya. Namun saat aku menyamakan malah sebaliknya. Ini kerja apa dikerjain?!
Aku merasakan ada yang tidak beres. Beruntung saat aku bergabung dengan lawan shift posisiku sudah lulus kuliah. Sering kali aku mendapati kata-kata yang membuatku sedih. Seperti, "Di sini itu tidak butuh orang berpendidikan, tapi butuh tenaga!" Mikir nggak sih atasan berteriak begitu maksudnya apa?! Adapula yang mempertanyakan aku seperti, Mba kamu, kan sudah sarjana kok masih tetap di bagian ini. Kok tidak coba untuk di kantor saja, mubazir loh nanti ijazahnya!" Kalau ada orang yang berkata seperti itu, aku harus jawab apa?! Tak kusangka di lawan shift ini sungguh diluar dugaan. Aku telah salah menilai. Mereka semua berbahaya. Diluar tampak diam, namun di dalamnya seperti ular berbisa. Akhirnya aku tahu mengapa semua ini terjadi secara tiba-tiba, diam-diam mereka iri dan ingin menjatuhkanku. Apa yang kuceritakan mereka sampaikan kepada atasan. Lebih parah dari shiftku sebelumnya. Meski mereka kasar, tapi mereka masih punya hati. Lebih baik terlihat jahat diluar daripada tampak baik namun dalamnya menusuk.
Kesalahan soal panel yang lagi-lagi tidak sama dengan bandlenya benar-benar membuatku terjatuh. Sampai aku bertengkar hebat dengan atasanku dan rekan kerjaku. Saat itu juga aku nekat untuk berhenti bekerja dengan cara tidak hormat. Namun aku di cegat oleh satpam untuk tidak melakukan hal itu. Pada akhirnya aku membuat in charge dan supervisorku malu. Bagiku ini impas karena formanceku sudah sering membuatku malu dihadapan semua rekan kerja di bagian apapun. Saat itu juga menjelang kontrakku habis, aku di finish begitu saja. Mereka tidak melihat bagaimana kinerjaku selama ini. Atasan yang dulu kukenal baik, sekarang tidak lagi. Mereka suka di sogok dan membela yang tidak benar. Bisa jadi mereka juga suka adu domba sesama bawahan. Sejak itu juga, saat aku meminta izin tidak masuk kerja karena kepentingan dll, aku tak pernah menyeganinya sebagai atasan. Bagaimana aku bisa menyeganinya, dia yang suka mengadu domba bawahan sama dengan rekan kerjaku yang membenciku. Dan aku juga tahu, bagaimanapun caraku mempromosikan diri untuk bisa ditempatkan di kantor. Sudah pasti atasanku tak ingin berada di bawahku. Kecuali aku memiliki saudara yang bekerja di sini. Tidak kaget, perusahaan ini rata-rata sistem kekeluargaan. Dimana semua memakai orang dalam. Yang tidak pakai orang dalam biasanya bagian produksi. Contohnya ya diriku ini! Politiknya sungguh tidak main!
PHK massal atau finishsan tersebut berlangsung setelah pemilu. Aku merasa ini tidak beres. Karena yang dirumahkan rata-rata orang yang bekerja sudah lama di sini sementara yang bekerja dapat seminggu, bahkan sebulan mereka aman. Yang absennya jelek pun aman. Tidakkah itu aneh?! Aku merasakan keganjalan bahwa ini berhubungan dengan pemilu. Secara manager kita mencalonkan dirinya sebagai DPRD provinsi. Namun gagal karena suaranya tidak tercapai. Jujur saja saat itu juga aku tidak memilihnya. Sebab aku tahu ia orangnya seperti apa. Dan sesuai dugaan ini benar adanya berhubungan dengan pemilu. Mereka yang juga dirumahkan rata-rata tidak memilihnya. Fix, kan observasiku tidak mungkin salah. Begini rupanya politiknya? Pantaskah orang seperti itu menjadi wakil rakyat?! Belum jadi saja sudah seperti ini, mengancam dan memberhentikan mereka. Dengan alasan karena pandemi. Wah, aku juga bisa seperti itu. Padahal perusahaan lainnya meskipun ada PHK namun tak seperti itu.
Berdasarkan hasil pengamatanku tidak hanya di tempat aku bekerja saja, namun di perusahaan lainnya juga sama. Yaitu sama-sama menerapkan sistem kekeluargaan. Baik itu swasta maupun BUMN. Aku berharap pemerintah dapat melakukan perubahan. Sebab hal itu dapat meringankan yang lainnya dan yang benar-benar mampu. Karena kinerja SDM yang diambil dengan memakai orang dalam, tak profesional seperti yang aku harapkan. Kalau memang tidak, untuk apa aku sering sekali melihat anak baru?! Bukankah itu sudah jelas, mereka yang terpilih mereka yang tidak mampu dengan bidangnya juga mentalnya. Sehingga sering berganti-ganti orang baru. Aku tak peduli sih, jika aku jadi pemilik perusahaan tentunya aku harus bisa memastikan dan melakukan peninjauan di lapangan. Karena SDM untuk sebuah perusahaan itu juga harus diperhatikan. Demi kemajuan perusahaan. Tapi di zaman sekarang, aku akui orangnya memang pintar-pintar. Pintar bersengkongkol agar di lapangan tampak baik-baik saja. Siapakah orang-orang itu? Tentu saja yang memiliki jabatan tertentu. Ini pelajaran buatku, meski masih banyak yang harus dibagikan, dimanapun kita berada dan bekerja harus hati-hati dan aku menyebutnya sebagai politik industri. Semoga pemerintah bisa memperhatikan hal tersebut meski 100% bukan tanggung jawabnya. Pembullyan terjadi dimana saja, bahkan di dalam industri. Dan yang paling memalukan dan rendah dalam pandanganku adalah para pelaku pembullyan tersebut adalah seorang ibu-ibu. Kok ya gak mikir, mereka punya anak! Dan suatu hari nanti pasti mendapatkan balasannya.
Untuk atasanku, aku juga tak habis pikir. Mereka rata-rata orang berada. Namun terlihat selalu kekurangan. Berbagai cara untuk menarik keuntungan lewat bawahannya ada saja akalnya. Dari yang dimulai mengadakan tabungan rekreasi yang pada akhirnya hasil tabungan itu tudak kembali pada pemiliknya dengan alasan tertentu pas juga pada saat pandemi. Bersyukur aku tidak ikut. Kedua, menabung atau iuran untuk hari Ibu. Biasanya di perusahaan ini pada saat hari Ibu untuk merayakannya diadakan karnaval. Iurannya berapa dan dapatnya apa tak sebanding. Sedangkan saat aku melakukan perbandingan dengan bagian, jauh sekali. Ini aneh bukan. Mereka hanya iuran 10 rb sudah dapat banyak hal, dan menjadi juara. Sedangkan kita, tak dapat apa-apa. Ketiga, iuran untuk sedekah anak yatim, ada-ada saja. Benar sih, tidak ada unsur pemaksaan dalam hal ini, namun entah mengapa aku kurang percaya. Lebih herannya setahun sekali, kita dimintai iuran pada saat finish kontrak. Tentunya besarannya kadang mencapai 50rb per orang. Tidakkah ini sungguh berlebihan?! Tak perlu dijelaskan itu untuk apa kalian pasti tahu, kan?! Dan yang paling tidak masuk akal, iuran rekreasi yang tempatnya tak begitu jauh, dan tak perlu menginap. Mereka menentukan harga sekian, jauh sekali dengan harga faktanya. Hal ini diketahui saat ada kelompok lain yang juga berekreasi di tempat yang sama. Mereka hanya mengeluarkan uang puluhan ribu. Sedangkan di bagianku mencapai ratusan ribu. Selisihnya jauh sekali bukan. Sayangnya mereka tak bisa membodohiku, itulah mengapa mereka membenci sarjana sepertiku. Dan sekarang aku paham, mengapa di berbagai bagaian kadang SDM di perusahaan itu rendah?! Mungkin itu memang disengaja agar mudah di bodohi oleh orang-orqng seperti itu. Perusahaan ini benar-benar tidak sesuai dengan karakterku. Rata-rata mereka tidak searah denganku. Ya ... mustahil memang semua perusahaan di isi dengan orang-orang yang jujur, tentunya tidak semuanya.
******