Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Pohon tumbang jangan berbuah
2
Suka
1,464
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

(Didalam ruangan terdapat seorang perempuan terduduk lesu, disampingnya tergeletak sebuah pisau yang berlumuran darah) 

Nak...  

Nak... 

(lampu panggung mulai menyala perlahan) 

Nak...

Kamu dimana? 

Nak... 

Kenapa kamu tidak kunjung pulang? 

Nak... 

Sudah berulang kali kubilang, sudah berulang kali juga kularang tapi kenapa kamu masih tidak mau mendengar. Apa karena ibumu ini seorang perempuan sehingga kamu merasa jauh lebih kuat?

Sebagai seorang Ibu tentu aku merasa gagal, sebenarnya aku tidak meminta lebih. Jika kamu berfikir ingin membalas budi itu tidak perlu. Walaupun diusia tua aku harus tetap bekerja tidak masalah juga, kamu tidak perlu memikirkanku. Kelak kamu cukup menafkahi istri dan anakmu saja, sudah!

Tapi kenapa kamu masih tetap bersikeras?

Kenapa kamu tidak menyadari realita kehidupan?

Apa aku harus selalu mengingatkan jika kita ini hanya berasal dari keluarga tidak mampu?

Aku ingat betul saat kamu masih kecil, ketika musim penghujan tiba seringkali kamu mengeluh tidak bisa tidur karena kasurmu basah terkena rembesan air hujan. Rengekanmu bahkan dapat bertahan semalaman utuh, tapi ketika kuminta untuk diam dan bersabar dulu kamu patuh.

Tapi kenapa sekarang tidak?

Apa semenjak dewasa kamu merasa sudah dapat menggantikan sosok ayah yang telah meninggalkanmu?

Nak ini bukan pilihan ibu untuk membesarkanmu sendirian, tapi ayahmulah yang meninggalkan kita. Sebenarnya aku bisa saja mencarikanmu ayah pengganti, tapi aku tidak mau kembali mengulang kesalahan, cukup kamu satu-satunya lelaki yang ada dirumah.

Jika kamu masih ingat karena dialah kita menderita, andai dia tidak menggadaikan surat tanah warisan mendiang kakekmu kita tidak akan tinggal di gubuk reyot itu. Dan tentu tiap malam kamu dapat tidur dengan nyenyak. 

Nak judi itu membuat sengsara, karena kebiasan ayahmu itulah keluarga kita menjadi hancur.

Kenapa sekarang kamu masih tetap nekat memainkan permainan laknat itu?

Kenapa kamu tidak belajar dari kesalahan orang-orang terdahulu?

Setelah dua tahun pernikahan Ayahmu begitu senang mendengar kabar kehamilanku bahkan pada saat itu dia berjanji untuk berhenti berjudi, tapi karena sudah menjadi kebiasaaan penyakitnya seringkali kambuh, jika punya sedikit uang dia selalu pergi ke meja judi.

Waktu kamu masih dikandungan, untuk mencukupi nutrisimu aku harus rela membuang rasa malu untuk berhutang ke tetangga. Pekerjaan apapun akan kulakukan asal dapat memberimu rejeki halal.

Ayahmu sudah tidak tertolong, ketika tidak ada lagi yang bisa dipinjami uang, satu persatu perabotan rumah mulai dijual. Dari mulai tv, gas lpg bahkan sampai mas kawin pernikahan turut lenyap. Harta benda yang tersisa tinggal pakaian yang melekat pada tubuh ibumu ini. 

Sebelum mengenal dunia laknat itu ayahmu sebenarnya adalah seorang yang pekerja keras, walaupun hanya berprofesi sebagai buruh pabrik tapi dia selalu bisa menyisihkan gaji untuk ditabung.

Dia begitu pandai dalam mengatur keuangan, awal mula menikah kami tidak kesulitan untuk mencari biaya karena semua sudah dipersiapkannya dari jauh hari. Berbanding terbalik dengan sekarang, ayahmu hanya benalu didalam rumah. 

Asal kamu tahu, ayahmu sebenarnya seorang yang sangat penyayang, saat kamu belum dikandungan, dia tidak pernah menyakiti ibu sama sekali, ayahmu begitu menjagaku. Sebagai kepala rumah tangga dia bertanggung jawab pada awalnya, tapi karena rasa sayang yang terlampau besar justru idealismenya menjadi boomerang.

Ayahmu menjadi tidak mensyukuri atas rezeki yang sudah diperoleh, dia bersikeras ingin menjadi orang yang dipandang. Ayahmu ingin kita hidup enak. 

Namun sayang, dalam menjalani hidup dia selalu membandingkan diri dengan orang lain, oleh sebab itu perasaan iri pada akhirnya menjerumuskan. 

Dia sadar sebagai buruh sisa gajinya tidak lagi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan karena beban tanggung jawab semakin bertambah, namun bodohnya jalan pintas justru dipilih.

Sebagai kepala keluarga aku tidak memungkiri begitu berat perjuangan yang harus dijalani, tapi jangan sampai manusia kehilangan nalar untuk berpikir rasional. Tidak ada yang namanya kekayaan instan, justru orang lain akan dirugikan karena tindakan gegabah.

Buktinya adalah ibumu ini, karena sudah terkena tipu daya setan ayahmu mulai berubah. Dia tidak lagi seorang penyayang, tiap kalah berjudi ibumu ini kerap kali menjadi tempat pelampiasan amarah. Tamparan tendangan pukulan cacian dengan mulai tega dia arahkan ketubuh renta ini. 

Nak berhentilah bermain judi, apa kamu nanti juga mau menelantarkan keluargamu?

Pulanglah nak akan kumasakkan sambal terasi dengan telur dadar kesukaanmu. Jangan mau mengikuti jejak ayahmu. 

Ibumu ini memang orang bodoh, walaupun mendapat perlakuan kasar dia tetap kubela. Sama sepertimu, saran dari orang lain tidak kudengar. Saat itu aku masih mempunyai keyakinan kalau ayahmu bisa berubah dan jujur aku masih sangat menyayanginya. Tapi keputusanku ternyata salah besar, semakin hari dia semakin menjadi-jadi. Jangankan sembuh, kegemarannya bermain judi justru semakin parah. Kakekmu bahkan sampai tidak mengakui ibumu sebagai anak lagi setelah mengetahui surat tanah telah berpindah tangan, aku merasa seperti anak yang durhaka. 

Nak karma itu ada!

Karena tidak mengikuti saran dari kakekmu untuk bercerai, kehidupan ibumu semakin menderita. Ayahmu lebih tidak terkontrol setelah itu, dia menjadi gila! gila harta! gila wanita!

Tidak hanya fisik, hatikupun pada akhirnya berhasil dibuatnya sakit. Gaji dari bekerja dihabiskan di meja judi, sementara jika sedikit mendapat kemenangan dia gunakan untuk menyenangkan wanita lain. Ironis bukan?

Rumah tidak lagi dijamah, sekali pulang dia hanya memintaiku uang. Sebenarnya siapa yang kepala rumah tangga?

Ibumu ini sempat ingin menyerah, tapi karena tidak ingin kamu lahir tanpa didampingi sosok seorang ayah aku hanya bisa pasrah meratapi nasib. Sudah berulang kali pula doa kupanjatkan kepada tuhan agar segera terlewat dari segala masalah, namun permintaanku tidak kunjung diijabah. 

Kamu tahu nak, karena judi ayahmu dipecat dari pekerjaan. Dia ketahuan mencuri barang dari pabrik untuk dijadikannya sebagai modal bertaruh, jika kamu tidak ada dikandungan sebenarnya aku ingin mengakhiri hidup. Aku tidak bisa membayangkan mempunyai suami mendekam di penjara dan aku terlanjur malu.

Tapi beruntung pihak dari tempat kerja ayahmu masih berbaik hati, permasalahan tersebut tidak mereka bawa kekantor kepolisian, ayahmu hanya mendapat surat pemecatan. Ibumu begitu bersyukur, ternyata dalam menjalani hidup Tuhan masih mau memberikan sedikit kemudahan. Tapi itu hanya sebatas perkiraan. 

Kali ini malapetaka lebih besar menghampiri, Ayahmu tetap tidak bisa berubah. Dia masih belum sadar dengan teguran yang diberikan, selama tidak bekerja hutangnya justru semakin bertambah. Kepada para lintah darat dia berani meminjan uang. 

Nak apa kamu malu dilahirkan olehku? 

Aku memang tidak pantas kamu panggil ibu, aku hanya seorang wanita kotor. Gara-gara ayahmu yang laknat itu aku harus menanggung semua hutang yang diakibatkan olehnya. Jika kamu tidak berhenti berjudi apa kamu mau kelak juga akan menjual istrimu?

Nak aku begitu tersiksa. 

Karena tidak ada lagi pemasukan ayahmu bahkan sampai tega mempertaruhkanku diatas meja judi, tiap kali kalah aku dipaksa harus melayani nafsu dari para lelaki biadab itu.

Entah berapakali sudah tubuhku dirampas oleh mereka, walaupun tahu aku sedang hamil muda, rasa iba sama sekali tidak diberikan. Libido mereka justru menjadi semakin terpacu, dimata mereka aku hanya sebuah boneka untuk melampiaskan birahi.

Mereka tidak layak disebut manusia, tapi terlalu mulai juga jika dipanggil binatang. Mereka adalah kumpulan orang-orang terkutuk!

Nak apa kau tega?

Andai saja aku mengikuti perkembangan zaman, kamu akan kucegah bagaimanapun caranya, tidak akan kubiarkan kamu memasuki dunia itu sama sekali. Kamu memang berhasil mengelabuhiku tapi aku meyakini kesempatan untukmu berubah masih ada.

Nak aku tidak mau kamu berakhir di tali gantungan seperti ayahmu, walaupun pada akhirnya rasa bersalah berhasil membunuhnya tapi aku lebih menyayangkan dia lari dari tanggung jawab. Permasalah duniawi mungkin sudah tidak dirasakan, tapi kitalah sekarang yang sengsara.

Saat kamu berkata hanya sedang bermain game di hp aku hanya bisa percaya dan tidak curiga sama sekali. Nak ibumu ini begitu bodoh, ketika kamu pulang bekerja dan langsung mengunci diri dikamar kenapa juga aku bisa merasa tenang, saat itu seharusnya menjadi puncak kekhawatiranku.

Andai ibumu tahu sekarang untuk bermain judi tidak harus keluar rumah, tentu aku akan langsung menyita hpmu.

Untuk apa juga seharian kamu bekerja jika uang hasil keringatmu hanya terbuang percuma. Aku tidak mau ada lingkaran setan berada didalam keluarga, cukup ayahmu yang harus membusuk dineraka. Jika ingin kaya, kamu harus lebih bekerja keras, orang miskin seperti kita jangan terlalu mudah terbuai dengan janji manis dari para bandar, mereka itu penipu! 

Nak kenapa kamu begitu bodoh! 

Harus bagaimana lagi aku mengingatkan?

Walaupun tidak bisa menggunakan hp namun naluri seorang ibu tidak akan pernah salah, sifatmu memang menurun dari ayahmu.

Tapi jujur untuk menegur aku tidak berani lagi, ibumu takut kamu semakin menjadi anak durhaka. Sudah cukup tiap hari tubuh ini juga menerima tendangan dan pukulan darimu, maafkan aku karena tidak bisa selalu mencukupi kebutuhan, maaf kamu terlahir dari rahim orang miskin.

Nak kamu sudah terlampau sesat! 

Dari tetangga aku mendengar kamu semakin mirip ayahmu, mereka mengatakan kemarin rumah rentenir kamu datangi. Aku tahu betul uang itu akan kamu pakai untuk apa dan aku yakin kamu tidak menyadari konsekuensinya.

Mereka itu keji!

Mereka hanya memanfaatkan keuntungan dari derita orang lain. 

Nak ibumu takut! 

Aku tidak mau lagi harus membayar mereka dengan tubuhku!

Sudah cukup tubuh ibumu ini terkoyak. Akan kubantu kamu terlepas dari kecanduan judi, biarkan ibumu ini menderita dan menanggung segala dosa.

Nak tidurlah dengan nyenyak!

Maaf ibu membunuhmu!

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Rekomendasi dari Drama
Cerpen
Pohon tumbang jangan berbuah
artabak
Novel
Gold
Anne of Green Gables
Mizan Publishing
Novel
Buatmu Jatuh Cinta
finiL.P
Novel
Luka Ini Indah
L
Novel
Pada Serimbun Pohon
Aozora Rosyidi
Novel
Gold
Lady Susan
Mizan Publishing
Novel
Rizky & Nada
Andini Lestari
Novel
Gold
PCPK Forever Friends
Noura Publishing
Flash
Apa itu cinta
Viola khasturi
Novel
Gold
The Red Haired Woman
Mizan Publishing
Flash
Di Kala Senja dan Sebelum Senja Datang Kembali
Athar Farha
Novel
Bronze
NECKLACE
Nabila Meilani Fahmi
Novel
Bronze
ANGERE
Nurusifah Fauziah
Flash
Video Call
Jessy Anggrainy Rian
Flash
Ikhlas Itu Pilihan
Ranizh Putri
Rekomendasi
Cerpen
Pohon tumbang jangan berbuah
artabak
Novel
Bronze
Nada organ kita
artabak
Cerpen
Bronze
Rani & Jodi chapter 1
artabak
Cerpen
Negri Tanpa Bendera
artabak
Novel
Lemas
artabak
Cerpen
Bronze
Rungkat
artabak
Flash
Bronze
Sudut pandang
artabak
Flash
Beruang
artabak
Cerpen
Bronze
Rebah oleh tanah
artabak
Cerpen
Bronze
Terang bulan
artabak
Cerpen
Bronze
Rani & Jodi Chapter 2
artabak
Cerpen
Nyumbang!
artabak
Novel
Dongeng tanah
artabak