Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Bab 1: Malam Petak Umpet
Malam itu, kegelapan merayap perlahan menyelimuti Desa Sukamaju. Bukan kegelapan biasa, melainkan kegelapan total akibat pemadaman listrik mendadak yang sering melanda desa terpencil itu. Namun, bagi dua belas anak berusia delapan hingga sebelas tahun, kegelapan adalah kanvas sempurna untuk petualangan. Mereka berkumpul di lapangan desa yang luas, di bawah bayangan pohon beringin tua yang menjulang tinggi, dahan-dahannya yang keriput seolah menjadi tangan-tangan raksasa yang siap memeluk kegelapan. Di kejauhan, suara jangkrik dan katak mulai memenuhi udara, menciptakan simfoni malam pedesaan yang menenangkan.
"Aku yang jaga!" seru Bayu, anak tertua di antara mereka, dengan semangat yang meluap. Suara tawa riang bersahutan, memecah kesunyian malam yang pekat. Mereka semua tahu aturannya. Bayu, dengan punggung menghadap pohon beringin, mulai menghitung, suaranya lantang dan ceria, seolah-olah setiap angka yang ia ucapkan adalah jimat pelindung dari kegelapan yang mengintai. "Satu... dua... tiga... empat..."
Satu per satu, siluet kecil itu menghilang ke dalam rimbunnya semak, di balik gubuk kosong yang reyot, atau di balik bayangan pekat rumah-rumah yang gelap. Ada yang menyelinap ke balik tumpukan kayu bakar, ada yang meringkuk di bawah pohon mangga, dan beberapa yang paling berani bahkan nekat bersembunyi di balik pagar bambu yang menjulang tinggi di dekat sumur desa. Hanya suara napas terengah-engah dan bisikan pelan yang terdengar, diselingi tawa cekikikan yang tertahan. Bayu terus menghitung, suaranya sedikit melambat, nadanya mulai menunjukkan sedikit kelelahan. "Sembilan... sepuluh... sebelas..."
Ketika Bayu mencapai hitungan terakhir, "Dua belas! Siap tidak siap, aku datang!", keheningan yang mencekam tiba-tiba menyergap. Bukan keheningan biasa, melainkan keheningan yang kosong, hampa, seolah alam menahan napas. Tawa anak-anak yang tadi bersahutan mendadak lenyap. Tidak ada lagi bisikan, tidak ada lagi derap langkah. Hanya suara jangkrik yang terdengar sayup, seolah enggan melanjutkan simfoninya yang terhenti mendadak. Udara terasa dingin, meskipun malam itu tidak ada angin.
Bayu mulai mencari, awalnya dengan canda. Ia melangkah perlahan ke arah semak-semak, tangannya meraba-raba kegelapan. "Putra? Mira? Kalian di mana?" panggilnya, suaranya masih terdengar ceria. Tidak ada jawaban. Ia bergerak ke arah gubuk, lalu ke balik rumah-rumah. Namun, setiap langkah yang ia ambil, perasaan aneh mulai merayapi hatinya...