Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Slice of Life
Pergi Melaut, Tak Kembali
2
Suka
2,470
Dibaca

Pergi Melaut, Tak Kembali

Oleh Muhammad Irsyad

Teruntuk Betris , segala yang baik dan buruk.

Kau tak tahu bahwa bumi ini setidaknya hanya berisikan oleh dua permukaan, perairan dan daratan, sebagian mungkin percaya bahwa ada yang ketiga. Bagiku itu hanya sebuah daratan bertemperatur buruk dan perairan yang membeku.

Hal baik-baik tak pernah bertahan lama. Dirasa tak cukup enak dikasih hidup di atas wajah bumi, manusia bermain tuhan, mencari, mencipta sesuatu yang mereka pikir lebih nikmat daripada sekedar hidup di dunia. Sebuah utopia. Sebuah dunia tanpa konskuensi. kebebasan abadi. dimana manusia tak perlu khawatir asap saat bermain api.

Itulah mengapa kau memutuskan pergi. Kau tak cukup puas dengan dapurmu yang tiap hari kebul, televisi yang menyala, dan rumah yang tak jauh dari pasar. Kau mencari sesuatu yang cukup konkret. Jadi akuntan wanita misalnya, atau dokter wanita, polisi wanita pertama mungkin. Aku selalu tahu kau suka bermain lelaki di dunianya.

Tak banyak yang terjadi setelah kau pergi, selain orang-orang tak bisa menutup mulut tak percaya bahwa dunia yang mereka inginkan — setidaknya untuk beberapa tahun — menjadi kenyataan. Sebagian merasa senang, sisanya merengek minta kembali rumah-rumah yang mereka kenali dulu. Silat pendapat tak terhindarkan. Kaki-kaki melayang ke langit, menghentak ke tanah sehingga terdorong ke bawah hingga terperosok bersama kejayaannya masing-masing. Kerajaan terlalu tinggi dan besar untuk memisahkan pertengkaran gerombolan bar-bar. Keadilan tak bisa disebut demikian jika hanya mengizinkan sebagian menginjak sisanya. Dilema menghantui. Karena kelak sesuatu yang lahir akan tumbuh besar dan menumbangkan yang busuk.

Setan menggoda manusia dengan kata-kata paling baik yang tak pernah didapatkan dari sesamanya. Setidaknya orang tuamu percaya itu.

Apakah kau benar-benar pergi ke ibu kota hanya untuk diakui oleh seorang lelaki sukses bahwa kau bisa jadi layaknya mereka? Setidaknya itu yang mereka katakan semenjak kau menutup mata menolak sirna pada kilauan maskawin yang cukup membuatmu kaya-raya 

Walaupun tak banyak, semuanya benar-benar terasa berbeda semenjak kau pergi. Ladang-ladang di belakang rumahmu mati tak terurus, hewan-hewan ternak sering cemberut karena pangan yang dikasih bapak dirasa kurang enak, ibumu lebih sering menangis dibandingkan saat ia tahu bahwa kau tak suka mengangkat ikatmu tinggi. bocah-bocah kampung yang memanggilmu tiap pagi karena mungkin ketika diberi tahu kau pergi mereka kira cuma sehari.

Empat belas dekade semenjak langit menipis, ombak menggulung keramaian, lautan bergemuruh seolah petir menyambar ke langit, air membasuh daratan sampai tak ada ciri. Aku memutuskan berlayar di tiga perempat bagian dunia mencarimu, kau layaknya mitos bagiku. Dengan rambut hitam terurai, gaun putih mengibas, dan sebuah ransel di bahumu kau pergi dari pelataran itu. Maafkan aku jika tak mengingat begitu jelas penampakan terakhirmu, aku hanya bisa menyimpan matamu. Aku hanya tak mengerti mengapa kau tinggalkan sesuatu yang baik di depan mata.

Jalur komunikasi sangat buruk di sini, tak banyak yang bisa digunakan selain pena dan kertas, tak banyak juga yang bisa ku hubungi mengingat semuanya tenggelam pasca air bah pertama merangsek. Para Normal sialan! Seharusnya aku tahu bahwa tak ada yang bisa menghentikan hujan meteor itu.  

Aku tak pernah hidup bermewah-mewah selama hidupku, aku bersyukur. Tak pernah sedikit pun terpikir makan sedikit bisa membuatmu hidup banyak, tak ada rotan akar pun jadi, walau tak ada api makan apapun jadi. Tak banyak yang bisa kumakan di tengah lautan, anggur kolesom dan korek api tahan air yang hanya kupunya setelah kail dan asaku putus. Entah mana yang lebih dulu, mabuk laut atau mabuk akan cintamu, yang pasti salah satunya membuat pandanganku kabur dan pendengaranku lebih tajam. Aku mulai bisa mendengar suara dari kejauhan meskipun asalnya tak jelas darimana.

Semakin jauh ku pergi semakin jauh juga diriku untuk kembali ke rumah. Aku melihat hujan membeku dan berjatuhan di malam hari, ku akui, terombang-ambing di tengah lautan memang mendatangkan rasa dingin yang tak kuhendaki. Lapar, disini sangat sepi tak ada lagi yang lewat. Aku selalu lega saat pagi hari datang, lihatlah lautan dengan lanskap yang luar biasa edan itu! Air nya jernih, warga kampung pasti benar-benar sangat ingin terjun ke dalamnya dan minum air! Percayalah, aku tak pernah melihat air jernih sebanyak ini di kampung,

Aku tak pernah menyalahkan siapapun untuk perubahan besar ini, lagipula aku tak pernah benar-benar tahu apa yang baik bagiku. Namun setelah semuanya tenggelam, aku sadar bahwa sedari awal kau adalah segalanya yang baik dan benar bagiku. Aku harap keburukan yang menimpaku hanyalah kehilanganmu, setidaknya untuk sesaat.

Apalah arti rumah yang bagus jika tak ditinggali. Apalah arti kuda-kuda cepat jika tak ada tempat untuk berlari. Apalah arti sebuah kerajaan selain para napi. Apalah arti tuhan bagi hambanya yang mati. Semoga kehadiranmu benar-benar bisa membuat keadaan kembali seperti sedia kala.

Baik-buruk. Benar-salah. Pria beristri-Wanita bersuami. Batas-batas yang dulu kita ributkan kini tak berarti, sejauh mata memandang yang ku lihat hanyalah lautan atau samudera, aku tak melihat perbedaan antara pulau tempat kelahiran yang kau akui itu dengan pulau yang ada di bawahku. Semuanya seolah diaduk jadi satu. Hitam-putih. Tinggi-rendah. Bermartabat-terhina. Jawa-Sumatera. Kini aku bisa mencintaimu tanpa perlu membangkang.

Utopia…

utopia…

Andai aku tahu bahwa semua ini akan terjadi, mungkin dulu aku akan ikut denganmu untuk mengejar mimpi jadi wanita mandiri. Semua yang tak terbayang akhirnya menjadi nyata, mungkin itulah mengapa manusia tak hidup seribu tahun lamanya, Supaya tak perlu repot-repot menanggung utopia yang perlahan terbakar hangus, mereka yang bermimpi tak akan mau terbangun di neraka. 

Betris, suara itu berkata bahwa Karon menungguku di Tanimbar ketika waktunya tiba, aku tak tahu pasti siapa dia, tapi setidaknya diantara kita berdua, dia lebih nyata. Aku akan mencemari lautan ini untuk yang terakhir kalinya. Sebuah botol akan arungi lautan ini dan sampai padamu, ada dua hal yang akan mati jika kau tak mengambil botol itu walaupun kenyataanya salah satunya akan tetap mati sekalipun kau mengambilnya, satu mati sisanya abadi.

Kau adalah hal paling baik yang pernah ku punya dan waktu menghancurkan semuanya. Ku doakan kelak se selesainya kau disini langit jadi tujuanmu nanti, aku tak pernah kesana, sekasat mata bagiku langit hanyalah sebuah permukaan dari samudera yang lebih dalam dan sunyi. Ouroboros.

Terima kasih. Dengan ini ku hanyutkan semua harap dan jiwa dalam surat ini, akan ku sampaikan cita dan cintamu terhadap dunia kepada Fortuna. Akan ku kuras semua tenagaku agar dia mau menyurutkan laut yang menenggelamkan semua.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Slice of Life
Cerpen
Pergi Melaut, Tak Kembali
HIJACKED LIBRARY
Cerpen
Bronze
panana paapa nanaada panapapana
Marhaeny Benedikta Tinggogoy
Cerpen
Suara Butala
bloomingssy
Cerpen
Topeng Keindahan
Cicilia Oday
Cerpen
Bronze
Alien
Cassandra Reina
Cerpen
Seorang Asing
Billy Yapananda Samudra
Cerpen
Bronze
Coba Kau Lihat ke Arah Ban, Nak!
Nuel Lubis
Cerpen
Hal Yang Lucu
Cassandra Reina
Cerpen
FISIKA oh FISIKA
Rian Widagdo
Cerpen
Bronze
Sang Penghianat
LSAYWONG
Cerpen
Bronze
Waktu
precious
Cerpen
Counter Clockwise
Nida C
Cerpen
Ucup Si Programmer
Saputra
Cerpen
Bronze
Sebelah
Yooni SRi
Cerpen
Bronze
Muka Datar
Fajar Muharram
Rekomendasi
Cerpen
Pergi Melaut, Tak Kembali
HIJACKED LIBRARY
Cerpen
Meletus Sebelum Januari
HIJACKED LIBRARY