Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Perempuan Yang Ingin Mengubur Dunia
0
Suka
23
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Perempuan Yang Ingin Mengubur Dunia

Eriyandi Budiman

(1)

Instingku tumpul. Peristiwa itu diluar jangkaun otakku. Di nadir akal sehatku. Aku sempat berpikir membongkar kepalaku, dan bertanya langsung ke hadapan otakku: mengapa engkau tak mampu menjangkaunya?

Uh, aku memang perempuan bodoh. Sekolahku cuma selesai SMP. Aku tak pandai menjaga keajegan hidupku. Keluargaku. Aku tak mampu meraba kedalaman jiwa anakku. Wajar jika aku tak menduga ancaman Daska benar-benar dilakukannya.

Ancaman yang kesekian kali. Kamar di atas loteng itu dibakarnya. Empat kamar di bawah, juga menampakkan sisa-sisa sulutan api. Seutuhnya, ia merencanakan membakar rumah itu. Semuanya.

Darah dagingku sendiri itu, memang sudah melampaui kewajaran.

Jika saja para tetangga tak segera memadamkannya, rumah di kompleks perumahan yang kutinggali bersama dua anak dan ibu mertuaku itu, pasti jadi prasasti hitam. Termasuk menghanguskan rumah-rumah lain yang berdampingan dengan rumah warisan itu. Dan itu akan menjadi perkara yang lebih besar.

Terlalu besar bagi anak kelas dua SMA membuat kasus kriminal segila itu. Apalagi jika sampai ada korban jiwa. Terlalu mahal untuk mengganti kerugian tak terhingga seperti itu, khususnya bagi pengangguran seperti aku.

“Keparat itu sudah jadi psikopat. Para tetangga bilang, Si Daska mematung saja dengan wajah dingin, melihat api yang makin membesar. Pikirannya betul-betul pendek. Rumah sendiri ia bakar. Kalau saja tak dihalangi para polisi, aku sudah menghajarnya habis-habisan!”

Ucapan iparku, Risman, putra lelaki adik almarhum suamiku itu, adalah letupan lain yang kian membuatku tak bisa membayangkan rentetan peristiwa ini. Sehabis siuman dari beberapa kali pingsan, dengan sisa tenaga dan rasa lelah di jiwa yang terhimpit ini, kujumpai anak sulungku itu di tahanan mapolsek.

Aku tak tahu apakah dia benar-benar anakku. Saat itu. Aku hanya bisa menangis. Marah. Sedih. Malu. Kecewa. Semuanya menjadi terali lain yang memenjarakan jiwaku.

Rentetan pertanyaan dari polisi, kades, ustad, sahabat, saudara, para guru dan teman-teman sekolah Daska, menjadi ribuan panah yang membuatku kian berdarah. Sebagian besar bernada simpati. Memintaku bersabar, ikhlas, tabah, lalu memberi bantuan sekedarnya.

Aku sadar, sudah lama aku menjadi mahluk lemah yang menjadi sarana belas kasihan para sahabat, tetangga, dan sudara-saudaraku yang tahu benar kondisi rumah tanggaku. Sejak suamiku terserang stroke berat selama lebih dari tiga tahun, dan setahun lalu tubuhnya tertanam di njsan rumput, kini aku hanya punya satu pakaian kering di badan yang tersisa.

Semua pakaianku, pakain Daska, pakaian ibu mertua, bahkan hingga seragam SD anak keduaku, Deswina, dan perabotan lain, hangus terbakar.

Yang tersisa lagi, barangkali adalah hanya cinta seorang ibu. Cinta yang kuimani sebagai bagian tak terpisahkan dari hati sosok lemah, yang bahkan akan dan dapat mengorbankan nyawanya sendiri, bagi darah dagingnya.

Apa pun yang terjadi pada belahan jiwanya. Sesulit apapun jalan penempuhannya. Bahkan jika harus menerjuni neraka paling dalam sekalipun. Dalam cinta yang aneh seperti itu, aku dapat menggandakan kepribadianku. Jika sangat terpaksa, dan tentu saja itu tak kuharapkan, aku bahkan bisa lebih psikopat daripada anakku.

Pada setiap sujudku yang kini lebih lama, selalu kuingat pesan ibuku,”Sinta…Peristiwa apa pun, jangan sampai membuatmu pecat iman!”

 

(2)

Engkau membuka kembali ribuan file dalam memori otakmu. Peristiwa di malam jumat sehabis Maghrib itu, adalah ledakkan dari puncak gunung es persoalan yang sudah lama terajut. Menikah di usia muda adalah pilihan yang terpaksa kau lakukan. Orangtuamu adalah panyawah yang tak punya sawah. Hanya buruh tani di pedalaman yang tak masuk serikat buruh. Bahkan tak mengenal demonstrasi.

Mereka juga hanya menggarap kebun tanah milik desa yang dapat disewa warga secara murah, namun harus dikembalikan jika tak digarap. Sepasang kekasih yang sangat mencintai tanah kelahiran mereka itu, tujuh belas tahun lalu itu, saat itu, juga sudah mendekati bau tanah. Engkau ingin mereka menjumput sedikit ceceran sorga.

Engkau tak ingin menjadi beban mereka. Apalagi lima kakakmu juga terjebak kerumitan dapur tanpa nyala api. Engkau mengikhlaskan dirimu menerima lamaran Barja, teman bosmu, bujangan tua pendiam, yang sering mengunjungi tempat toko mebel dimana engkau mengais sejumput penenang perut.

Engkau setidaknya sadar. Bahwa kau cantik. Seksi. Salah satu dari sangat sedikit bunga desa, di wilayah pemasok batu mangaan ke pelosok Nusantara itu. Engkau sangat berhati-hati untuk tidak melukai setiap penanam bunga di halaman hatimu. Kumbang-kumbang memang diciptakan Tuhan untuk peka terhadap wangi madu dari bunga-bunga berputik pilihan. Mereka telah dihantui dongeng-dongeng dan legenda tentang benang dan putik sari yang memabukkan.

Empat kakak perempuanmu menjadi cermin: bagaimana sebaiknya engkau menempuh

perjalanan ke luar sarang hangatmu. Setidaknya menurut anggapanmu. Tiga di antaranya, bahkan menjadi contoh kasus kisah kasih yang tak sampai.

Cinta buta yang ternyata salah arah, dapat membuat orangtua murka. Juga terluka. Ketiga kakak perempuanmu menemukan cinta berat mereka di perantauan. Di kota besar yang menyediakan harapan sekaligus bahaya besar. Cinta buta menyeret ketiga putri andalan keluarga besarmu itu, bertemu Rahwana berbulu Rama.

Kakak ketiga dan keempat, dapat diselamatkan. Atas campur tanganmu uwakmu, satu-satunya kakak ibumu itu, lewat tangan besinya, keduanya kemudian menikahi pria yang bukan pujaannya. Konon mereka akhirnya bahagia. Aneh juga takdir itu. Sebutlah lucu, pikirmu.

Yang satu, menikah dengan pria yang lebih muda lima tahun, sedangkan satunya lagi menikahi duda beranak satu yang usianya di atas sepuluh tahun kakak perempuamu itu. Namun yang satu lagi tak dapat diselamatkan. Khuldi terlanjur dimakannya.

Kini ia memanen duka lara yang sangat sarat. Menanggung sengatan racun dari tiga kali pernikahannya yang tak direstui keluarga besarmu. Meski engkau dan keluarga besarmu, harus dengan sangat terpaksa menerimanya.

Kakak lelakimu yang urban ke ibukota, juga cermin lain yang lebih jernih. Tanpa restu

keluarga, diam-diam ia menikahi janda cantik pujaannya. Ia mengecewakan kelurga besarmu, karena juga menelantarkan tunangannya di desa. Teman sekolah yang sudah lama dipagarinya dari pemburu lain. Pernikahan janggal itu lebih pendek dari umur jagung.

Engkau pun makin paham, bahwa takdir itu menyimpan keunikan dan kelucuan, ketika kakak lelakimu itu menikah lagi. Pilihannya adalah perempuan lajang yang sepuluh tahun lebih dahulu berteriak dari sebuah rahim. Konon, kemudian mereka bahagia juga.

Dalam hal ini, keajaiban hidup tetap tak dibuat dalam satu detik.

Engkau sepenuhnya sadar, meski dengan gemetar, menyambut pria yang usianya terpaut

dua puluh tahun lebih tua darimu itu, dengan memasang janur. Pesta berlangsung meriah. Lebih megah daripada pernikahan putri kades sekalipun.

Saat itu, Sinta, engkau menjelma Cinderella yang tak perlu repot-repot harus kehilangan sebelah sepatu kaca.

 

(3)

Perempuan itu membuka terus album pada ingatannya yang masih tak berkarat.

Ya, Daska dan Deswina kemudian lahir, dan memberi rangkaian sorga dunia. Jarak lima tahun antar kelahiran keduanya, membuat perempuan tinggi langsing itu, dapat mengatur irama pertumbuhan buah hatinya yang berparas tampan dan ayu.

Keduanya mewarisi kulit putih, mata cemerlang, penciuman bangir, juga kemanjaan Sinta. Kecuali rambut ikal keduanya yang dipasok gen ayahnya. Juga kemarahannya kalau keinginan mereka tak segera dipenuhi. Ya, sama dengan pangeran yang bukan impiannya itu kalau ia meminta disediakan rokok dan kopi, atau meminta tambahan bulan madu.

Memang ada yang dia sayangkan. Dia tak punya keahlian tertentu untuk menopang hidup. Janji suaminya untuk memasukkan dia ke kursus menjahit dan memasak gaya kota, setelah menempuh janji sehidup-semati, tinggal harapan dan tanpa hal yang patut dikenangkan. Sinta pun tak menuntut lebih jauh. Sebuah rumah yang luas, mobil yang meski tak dapat dia kemudikan, dan ibu mertuanya yang ramah, melupakan cucuran keringatnya.

Ah, mau bagaimana lagi. Bukankah aku bahagia? Pikirnya.

Tapi tingkat kebahagiaan, kadang berbanding lurus dengan resiko yang mesti ditahankan. Dia sering merasa kesepian, jauh dari saudara-saudara kandungnya juga orangtuanya. Dia telah tercerabut dari akar desanya, lalu tumbuh di taman kota bersama peradabannya yang lain. Asing, dan sering membuat dia tampak kikuk dan lugu di mata saudara-saudara suaminya.

Sinta tak dapat menghitung berapa darajat persamaan dan perbedaannya. Itu sudah tak penting lagi, barangkali, katanya. Karena, pikirnya, ada juga yang tak kalah penting: ayah dan ibu di desa, sering didatangi petugas pos. Ya, serumpun wesel untuk menguatkan pertalian batin. Saudara-saudaranya yang berkunjung, atau wisata, juga tak perlu lagi hotel.

Yang terutama adalah pada hari raya Iedul Fitri, ia tak perlu berdesakan dalam bus ataupun elf saat bersilaturahmi ke rumah neneknya Daska dan Deswina. Ada tunggangan, yang bahkan dengan sedikit sisa kebanggaan diparkir di depan pintu gerbang makam sang ayah, mertua yang sangat disayangi Barja.

Hidupnya, dia atur untuk menabung kebahagiaan. Sesuatu yang harus diciptakan. Lalu, sebagaimaa setiap biduk menemukan badainya pada setiap samudera yang mengepungnya, dan setiap pohon tinggi dan besar menerima tamparan angin dan hujan, Guncangan mendera keluarga Sinta.

“Sin, Pemerintah membatalkan pembelian dari CV kita. Semua dana yang semula untuk pengadaan itu, dialihkan ke tempat-tempat bencana Corona…” keluh Barja.

Lalu covid lain, untuk berbagai kasus lain bermunculan, hingga melaju ke beragam corak, warna, ragam, dan bentuk persoalan lain. Yang sangat tak diduganya. Tak diharapkan Barja pula. Rumah di kawasan elit tengah kota beralam sejuk itu, kemudian dijual.

Mobil juga terbang dan bermukim di show room. Mereka pindah ke sebuah perumahan pinggir kota. Meski rumahnya lebih besar, lingkungannya sangat berbeda. Terutama untuk anak-anak mereka.

Daska dan Deswina pindah sekolah. Lingkungan baru itu semula tak begitu mengkhawatirkan. Namun lama-kelamaan menampakkan wujudnya yang lain. Di SMA barunya, Daska, dikenal baik. Dan memang prilakunya selama ini terbilang baik.

Menginjak tahun ke dua, memasuki pertengahan semester ke dua, ia sering pulang malam. Kemudian lebih sulit dikendalikan dan mulai menjadi pemarah. Sinta harus lebih sering menengahi pertengkaran Daska dengan ayahnya. Apalagi persoalan keuangan dan kesehatan Barja yang kian memburuk, membuatnya juga mudah terpancing emosi.

Ia lebih pemarah daripada sebelum-sebelumnya. Serangan jantung, yang mengantarkan Barja ke alam lain, setidaknya disumbangkan pertengakarannya dengan Daska yang sering merengek minta motor, dan sebagainya.

Permintaan kendaraan yang tak bisa dipenuhi Sinta itu, berulang enam bulan kemudian. Bahkan kadang disertai hinaan, yang membuat Sinta sering tak bisa tidur. Apalagi laporan Daska sering bolos sekolah, dan sering bersama seorang gadis yang dikabarkan anak bandar narkoba, mengharuskannya sering memarahi anak sulungnya itu.

Puncaknya, adalah Daska membakar rumah mereka, saat Sinta menjenguk kakak almarhum suaminya yang sakit.

Namun yang paling puncak, enam bulan setelah Daska ditebus dari tahanan mapolsek, dengan uang hasil patungan adik dan kakak almarhum suami Sinta, kabar lebih buruk menghujam jantung Sinta. Telah tiga bulan calon cucunya menghuni rahim pacar Daska, dan menuntut dinikahi.

Airmata Sinta, darah di seluruh jaringan tubuhnya: mengering. Ia tak hanya ingin melupakan dunia. Tetapi menguburnya.


Bandung.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
PEONY
Lilly Amundsen
Flash
Family Gift
Pamella Paramitha
Cerpen
Perempuan Yang Ingin Mengubur Dunia
Drs. Eriyadi Budiman (sesuai KTP)
Novel
You, K
Racelis Iskandar
Flash
Habis Terbakar
Kosong/Satu
Novel
PERTARUNGAN RINDU
Emur Paembonan S
Flash
Ojek Payung
Fitri F. Layla
Novel
The Carrot Can Fly
Yesno S
Novel
Batu Loncatan
Nurmalita Rizki Anindya
Novel
Bronze
Ditunggu Tuhan
Herman Sim
Novel
Bronze
Cinta dan Rahasia
Cesssy
Flash
Bronze
Nanti Kami Akan Kabarin Lagi
Reyan Bewinda
Novel
LOVE and DREAM
Nita Sari
Novel
Bronze
Salamku Untuk Waktu
Intan Nur Syaefullah
Flash
Monokrom
Nadia Auliyah
Rekomendasi
Cerpen
Perempuan Yang Ingin Mengubur Dunia
Drs. Eriyadi Budiman (sesuai KTP)
Cerpen
Bronze
PENGANTIN BERSAYAP MERAH MUDA
Drs. Eriyadi Budiman (sesuai KTP)
Cerpen
Bronze
ALIENS PURBA DARI SOLITER
Drs. Eriyadi Budiman (sesuai KTP)