Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Di pedalaman Kalimantan Barat, di mana lebatnya hutan masih menguasai pemandangan, mengalirlah Sungai Kayan dengan tenang, seperti urat nadi yang menjaga kehidupan hutan tetap berdenyut. Sungai ini menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat setempat. Airnya yang jernih berkilauan, memantulkan sinar matahari yang menembus celah-celah pepohonan raksasa di atasnya. Di tepi sungai yang rindang dan tersembunyi, terdengar suara riang tawa mengisi keheningan siang itu.
Meika, seorang gadis Dayak berambut hitam legam dan ikal, berenang lincah bersama teman-temannya. Rambutnya yang terurai basah tampak berkilau di bawah sinar matahari. Dengan kemban sederhana yang membalut tubuhnya, ia terlihat seperti jelmaan alam itu sendiri. Teman-teman Meika, yaitu Rena, Lia, dan Ayu, tertawa ceria, mencipratkan air satu sama lain, bergurau, dan meluncur di sepanjang tepian sungai. Teriakan mereka bergaung di antara pepohonan yang berdiri kokoh, saksi bisu dari kegembiraan mereka. Setiap percikan air yang membasahi wajah mereka disambut tawa yang lepas, memecah kesunyian hutan yang sering kali hanya disertai suara burung dan desiran angin.
Di sekeliling mereka, hutan Kalimantan tampak megah dan penuh misteri. Pohon-pohon tinggi dengan akar menyembul ke permukaan seolah menceritakan kisah masa lalu tentang leluhur yang pernah berdiam di tanah ini, tentang kekuatan alam yang menjaga dan melindungi mereka. Di atas dahan, burung-burung eksotis dengan bulu berwarna cerah hinggap sambil berkicau, seolah-olah turut serta dalam nyanyian kegembiraan para gadis.
Meika menatap ke arah arus sungai yang perlahan. Meski ia sangat mencintai sungai dan hutan di sekitarnya, hari itu ia merasa ada sesuatu yang berbeda, seperti bisikan halus memanggilnya dari dalam air yang jernih. Sejenak ia mengalihkan pandangan ke langit biru yang terlihat di sela-sela dedaunan lebat. Rasa tenang selalu ia rasakan di tempat ini. Namun, hari itu ketenangan itu terasa diiringi sesuatu yang asing.
Meika berhenti tertawa, memandangi permukaan air dengan raut wajah serius. Rena menyadari perubahan itu dan bertanya dengan cemas, "Ada apa, Meika?"
Meika tersenyum kecil, "Mungkin hanya perasaanku saja," jawabnya pelan. Namun di lubuk hatinya, ia merasa panggilan itu nyata. Seolah sungai ini menyimpan rahasia, sebuah ikatan yang lebih kuat dari yang bisa ia bayangkan. Rasa penasaran membuatnya kembali merenung. Ia sadar, alam di sekitarnya menyimpan misteri yang belum terungkap.
Di rumahnya, nenek Meika dikenal luas sebagai dukun kampung yang disegani. Para warga sering datang untuk meminta bantuannya, baik untuk menyembuhkan penyakit fisik atau mengusir roh jahat yang dianggap mengganggu. Dukun tua itu menyimpan banyak barang aneh yang tersembunyi di dalam rumah. Salah satu benda yang paling menarik perhatian Meika adalah batu kecil berwarna abu-abu kehijauan, berbentuk seperti lidah.
Suatu hari, saat Meika masih kecil, ia tersentuh rasa penasaran dan menyentuh batu tersebut. Saat itu, neneknya mendekat sambil tersenyum penuh arti. “Itu bukan sembarang batu, Cuk,” ujar neneknya, suaranya rendah namun berwibawa. “Jika nenek membawa batu itu ke sungai dan menggosoknya, batu ini akan berubah menjadi buaya putih. Buaya itu bukan sembarang buaya, ia adalah pelindung keluarga kita, penunggu sungai yang akan menjaga kita dari bahaya.”
Mata Meika berbinar mendengar cerita neneknya, dan sejak saat itu, ia selalu memperhatikan setiap ritual yang dilakukan oleh neneknya. Meskipun belum sepenuhnya mengerti, ia merasa bahwa neneknya memiliki hubungan erat dengan sungai dan makhluk-makhluk di dalamnya.
Meika masih ingat jelas, saat Meika masih kecil,Meika dan teman-temannya bermain di sungai saat musim hujan, ketika airnya sedang pasang dan deras. Saat asyik bermain, Meika terpeleset dan jatuh ke tengah sungai. Teman-temannya panik, melihat tubuh Meika terbawa arus kuat. Meika tidak bisa berenang, dan air yang deras menariknya semakin jauh dari tepian.
Di tengah kepanikannya, Meika merasa seperti ditarik ke dalam arus yang tak kasat mata. Ketika membuka matanya, ia menyadari bahwa dirinya berada di sebuah rumah besar, seperti istana di dalam air. Lantai dan dindingnya terbuat dari batu-batu alam, dihiasi ukiran berkilau. Di hadapannya, makanan lezat tersaji di meja panjang. Tanpa ragu, ia mencicipi makanan tersebut karena dia sangat lapar,rasanya begitu nikmat, tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Kemudian seorang wanita cantik, bak putri kerajaan, mendekat. Wanita itu tersenyum padanya dan membelai rambut Meika dengan lembut. Bukan nya takut dengan orang baru di lihat nya Meika merasa hangat dan tenang seolah di antara mereka sudah terjalin ikatan erat , seolah berada di tempat yang aman dan nyaman,. Ia merasa aneh, namun nyaman, tidak menyadari bahwa dirinya berada di dasar sungai.
Di desa, warga kampung sedang panik. Mereka berbondong-bondong di tepi sungai, meneriakkan nama Meika. Beberapa orang melompat ke sungai, menyusuri tepiannya, berharap menemukan gadis kecil itu. Pencarian berlangsung lama, bahkan hingga matahari hampir tenggelam. Nenek Meika tampak tenang di tengah kerumunan yang panik. Ia menutup mata, mulutnya berkomat-kamit, mengucap doa-doa yang hanya didengar dirinya sendiri.
Setelah berjam-jam, tiba-tiba dari tengah sungai tampak sepasang tangan kecil muncul ke permukaan. Warga yang melihat langsung mendekat, menarik tangan kecil itu ke tepian. Meika yang seharusnya tidak mungkin selamat dari arus deras sungai justru terlihat sehat dan sadar.
Ketika sudah berada di atas jamban, neneknya mendekat dan meletakkan tangannya di kepala Meika, lalu berbisik, “Kau telah bertemu dengan keluarga kita. Mereka yang tinggal di dalam sungai, mereka yang menolongmu.”
Meika mengangguk pelan, tak sepenuhnya paham, namun tahu bahwa apa yang dialaminya sangat nyata. Seluruh warga kampung menjadi saksi, menyaksikan Meika, gadis kecil yang tidak bisa berenang itu, kembali hidup dan sehat. Mereka mulai meyakini bahwa Meika memiliki ikatan kuat dengan penjaga sungai, sebuah kekuatan yang hanya dimiliki oleh keluarganya.
Setelah kejadian itu, Meika selalu merasa adanya kehadiran tak kasat mata yang melindunginya, terutama di dekat sungai. Ia tumbuh dengan pemahaman bahwa di balik dunia yang tampak, ada dunia lain yang penuh misteri. Dan ia, Meika, gadis Dayak dari Kalimantan, adalah bagian dari keduanya.
Waktu berlalu, dan pengalaman itu seolah semakin memperdalam ikatan Meika dengan dunia yang tak terlihat. Pada suatu malam, saat desa gelap gulita karena tak ada aliran listrik, Meika berjalan pulang sendirian setelah menonton televisi di rumah kepala desa. Jalan setapak yang ia lewati begitu gelap, hanya diterangi senter kecil yang ia bawa.
Saat itu, tiba-tiba ia melihat sosok lelaki berdiri di hadapannya. Lelaki itu tampan, dengan kulit seputih bulan dan pakaian serba putih yang bersih. Senyumnya lembut, namun tatapan matanya tajam. Meika menghentikan langkahnya, tubuhnya terasa kaku. Perlahan, ia menyadari bahwa lelaki di hadapannya bukanlah manusia biasa. Tubuhnya transparan, berkilauan di bawah cahaya bulan yang samar.
Meika ingin lari, namun tubuhnya seolah terpaku di tempat. Ia berusaha berteriak, namun suaranya tertahan di tenggorokan. Dengan penuh ketakutan, ia memutar tubuhnya dan berlari kembali ke rumah kepala desa. Napasnya tersengal-sengal saat tiba, wajahnya pucat pasi. Orang-orang di sana bertanya-tanya, terheran-heran melihat Meika yang berlari terbirit-birit seperti baru saja bertemu sesuatu yang menakutkan. Mereka tak mengerti apa yang baru saja dialami Meika.
Sejak saat itu, Meika semakin sering merasakan kehadiran makhluk-makhluk yang tak terlihat. Di siang hari, ketika ia bermain di sungai, ia kadang-kadang mendengar suara bisikan halus dari dalam air. Di malam hari, ia melihat sosok-sosok yang hanya bisa dilihatnya sendiri. Namun, ia tidak lagi merasa takut. Ia tahu bahwa mereka adalah bagian dari alam, bagian dari dunia yang sudah menjadi bagian hidupnya sejak ia kecil.
Neneknya sering mengajaknya berbicara tentang dunia yang tak terlihat ini. Ia mengajarkan Meika untuk menghormati makhluk-makhluk itu, untuk selalu hidup selaras dengan alam, karena alam adalah rumah mereka. "Kau adalah penjaga, Meika," kata neneknya suatu hari. "Tugasmu adalah menjaga keseimbangan, menghormati dan melindungi mereka seperti mereka melindungimu."
Meika tumbuh dengan pemahaman bahwa ada dunia yang lebih besar dari yang tampak di mata manusia biasa. Dunia yang penuh misteri, yang hanya dapat dimengerti oleh mereka yang memiliki ikatan dengan alam. Dan Meika adalah salah satunya. Ia menyadari bahwa hidupnya bukan sekadar tentang dirinya sendiri, tetapi juga tentang menjaga dunia yang tak terlihat itu, dunia yang selalu mengiringi langkahnya, di manapun ia berada.
Meika tak asing lagi dengan kejadian-kejadian aneh yang menghantui malam-malamnya. Di desanya yang sunyi, tanpa penerangan selain pelita, suasana malam begitu kelam dan mencekam, membuat suara-suara kecil terdengar berlipat ganda. Namun, yang membuat bulu kuduknya berdiri bukan sekadar gelap atau bunyi hewan malam, melainkan sosok yang sering muncul di dalam kamarnya sendiri.
Hampir setiap malam, Meika terbangun dengan perasaan tak nyaman, seolah ada sesuatu yang memanggilnya dari dalam kegelapan. Matanya perlahan terbuka, dan seketika ia mendapati lemari kayu tua di sudut kamarnya terbuka lebar. Bayangan yang mengintai dari dalam lemari itu selalu sama sosok nenek-nenek berwajah keriput, mengenakan kebaya bermotif bunga-bunga kecil dan kain batik yang melilit tubuh tuanya. Nenek itu duduk tenang, namun sorot matanya dingin dan menusuk, seolah tak menginginkan Meika berada di sana. Setiap kali Meika melihat sosok tersebut, tubuhnya mendadak membeku. Ia ingin berteriak, ingin mengalihkan pandangannya, namun matanya seperti tertahan oleh tatapan nenek itu. Malam demi malam berlalu dengan rasa takut yang terus menghantui.
Pagi harinya, ketika keberanian muncul, Meika mencoba bercerita kepada neneknya yang masih hidup, berharap ada penjelasan yang masuk akal. Neneknya, dengan tatapan penuh pengertian, hanya tersenyum tipis dan mengatakan, "Meika, banyak dari keluarga kita yang menyukaimu di alam sana. Mereka merasa dekat denganmu, dan mungkin ingin memberitahukan sesuatu."
Neneknya kemudian menambahkan, "Kau punya darah penjaga, Meika. Kau memiliki hubungan dengan mereka, bahkan ketika kau sendiri mungkin tidak menyadarinya." Meika tertegun mendengarnya. Hubungan macam apa yang dimaksud neneknya? Mengapa harus dirinya yang merasakan semua ini? Ia tak bisa memahami mengapa dirinya yang harus melihat sosok-sosok aneh, merasakan kehadiran yang tak terlihat, dan mengalami hal-hal yang tak masuk akal.
Sejak perbincangan itu, Meika merasa semakin dihantui oleh rasa penasaran, namun juga ketakutan. Ia mulai memperhatikan hal-hal kecil yang selama ini diabaikannya suara-suara pelan yang terdengar dari hutan saat ia berjalan sendirian, bisikan-bisikan yang tak jelas di malam hari, dan kadang hembusan angin yang terasa berbeda seolah menyampaikan pesan. Ia merasa seolah tengah dipersiapkan untuk sesuatu, namun ia tak tahu apa itu.
Di suatu malam yang gelap dan sepi, Meika terbangun lagi. Kali ini, ada suara lembut namun tegas yang terdengar di dekat telinganya, "Bangunlah, Meika. Lihatlah siapa yang datang." Dengan tubuh yang bergetar, Meika mengalihkan pandangannya ke arah lemari yang kembali terbuka. Sosok nenek berkebaya bunga-bunga itu kembali duduk di dalam lemari, namun kali ini ia tidak sendiri. Di sebelahnya, berdiri sosok seorang pria muda dengan pakaian tradisional, tatapannya tegas namun ramah. Meika merasa ada kekuatan yang lebih besar dari dirinya yang menguasai ruangan itu.
Pria muda itu berbicara dalam bahasa yang aneh, namun entah mengapa Meika bisa mengerti. "Kami menunggumu, Meika. Keluarga kita memiliki warisan yang harus kau jaga." Ia melanjutkan, "Nenekmu telah memilihmu untuk melanjutkan tugas yang tak semua orang mampu lakukan. Kau harus menjadi penjaga antara dunia ini dan dunia kami."
Meika merasa takut sekaligus bingung. Namun, ada sesuatu dalam dirinya yang perlahan merasakan keterikatan pada kata-kata itu. Ia menoleh pada sosok nenek berkebaya, berharap mendapatkan jawaban. Nenek itu menatapnya dengan pandangan lembut untuk pertama kalinya, lalu mengangguk kecil seakan memberikan persetujuan.
Pagi harinya, Meika memberanikan diri untuk bertanya lebih jauh pada neneknya,Neneknya menyuruhnya duduk di dekatnya, lalu mengambil sebuah kotak kayu kecil dari lemari tua. "Di dalam kotak ini, tersimpan benda yang diwariskan oleh leluhur kita. Benda ini bukan sekadar barang, tetapi jimat yang akan melindungimu dan menguatkan hubunganmu dengan alam lain," ujar neneknya sambil membuka kotak tersebut.
Di dalam kotak itu, Meika melihat sebuah batu kecil yang dihiasi ukiran rumit. "Ini adalah warisan keluargamu," lanjut neneknya. "Kau memiliki tugas untuk menjaga keseimbangan antara dunia kita dan mereka yang berada di alam lain. Selama kau memegang keris ini, mereka akan selalu mendengarkanmu dan mengikutimu."
Sejak hari itu, hidup Meika berubah. Ia tidak lagi melihat sosok nenek berkebaya dalam lemari, namun ia merasa lebih sering merasakan kehadiran makhluk-makhluk lain di sekitarnya. Saat berjalan sendirian di hutan, ia mendengar bisikan yang terdengar lebih jelas, seakan-akan mereka berbicara kepadanya, meminta bantuannya untuk menjaga desa dari ancaman yang tak terlihat.
Walaupun ketakutan itu masih ada, Meika mulai merasa bahwa dirinya memang ditakdirkan untuk hal ini. Ia menerima warisan keluarganya dengan penuh kesadaran, menjalankan tugas yang telah diembankan kepadanya, meskipun ia tahu jalannya tidak akan mudah. Dunia yang tak terlihat kini menjadi bagian dari kehidupannya, dan Meika siap untuk menjalankan perannya sebagai penjaga, antara dua dunia yang saling berhubungan namun terpisah oleh batas yang tak kasatmata.
Meika sering merasa bingung dan aneh dengan dirinya sendiri, karena begitu banyak kejadian yang tak masuk akal menimpanya peristiwa-peristiwa yang tak dapat dijelaskan dengan logika. Berkali-kali ia berhasil terlepas dari maut dalam situasi yang bagi orang lain mungkin tak akan ada harapan, seolah-olah ada kekuatan gaib yang selalu melindunginya, seperti seorang penjaga yang tak terlihat namun setia menemani langkah hidupnya. Namun, ia juga menyadari bahwa di sekelilingnya, banyak makhluk-makhluk tak kasat mata yang selalu mengawasinya, beberapa tampak melindunginya dengan penuh kasih, sementara yang lain memperlihatkan ketidaksenangan dan ketidaksukaan mereka terhadapnya, seakan keberadaan Meika mengusik kedamaian mereka di alam yang berbeda itu.