Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Pengakuan Dosa
3
Suka
900
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Untukmu yang telah kurugikan karena telah mencuri waktu berhargamu.

Aku bukan penulis ulung. Karbitan? Kurasa kurang pas. Lebih tepatnya hanya seorang perempuan yang sedang mencoba mengutarakan isi hati dengan menulis tapi tak pernah menyelesaikan tulisannya dengan baik karena terlalu enggan dengan pikiran yang rumit. Sangat tidak bertanggung jawab bukan?

Menulis dan hanya menyimpannya menjadi konsumsi pribadi adalah jalan ninjaku. Ya, karena karyaku sangat amat berantakan. Tak pernah terangkai dengan baik dan indah, dan lebih cenderung terlalu menuangkan isi hati sehingga tidak tersaji dengan baik. Terlalu menjijikkan untuk konsumsi publik, isinya tidak berbobot cenderung membingungkan hingga membuat mual yang membaca, sama seperti tulisan ini.

Tapi saat ini, aku tak peduli akan hal itu, dan semoga kau mengerti maksudku.

Berziarah ke beberapa akun lama setahun yang lalu setelah bertahun-tahun tak tersentuh. Membalas satu persatu pesan yang masuk setelah beberapa tahun, sudah kadaluarsa untuk dibalas.

Memang beberapa tahun ini saya menghindari sosial media. Memutuskan komunikasi dengan teman-teman lamaku. Inginku? Bukan seperti itu. Itu adalah titah seseorang yang telah sengaja menghapus semua kontak di gawaiku, seseorang yang telah menjungkir-balikkan kehidupanku, yang menghancurkan masa mudaku, dan dengan bodohnya kuikuti dengan suka rela, bahkan dengan senang hati karena merasa disayangi. Hey, posesif di dunia nyata tak seindah di dunia novel percintaan remaja, tak semegah kisah percintaan CEO yang dingin dan posesif di Wa**p*d. Sialnya saat itu saya merasa seperti tersihir dan dengan mudahnya merasa paling dicintai, pikiranku dimanipulasi olehnya. Dan, sebut saja namanya Arga

Memutuskan menikah di usia muda berharap memiliki kisah cinta yang biasa-biasa saja, nyatanya awal dari malapetaka.

Setelah menjalin hubungan yang cukup manis selama sekitar 2 tahun, membuatku memimpikan hidup menua dengannya, dengan 2 orang anak saja, tiap sore dasteran sambil siram-siram bunga, menjalankan usaha laundry dan warung ayam geprek hasil rintisan nekatku 1 tahun belakangan ini, tiap pagi membuatkan secangkir kopi, menyetel lagu-lagu Sheila On 7, dan malamnya tidur berpelukan sambil mendengarkan lagu cinta. Polos sekali bukan?

Ternyata menyatukan 2 orang dalam 1 atap tak sesederhana itu. Usia muda juga mempengaruhi pikiran yang labil dan mudah di setir, dan hal itu dimanfaatkan dengan baik oleh seorang yang kusebut "Mertua".

Namanya Ibu Mayang, seorang wanita paruh baya yang beberapa bulan ini berstatus seorang janda, karena suami yang 4 tahun terkena stroke telah meninggal dunia. Seorang wanita yang kurasa begitu sangat menyayangiku, bahkan perhatiannya mengalahkan ibuku hingga aku betah berlama-lama jika berkunjung ke rumahnya. Tapi semua berbeda setelah saya resmi menjadi istri dari anaknya, dia malah menganggapku ingin merebut seorang putera dari pelukan seorang ibu.

Mas Arga yang memberikan seluruh gajinya kepada ibunya kuanggap hanya bentuk baktinya kepada sang ibunda, itu tak cukup mengusikku. Karena aku juga cukup memiliki penghasilan dari usaha rintisanku yang sempat kusebutkan tadi, jadi untuk memenuhi keinginanku aku tidak terlalu menuntut suamiku. Bahkan aku pun melibatkan mertuaku untuk mengelolanya. Tapi ternyata keputusanku salah, bagai "butterfly effect" itu awal dari masalah-masalah selanjutnya.

Rasa enggan mengecek arus keuangan karena takut mertua tersinggung misalnya. Akhirnya aku nekat membuka cabang usaha sekali lagi di tempat yang berbeda. Karena meminta kepada orang tua seolah mengisyaratkan jika aku tidak dinafkahi dengan baik oleh suamiku.

Tiba masa kehamilanku, aku hidup tak terurus. Aku memutuskan ke rumah orang tuaku tanpa diikuti oleh suami, malu katanya.

Sekali lagi, aku mendapati kenyataan pahit. Dia tiap hari mengantar jemput adik ipar dari kakak laki-lakinya. Seorang gadis yang sempat membuatku cemburu karena terlalu manja kepada suamiku. Dan tentu saja itu ide ibunya. Hal itu berusaha ditutupi dengan kebohongan berlapis. Dan itu sudah berlangsung selama 1 bulan. Pikiranku mulai tidak waras membayangkannya duduk di tempat yang seharusnya hanya aku yang boleh mendudukinya.

Di hari aku melahirkan, aku hanya ditemani oleh keluargaku tanpa bantuan biaya dari mereka. Kupandangi badan mungil 2,1 kg tanpa busana dalam kotak kaca yang dipasangi alat pernapasan, selang makanan, sinar biru dan alat lainnya. Bayi mungil yang hanya diadzani oleh kakeknya. 3 bulan lamanya dalam inkubator, hanya sesekali dijenguk oleh seorang ayah dan nenek.

"Kok tidak mirip bapaknya, mirip siapa ini?" Ucap mertuaku sinis. Seolah tidak ada kata-kata yang lebih pantas ia ucapkan. Tak usah kujabarkan kejadian utuhnya.

Walau demikian, aku tetap mempertahankan pernikahanku meski tak seatap. Mencoba membesarkan anakku meski hanya sesekali bersentuhan dengan ayahnya.

Saat 8 bulan usia anakku, ia demam dan kejang sampai dilarikan ke rumah sakit dan mengalami kritis. Suamiku datang seorang diri.

"Ibu mana?" Tanyaku.

"Nda ikut, besok pagi mau nikah". Ujarnya.

Sebuah kenyataan yang sama sekali belum kuketahui.

Semalam menemaniku, paginya dia ditelepon oleh ibunya.

"Pulang nak, ibu mau menikah"

1 kalimat yang cukup menggerakkan seorang ayah pergi meninggalkan seorang anak yang terbaring di ranjang rumah sakit dan belum membaik dari kemarin.

Marah? Tentu saja. Dan dia tidak kembali lagi hari itu. Apakah tidak ada orang waras yang mengingatkannya untuk kembali ke rumah sakit menjaga anaknya? Kesalku.

4 hari di rumah sakit, akhirnya batang hidung mertuaku mulai nampak, dengan menenteng 1 ball popok di tangan, menggandeng seorang pria dengan tahi lalat besar di bibirnya. Mungkin itu suami barunya. Terlihat suamiku mengekor di belakang mereka.

"Ini saya singgah dulu jenguk cucu, karena mau berkunjung ke rumah keluarga suami" ucapnya semangat sambil memamerkan gelang emas baru yang melingkar di tangannya.

"Ternyata cuma singgah? Kirain sengaja datang. Sudah 4 hari loh ini ditungguin" sindirku

Untuk detailnya, tak akan kuceritakan di sini, mungkin di lain kesempatan.

Hingga usia anakku mau menginjak 5 tahun, dan selama itu aku masih mempertahankan statusku karena menjadi janda dengan cerai hidup adalah aib di keluargaku. Walau di usia 1 tahun 6 bulan anakku, aku memilih bekerja dan tinggal sendiri. Meski sesekali menjenguk anakku yang lebih memilih tinggal bersama orang tuaku, dan selama itu aku berusaha menyembuhkan lukaku sendiri.

Sampai akhirnya aku memutuskan berdamai dengan keadaan, memilih membesarkan anakku seorang diri saja, tentu saja dengan perasaan yang lebih bahagia. Menjadi single parent walau dengan status yang masih gantung tak seburuk itu.

Aku kembali membuka akun lama, membalas satu persatu pesan yang sudah menahun. Memilih tak menceritakan statusku kepada orang-orang yang tak tahu akan hal itu bukan karena ingin terlihat masih gadis, hanya saya aku tidak ingin hanya karena statusku aku menjadi orang yang dihindari atau menggunakannya untuk mengolok-olokku.

"Wah suaminya mana? Sini kunafkahi batin"

"Janda ya? Sudah pro lah ya"

"Me-ri-ang gak?"

Itu hanya sebagian dari banyak pesan merendahkan yang kudapat, dan sebagian besar hanya mengarah ke selangkangan.

Bukan hanya di dunia maya, beberapa orang di dunia nyata pun demikian. Bahkan dari beberapa rekan kerjaku. Aku mulai menjadi topik dari perbincangan mereka. Menjadi bulan-bulanan seorang perempuan yang merasa tersaingi, menjadi bahan pelecehan verbal kaum pria, dan menjadi orang yang diwaspadai para istri-istri mereka.

Aku hanya merindukan orang-orang memperlakukanku dengan normal, sebagai sosok yang pernah mereka kenal.

Selain itu, aku juga mendapat beberapa dukungan dari beberapa teman lamaku, orang-orang yang menginginkanku bangkit lagi.

Dan ketika melihat orang-orang menerimaku tanpa memandang statusku ataupun orang-orang yang tidak mengetahui itu, rasanya menyenangkan sekali, aku seperti seorang yang terlahir kembali, hingga aku terlena. Berusaha tak menceritakan statusku jika tidak ditanya. Tidak penting lagi pikirki. Toh aku cuma makhluk sosial, dekat dengan seseorang pun tak akan membuatku kembali berujung pada sebuah pernikahan.

Setelah melihat beberapa orang ternyata masih ingin mendekatiku bahkan memperlakukanku lebih baik dari perlakuannya terhadapku, Arga mulai bertindak gila. Dia mulai mengakuiku , padahal sebentar lagi resmi bukan lagi miliknya. Memang, hanya kehilangan yang bisa menyadarkannya. Meski demikian, aku tak menutup aksesnya untuk menemui anaknya, bahkan terlalu bebas untuk keluar masuk di ruko laundry ku, dan aku tak mau terlalu ambil pusing.

Arga sesekali mengancam rekan kerjaku yang tertihat mendekatiku, bahkan langganan yang mengantar parfum pun tak luput dari sasaran amukannya. Ya, sebelum kami menikah dan sebelum aku menjadi orang yang dianggap saingan oleh ibunya, dia memang sosok yang seperti ini. Posesif, tak mengizinkan siapapun mendekatiku. Mungkin memang pantas kusebut gila.

"Siapa yang antar pulang tadi? Kenapa saya liat kamu diantar sama laki-laki?". Cecarnya.

"Ya terserah saya mau diantar siapa" balasku

Dan kembali sumpah serapah memenuhi gendang telingaku.

Begitupun jika dia tau aku berbalas pesan dengan seseorang, makian demi makian dia lontarkan.

"Kamu sudah punya suami ya? Tanya seseorang.

"Oh, kami sudah tidak bersama".

Orang itu kemudian menangkap layar percakapan kami dan mengirimkannya ke Arga. Tebak apa yang terjadi? Tentu saja dia murka, dan anak kami sasarannya.

"Tidak usahlah Arka tinggal sama ibu lonte macam kamu, ganjen sekali" ucapnya tak tau diri.

Tapi yang lebih menyakitkan dari itu, aku merasa orang-orang tak mempercayaiku dan lebih memilih memberikan informasi pada Arka. Seolah apapun yang kujelaskan itu hanya sebuah alasan. Karena itu aku enggan menjelaskan panjang lebar pada orang yang tak mempercayai itu, maupun yang tak mempertimbangkan mendengar sesuatu dari sudut pandangku

Untuk itu, aku minta maaf telah menjadikanmu bagian dari semuanya, menjadikanmu salah satu orang yang terlibat dari tindakanku yang tidak bertanggung jawab, menjadikanmu korban dari konflik kami. Maaf karena ini terlalu terlambat. Maaf karena tidak berterus terang dari awal. Maaf karena tidak meminta maaf secara langsung karena takut dengan kemungkinan buruk yang terjadi selanjutnya dan terlalu malu untuk hal itu, mungkin kamu juga akan bertindak sama dan tak peduli dengan sudut pandangku. Dan maaf karena sempat nyaman dengan pesan-pesan ringan dan random, membuatku menyia-nyiakan waktumu mengenal orang problematik sepertiku.

Mungkin aku hanya seorang yang tidak mempunyai kesan khusus sama sekali bahkan hanya menyisakan kesan buruk untukmu, namun saya berterimakasih karena di saat-saat saya sendiri dan sedang berusaha terlihat normal, ada kamu yang sempat menemaniku walau hanya sebatas teman bertukar pesan biasa. Karena tak akan mungkin akan lebih dari itu, karena aku dengan lukaku, dan kamu yang seperti langit.

Untukmu, yang pernah merasa dirugikan, sekali lagi maaf walau salahku memang tak termaafkan.

Mungkin terkesan tak tahu malu, tapi dengan mengunggah ini, aku mengenyahkan harga diriku..

Maaf untuk tulisan yang tak tersaji dengan baik ini.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Surat Yang Tak Terbalas
Lail Arrubiya
Cerpen
Pengakuan Dosa
noeeyyy
Novel
Time For Us
Pratiwi_Hwang
Novel
Bronze
Pesawat kertas
byrainy
Novel
Abuelita
Tasyavira Indifatma
Novel
Unperfect Marriage
Elisabet Erlias Purba
Novel
Arjuna
leonheart
Skrip Film
Semua Masih Sama
Syeihan Gus Sajad
Novel
So it begins
tirmlk
Novel
Luka Ini Indah
L
Skrip Film
Matahari Di Bulan Januari
Rika Kurnia
Novel
Ke Anyelir
Maryam Badrul Munir
Novel
DANUM
Abroorza Ahmad Yusra
Novel
Bronze
Sepasang Satria Piningit
Anggrek Handayani
Flash
Bronze
Ketua Kelas
Herman Sim
Rekomendasi
Cerpen
Pengakuan Dosa
noeeyyy
Cerpen
Terjebak Rasa (Yang Salah)
noeeyyy