Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Angkasa raya menjulang tinggi di atas antrean panjang jiwa-jiwa yang menunggu keputusan akhir mereka. Di tengah-tengah barisan itu, seorang pria bernama Badek berdiri dengan wajah yang sangat yakin dia masuk surga.
Dia sudah berkoar-koar selama hidupnya, bahka ketuika mati dia pasti masuk surga. Karena selama hidupnya dia aktif di bidang keagamaan dan sangat dekat dengan para pemimpin agama.
Selama hiupmya dia hanya hormat pada para pejabat dan orang kaya sert para pejabat agama saja. Dia tidak peduli dengan orang miskin dan tidak mampu. Bahkan membuka WA meraka saja dia ogah.
Kini Badek baru saja meninggal dunia, dan kini ia berada di pengadilan surga, tempat di mana semua amal dan dosanya ditimbang sebelum nasib kekalnya ditentukan.
Badek mengamati sekelilingnya. Beberapa jiwa tampak gemetar ketakutan, sementara yang lain menunduk pasrah. Namun, ada juga yang tersenyum, seolah yakin bahwa surga adalah milik mereka. Sama seperti Badek.
Saya yakin pasti masuk surga, katanya di dalam rohnya.
Di dalam gumaman rohnya itu, tiba-tiba "Arwah Badek," suara lantang malaikat menggema. "Majulah."
Dengan langkah sangat percaya diri di atas rata-rata, roh Badek melangkah ke depan. Ia tahu betul bahwa selama hidupnya ia memiliki segalanya—kekayaan, kekuasaan, dan pengaruh.
Ia adalah pegawai sebuah sebuah BUMN dengan gaji hampir dua miliar per bulan, tetapi itu saja tidak cukup baginya. Ia mengorupsi uang negara hingga ribuan triliun dan membagikannya kepada pejabat negara yang korup, anggota DPR, serta orang-orang kaya yang menjadi sekutunya yang juga pada korup.
Di sisi lain, ia tak pernah sedikit pun peduli pada rakyat kecil. Tenaga honorer yang hanya menerima gaji 300 ribu per bulan—jumlah yang bahkan tak cukup untuk makanan kucing dua puluh enam ekor.
Belum lagi itu baru bisa di terima setelah tiga bulan sekaali, kebanyakan sih di terima enam bulan sekali, sehingga selama enam bulan itu tenaga honorer di suruh puasa panjang seperti ular, sebuah prestasi dengan rekor Guinness World of Records yang mengalahkn ahli agama manapun di dunia ini.
Tak hanya itu, dengan uang yang melimpah, Badek menjalani kehidupan penuh hawa nafsu. Ia meniduri lebih dari sepuluh seribu wanita, tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya. Bahkan ia sengaja keluar di dalam, tanpa peduli pada anak-anak yang mungkin lahir tanpa ayah yang bertanggung jawab.
Sementara para waanita itu memang mencari kerja yang mudah, dengan membuka segala poakaian dan berkeringat saja, sudah dapat duit, malah sama-sama enak lagi.
Badek, di hadapannya sekarang, seorang malaikat berdiri, membuka sebuah buku besar kehidupan yang memancarkan cahaya suci yang menaungi roh-roh itu.
"Nama: Badek. Usia: 56 tahun. Status: Meninggal akibat serangan jantung akut ketika sedang main bola. Catatan kehidupan..." Malaikat mulai membaca, matanya menelusuri setiap halaman dalam buku kehidupan Badek.
Malaikat itu menghela napas dan menggelengkan kepala. “Berat … Berat …Sangat berat … Berart sekali,” gumamnya.
"Kau masuk neraka abadi."
Badek terperanjat. "Apa? Tidak! Tidak mungkin! Saya telah banyak berjasa selama hidup saya!"
Malaikat menatapnya dengan tenang. "Buku kehidupan ini tidk mungkin salah. Ini rekaman alam terhadap segala pernbuatanmu. Dia mencaptat otomatis segala yang kamu lakukan selama hidupmu, meskipun tidak kamu sadari. Jadi jasa apa yang kau maksud?"
"Saya telah membantu banyak orang! Saya menyumbang untuk pembangunan tempat ibadah, saya membiayai perjalanan para pejabat agama ke luar negeri, dan saya mendanai berbagai kegiatan keagamaan di dalam negeri, bahkan saya ikut demo menentang agama yang sesat! Bukankah itu cukup untuk menebus dosa saya?"
Malaikat menutup bukunya dengan suara berat. "Kau pikir mendekati pejabat agama menjamin tempatmu di surga? Kau pikir uang hasil korupsimu yang kau sumbangkan bisa membeli pengampunan Tuhan? Kau pikir kamu paling berhak menentukan orang lain salah dan benar"
Badek menggertakkan giginya. "Tapi mereka adalah orang-orang suci! Mereka berdoa untuk saya! Mereka berkata saya telah berbuat baik! Bahkan setiap pertemuan saya selalu duduk di depan dan dihomati setiap orang."
Malaikat menghela napas. "Mereka pun harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka sendiri. Bahkan mereka juga belum tentu masuk surga. Kekayaan yang kau gunakan untuk beramal berasal dari penderitaan rakyat,” jelas malaikat itu.
“Berapa banyak orang miskin yang harus menanggung akibat korupsimu? Berapa banyak yang kelaparan karena dana yang seharusnya untuk mereka kau selewengkan? Dan bagaimana dengan perempuan-perempuan yang telah kau nodai? Berapa banyak kehidupan yang telah kau rusak dengan nafsumu? Berapa banyak anak tanpa ayah yang harus jadi pengemis akibat perbuatanmu?"
Badek terdiam. Untuk pertama kalinya, ia merasa takut. "Tapi... tapi saya juga beribadah... Saya sembahyang, saya berpuasa 40 hari, saya selalu pantang makan daging ..."
Malaikat menatapnya tajam. "Ibadahmu tidak menyelamatkanmu jika kau melakukannya hanya untuk menutupi dosa-dosamu. Kamu melakukannya karena dalam hatimu ingin di puji hebat. Kau bersujud bukan karena cinta kepada Tuhan, tapi karena ingin terlihat suci di mata manusia. Kau melakukan semua itu dengan penuh kepura-puraan."
Badek jatuh berlutut, keringat dingin membasahi tubuhnya meskipun ia sudah tak lagi memiliki raga. "Tidak... tolong beri saya kesempatan... Saya akan menebus semuanya... Saya akan melakukan apa saja… Kalau kamu perlu uang, saya bisa berikan."
“Kamu juga berpura-pura, katamu puasa dan pantang. Tetaapi bujktinya perutmu tetap buncit dan tubuhmu sangat berlemak, sehingga kamu mati karena serangan jantung. Jangan mengatakan dirimu puasa, padahal diam-diam kamu makan di waktu puasa.”
Malaikat itu kembali menggeleng. "Kesempatanmu telah habis. Hidupmu telah berakhir, dan sekarang, kau harus menerima ganjaran dari segala yang telah kau lakukan. Seharusnya kau membagikan uangmu kepada orang-orang miskin yang benar-benar membutuhkan, bukan kepada pejabat yang sudah bergelimang harta. Seharusnya kau menahan nafsumu, bukan memperbudak wanita dengan hartamu. Selama 56 thun Tuhan memeberimu kesempatan, tapi kau sia-siakan. Tapi kau memilih jalan yang salah, dan kini kau harus mempertanggung-jawabkannya."
“Aku mohon, janganlah aku masuk neraka … tolonglah, Malaikat. Selama ini ku tidak tahu, jika itu adalah salah.”
“Karena di dalam hatimu merasa diri paling benar, maka kamu tidak sempat belajar. Padahal di zaman sekarang sekarang sudah ada internat. Kamu bisa menggunakan AI atau Google Translate untuk menerjemahkan sebagian besar bahasa di dunia jika kamu tidak padham dengan bahasanya.”
“Sekarang tidak ada kesempatan lagi, ini masa pengahakiman!”
Seketika tanah di bawah Badek tiba-tiba terbelah. Api menyala-nyala, menghembuskan panas yang tak tertahankan. Dari dalamnya, terdengar jeritan-jeritan menyayat dari jiwa-jiwa yang telah terhukum sebelumnya.
Di sana terlihat para pejabat negara, anggota Dewan, para bos dan pen gusaha, artis, pemimpin agama, dan lain sebagainya. Mereka menangis tetaoi tidak ada air mata yang keluar.
Tubuh mereka di lalap api dengan panas abadi, tetapi tidak terbakar. Mereka hidup selamanya, menangis panasnya api neraka yang membakar mereka. Panasnya melebihi suhu permukaan matahari …
Badek menjerit, berusaha melawan, berusaha mencari cara untuk menghindari nasibnya. "TIDAK! INI TIDAK ADIL! SAYA BERJASA! SAYA—"
Teriakannya terputus dan tenggelam ketika kekuatan tak terlihat menariknya ke dalam kobaran api. Dalam sekejap, ia menghilang, terseret dalam penderitaan abadi yang tak lagi bisa dihindarinya.
Malaikat menatap tanah tempat Badek menghilang yang otomatis tertutup sendiri. Dia diam sejenak sebelum kembali memanggil nama berikutnya dalam antrean. Pengadilan terus berlanjut, tak henti-hentinya menimbang amal dan dosa setiap jiwa yang datang.
Malaikat juga menimbang banyaknya perbuiatan kasih sayang terhadap sesama manusia selama mereka hidup di Bumi. Apakah mereka ada memutuskan nasib manusia lainnya menurut pikiran mereka? Padahal Tuhan tidak pernah memberi mereka hak untuk menentukan orang lain itu salah atau benar.
Di hadapan hukum ilahi, tak ada yang bisa bersembunyi. Tak ada yang bisa membeli jalan ke surga dengan harta yang diperoleh secara tidak benar. Keadilan Tuhan tetap berlaku, tak peduli siapa pun mereka di dunia.
Selama manusia hidup, Tuhan sudah memncatat semua perb uatananya di dalam buku kehidupan masing-masing orang. Buku itu otomatis mencata dengan memory yang tidak terbatas, seperti komputer kuantum.
Tahan terhadap virus dan hacking manusia dan mahluk abadi lainnya. Semuanya tercatat, semnuanya adil. Sehingga semua menusia tidak bisa mengelak.
Bagi yang berbuat baaik, menolong sesama, menghindari perbuatan buruk, takjut aakan Tuhan, maka dia diganjar masuk surga. Sebaliknya yang sombong, jahat hati, kejam, munafik, tidak peduli akan rakyat miskin, maka masuk ke dalam panasnya api neraka abadi.
Antrean pun terus bergerak maju, dan pengadilan surga terus berlanjut, menanti jiwa-jiwa berikutnya untuk menerima keputusan tentang nasib akhir mereka.
Saking banyaknya manusia yang mati, maka Malaikat bekerja setiap hari membantu Tuhan. Karena menurut Worldometer, di dunia terjadi kelahiran sebanyak sekitar 385.000 bayi dan kematian sekitar 165.000 orang setiap hari.
***