Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Misteri
PENERUS MBAH MARTO
0
Suka
46
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Suasana duka amat terasa. Hening membungkus kediaman almarhum Mbah Marto. Para pelayat yang hadir seperti air tumpah. Mereka penuh sesak mengisi rumah dan pelataran. Tak ada percakapan sama sekali. Semua orang benar-benar tenggelam dalam kesedihan. Siang nan murung menyelimuti desa kami. Bahkan, pohon beringin di pekarangan terus menggugurkan daunnya.

           Hari ini Mbah Marto berpulang. Beliau adalah tokoh terhormat di tempat kami. Beliau memang bukan aparatur pemerintah. Beliau juga bukan ahli agama. Jangan mencari pangkat dan kekayaan pada diri beliau. Mbah Marto hanya seorang tukur cukur. Sepanjang hidupnya, ia setia memangkas rambut kami. Suri tauladan dan ucapan ajaib beliaulah yang membuat kami sangat menghormatinya.  

           Para penduduk desa kami senantiasa memanggil Mbah Marto dengan sebutan : sufi atau guru suci. Sebutan ini tidaklah berlebihan. Mbah Marto terkenal orang yang rajin ibadah, suka menolong, dan gemar berpuasa. Ia juga tidak menikah. Segala pendapatannya mencukur untuk membantu warga sekitar. Aku sendiri masih ingat, saat bersekolah dulu, Mbah Marto secara diam-diam sering memberikan uang saku untukku dan kawan-kawanku. “Jadilah anak yang baik dan berguna”’ begitu pesan Mbah Marto dahulu padaku dan kawan-kawan.

           Kisah kebaikan Mbah Marto tak akan habis bila diceritakan. Umi Rani bisa menamatkan kuliah anaknya juga berkat Mbah Marto. Lalu, Pak Tiro, guru honorer yang nyaris putus asa, dapat bertahan hidup karena jasa Mbah Marto. Paling heroik adalah kisah Lurah Midin yang terjerat hutang ratusan juta. Entah bagaimana caranya, konon Mbah Marto sanggup membantu mengatasi persoalan tersebut.

           Suara isak tangis terdengar pecah di luar. Aku yang sedari tadi duduk di dalam rumah memalingkan wajah keluar. Aku melihat Haji Sangkot, Buni preman desa, Rusdawati dan Angga temanku menyeka air matanya. Tampak mereka tak kuasa menjenguk jenazah Mbah Marto. Pastilah hati mereka nyeri teriris tajam. Satu hal lain yang diingat dari Mbah Marto adalah ucapan-ucapannya yang selalu terjadi. Haji Sangkot, Buni preman desa, Rusdawati, dan Angga adalah orang-orang yang menerima ucapan ajaib Mbah Marto.

                                                          ***

            “ Kamu tidak usah pusing Sangkot” kata Mbah Marto.

            “ Ah, bagaimana kamu tahu aku sedang pusing” kata Abang Sangkot.

           “Kamu pingin naik haji kan. Percayalah keinginanmu bakal terwujud” kata Mbah Marto.

           “ Benarkah bakal begitu?” tanya  Abang Sangkot.

           “ Tahun depan kamu berangkat”’ kata Mbah Marto.

           Seperti sebuah sabda, tahun depan Abang Sangkot  naik haji. Kabar yang aku dengar, ia mendapat kemudahan karena anaknya kenal dengan salah satu staff utama di Kemenag. Perkara Haji Sangkot hanyalah cerita kesekian kalinya tentang ucapan ajaib Mbah Marto. Sejak aku kecil sudah banyak yang kudengar tentang kehebatan ucapan Mbah Marto. Mulai dari Pak Maridin yang diramalkan menjadi kepala desa, Pak Ahmad jadi anggota legislatif, sampai prediksi tentang akan adanya kekeringan dan bencana alam. Semuanya akurat tanpa cela. Angga temanku pun tak luput dari ucapannya Mbah Marto. Kata Mbah Marto, Angga akan jadi insinyur. Dan hal itu pun terjadi.

***

           Selepas dzuhur, Pak Samsul tergopoh-gopoh ke arahku. Beliau yang mengurus semua kelengkapan dan keberangkatan jenazah menyuruhku untuk membantu memikul keranda jenazah Mbah Marto. Aku dengan senang hati menyanggupinya. Bagiku ini sebuah kehormatan.

           “ Udin, bantu memikul jenazah Mbah Marto” kata Pak Samsul padaku.

           “ Baik Pak, dengan senang hati” jawabku.

           “ Ajak pula beberapa teman lain” sambung Pak Samsul.

           “ Laksanakan”’ kataku singkat.

           Aku bergegas menuju pelataran. Beberapa rekan pemuda seusiaku kuajak serta memikul keranda jenazah Mbah Marto. Proses pemakaman tampak sangat hening. Ratusan pelayat terlihat mengiringi kepergian Mbah Marto. Kami semua tentu sangat kehilangan. Tidak ada lagi sosok periang, baik, taat beribadah, dan punya ucapan ajaib yang bakal kami temui. Setelah pemakaman, Pak Burja selaku kepala desa mengumpulkan seluruh warga di balai desa.

***

           “Para warga yang tercinta, kita benar-benar berduka karena kepergian Mbah Marto. Tentunya, kepergian beliau meninggalkan rasa sedih yang mendalam. Saya selaku kepala desa amat sangat kehilangan. Nah, pertemuan kali ini, saya ingin menyampaikan wasiat terakhir dari Mbah Marto” kata Pak Burja. Sontak seluruh warga menjadi tercekat. Banyak dari kami ingin mengetahui apakah wasiat Mbah Marto.

           “Kira-kira, apakah wasiat Mbah Marto, Pak Burja?’ tanya Syah Alam.

           “ Sebentar saya ringkaskan tulisan singkat beliau” kata Pak Burja.

           “ Dalam surat ini, Mbah Marto ingin ada pemuda yang meneruskan profesinya”’ kata Pak Burja.

           “ Menjadi seorang tukang cukur?’’ tanya Banua.

           “ Benar, dan merawat tempat tinggalnya”’ sambung Pak Burja.

           Semua warga tampak saling pandang. Siapakah gerangan yang layak menggantikan Mbah Marto? Kata pemuda yang disebut sebagai penerus membuat aku dan kawan-kawanku saling was-was.  Satu persatu nama kami di sebut. Ada namaku . Ada juga nama salim. Selain itu, nama  Uda Bagus dan Abang Montai juga turut menguara. Suasana balai desa menjadi ribut. Pada prinsipnya, kami para kaum muda merasa keberatan. Kami tak sehebat Mbah Marto. Kami berpikir, bagaimana bila banyak orang bertanya tentang nasib mereka ? Kami tak sanggup meramal. Kami tak punya ucapan ajaib.  

           “ Sudah-sudah jangan ribut”’ kata Pak Burja meredakan suasana. Beliau menyuruh kami untuk berdoa bersama. Tujuannya adalah  dapat menemukan tanda. Kami semua sepakat. Bukankah setiap niat baik pasti akan menemukan jalannya sendiri? Selesai berdoa, para warga membubarkan diri. Masing-masing pergi dengan penuh rasa penasaran: siapa yang layak meneruskan Mbah Marto?

***

 

 

           Sudah hampir seminggu Mbah Marto berpulang. Tanda-tanda penerus beliau belum tampak. Para warga masih sibuk terus bergunjing. Keadaan makin tambah rumit saat beberapa calon wakil rakyat mendatangi desa kami. Mereka ikut menanyakan soal penerus Mbah Marto untuk membaca nasib mereka.

           “ Kira-kira, siapa yang layak meneruskan Mbah Marto” tanya Sultan rekanku selepas salat Jumat.

           “Entah, yang jelas dia pasti orang yang tak kalah suci” jawabku.

           “Bisa jadi, kau Udin” kata Mang Hari.

           “Mana ada, aku banyak dosa begini” jawabku.

           “Tapi ucapan Mang Hari benar juga” sambung Kang Sunu.

           “Benar darimana” bantahku.

           “Kau kan juga pandai bercukur, dan muda” lanjut Kang Sunu

           “ Yang pandai bercukur banyak”’ jawabku.

           Suasana siang yang teduh membuat obrolan kami terasa nikmat. Angin yang mampir membuat rasa kantuk menerjang mataku. Tak lama kemudian, rasanya aku telah tertidur di beranda masjid. Akan tetapi, baru sebentar tertidur, aku terbangun. Suara langkah sekelompok orang menuju masjid membangunkanku. Dari cara mereka berpenampilan, aku tahu mereka calon legislator.

           Mereka menyambangi kami. Tanpa banyak basa-basi, mereka segera melemparkan pertanyaan.

           “Permisi, siapakah di sini yang bernama Udin?” tanya salah satu dari mereka.

           “Saya Udin, ada keperluan apa mencari saya?” tanyaku.

           “Bukankah Anda didaulat penerus Mbah Marto?” sambung yang lain.

           Aku ingin menjawab bukan. Namun, suaraku seperti tercekat. Mendadak saku bajuku terdapat gunting rambut. Lalu, sekonyong-koyong sebuah tangan menepuk pundakku. Aku menoleh. “Mbah Marto”’ kataku kaget. Aku mengusap wajahku untuk memastikan ini bukan mimpi.

           “Coba perhatikan mereka” perintah Mbah Marto sambil tersenyum. Aku lalu memperhatikan wajah para calon legislator. Entah mengapa, aku melihat beberapa hal janggal. Beberapa diantara mereka seperti memakai rompi oranye. Beberapa lagi tampak telanjang. Beberapa tampak memakai bintang emas di dadanya.

           “Mbah Marto, apa yang terjadi” kataku.

           “Nasihati mereka, sesuai yang kamu lihat” katanya.

           Tiba-tiba kakiku seperti ditarik seseorang. Lalu badanku terasa digoyang-goyangkan. “Udin bangun,” kata Kang Sunu. Aku membuka mata. Keringat seperti mengalir deras di tubuhku. Jantungku berdetak lebih kencang. Seraut senyum Mbah Marto muncul di ingatanku.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Misteri
Cerpen
PENERUS MBAH MARTO
thomas elisa
Novel
MEMORIES
Meria Agustiana
Novel
RENTENIR: PEMBURU KEBENARAN
Novi Assyadiyah
Novel
Masa Lalu
Diano Eko
Novel
Misteri Masalembo : Crash Landing
Yaldi Mimora
Flash
Paket
Esti Farida
Novel
IBU TANPA RAGA
Yusuf Mahessa Dewo Pasiro
Novel
Bronze
SHUTTER LOVE
Dzikrika ⋆꙳𝜗𝜚꙳.*‬
Novel
News Hunter
Tiara Elsabila
Novel
Game
Kartika maulani
Novel
TIRAKAT
Mohamad Johan
Novel
Jomlo App
Shela Puzi Dina
Novel
Bronze
Lembar Usang Berkisah
Dwimarta
Novel
I Am The Justice
Erika Angelina
Cerpen
Kasus Pembunuban: Mayat Berkawat
Grimmer
Rekomendasi
Cerpen
PENERUS MBAH MARTO
thomas elisa
Cerpen
Saksi Orang Baik
thomas elisa